Tabligh Akbar MUI Menyapa Umat di Legenda Wisata, Cibubur (Foto : @mui.or.id)
Jakarta, goindonesia.co – Bagi umat Islam, pergantian tahun hijriyah menjadi momentum untuk merefleksikan hijrah. Terdapat spirit untuk senantiasa mengevaluasi dan memperbaiki kehidupan masa depan yang lebih baik lagi.
Dalam refleksi hijrah, Syekh Izzuddin bin Abdissalam memaknai hijrah dalam dua hal, yaitu perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain (minal balad ilal baladil akhar) atau hijrah dari perilaku tidak baik menuju perilaku yang dirahmati Allah Swt (minal itsmi wal ‘udwan).
Sejalan dengan dengan itu, Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Arif Fahrudin menyebut, pemaknaan hijrah yang kedua itu dapat direfleksikan dalam konteks kekinian. Dalam momentum ini, spirit keislaman dapat ditranformasikan dalam konteks keindonesiaan.
“Hal ini yang bisa kita refleksikan dalam konteks keindonesiaan. Iya tentu kita berharap di momentum hijrah ini tentu menjadi lebih baik lagi dari segala aspeknya,” katanya ketika menghadiri kegiatan Tabligh Akbar MUI Menyapa Umat di Legenda Wisata, Cibubur (7/7/2024).
Dalam konteks keindonesiaan, hijrah perlu direfleksikan dalam menyongsong kedaulatan negara. Hal tersebut mengingat belakangan kedaulatan teknologi nasional kembali ambruk dengan bocornya Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
Spirit yang harus dibangun adalah tidak terjebak pada budaya konsumerisme terus-menerus, melainkan menjadikan umat merdeka dan berkedaulatan secara informasi dan teknologi.
“Iya besok kita harus memiliki komitmen terhadap kedaulatan teknologi dan informasi nasional dari hulu sampai hilir,” ucapnya.
Selain berkedaulatan informasi, refleksi hijrah juga harus dibarengi dengan penguatan terhadap kedaulatan hukum di ruang-ruang medsos. Belakangan, banyak sekali dijumpai adanya judi online dan pinjaman online ilegal.
Hal tersebut cukup membuktikan betapa rapuhnya penegakan sistem keamanan nasional dalam ruang digital. Maksiat dan judi terus meningkat dari waktu ke waktu.
Kondisi tersebut harus segera direspons dengan kedaulatan hukum cyber dalam mendeteksi tindakan-tindakan ilegal.
“Hal itu senantiasa meminta untuk kita tinggalkan, dengan cara apa, tentu dengan penegakan hukum yang disiplin, merata, terlebih aparat penegak hukum menjadi publik figur,” kata Kiai Arif menjelaskan. (***)
*MUI – Majelis Ulama Indonesia