Pengamat dan praktisi olahraga Hifni Hasan
JAKARTA, goindonesia.co : Sukses tapi gagal. Begitulah prestasi Indonesia pada Olimpiade 2020 Tokyo, Jepang yang dengan resmi ditutup Minggu (8/8/2021). Sukses tentunya mampu mempertahankan prestasi emas yang dibalut dengan satu perak dan tiga perunggu. Namun raihan itu gagal mewujudkan target menghuni peringkat 40 besar dunia karena ternyata Indonesia terlempar ke posisi 55 dalam klasemen akhir perolehan medali.
“Jelas sudah Indonesia gagal memenuhi target 40 besar yang dicanangkan oleh Menteri Pemuda Dan Olahraga bersama Komite Olimpiade Indonesia atau NOC of Indonesia ketika menghadap Presiden dan berangkat ke Tokyo. Kegagalan ini perlu mendapat perhatian serius karena saat ini Menpora Pak Zainudin Amali justru menyasar target peringkat dan bukan medali. Ternyata sasaran peringkat itu jauh dari yang diharapkan,” kata pengamat dan praktisi olahraga Hifni Hasan menjawab pertanyaan Faktual Indonesia, Minggu (8/8/2021).
Hifni menegaskan, evaluasi atas kegagalan itu perlu dilakukan secara mendasar. Bukan saja hanya sekadar basa-basi memenuhi formalitas. Namun harus menukik ke permasalahan dan tanggung jawab yang nyata.
Tanpa itu, tegas Hifni yang mantan Plt Sekjen KOI itu, setiap kegagalan dalam multi event akan selalu disikapi apa adanya. Tidak akan berubah. Kegagalan tidak membuat sikap pemerintah berubah.
“Jadilah tetap olahraga dijadikan pencitraan sesaat. Eforia sesaat. Padahal kegagalan selama ini karena pemerintah gamang dan tidak punya program factual mengangkat prestasi OR menjadi terbaik,” ujar Hifni.
Dia menambahkan, dalam menghadapi suatu multi event, pemerintah hanya melontarkan prediksi tanpa aksi. Apalagi yang urus pembinaan olahraga prestasi tidak jelas sekarang ini. “Seharusnya kita punya national sport council yang kuat. Bukan PPON seperti sekarang. PPON itu bagian Kemenpora. Jadilah, Koq jeeuk makan jeruk,” ucapnya sambil tersenyum.
Ketidakjelasan itu membuat prestasi bukan dibina sesuai dengan kebutuhan preatasi itu sendiri namun dibuat jalan pintas untuk memenuhi target. Ketika jalan pintas itu tidak terpenuhi maka rangking Indonesia tidak meningkat secara signifikan.
“Sebutkan ranking kita baik di Sea Games maupun Asian Games selama ini. Kecuali AG di Indonesian tahun 2018. Itu pun hanya akalan panitia AG tidak mencerminkan keberhasilan pembinaan olahraga di Indonesia.
Hifni menekankan lagi, hal juga sudah beberapa kali didengung-dengungkan namun selalu tidak digubris oleh Kemenpora. “Pemerintah itu penangung jawab olahraga, fasilitator dan dinamisator bukan pelaksana,” tuturnya dengan nada seperti menyimpan rasa penasaran.
Penyadang gelar sarjana olahraga internasional itu mengingatkan, untuk menjadikan olaharaga menjadi pintu gerbang kemajuan suatu bangsa butuh proses tiga periode pemerintahan. Ini dulu yang dibenahi. (***)