Ruang Publik

Diduga Terlibat Konflik Lahan, Koalisi Sipil Keadilan Agraria Desak Kapolri Sanksi Tegas Kapolres Kampar

Published

on

Jurubicara International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Intan Bedisa/Ist

Goindonesia.co – Keterlibatan oknum kepolisian dalam kasus sengketa tanah di Kampar, Riau membuat Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria mendorong Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk mengambil sikap tegas.

Jurubicara International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Intan Bedisa menerangkan, berbagai peristiwa ketidakpuasan masyarakat atas kinerja kepolisian harus menjadi perhatian Kapolri.

Pasalnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan 11 instruksi pada jajarannya yang tertuang dalam Telegram Nomor: ST/2162/X/HUK.2.8./2021, di mana salah satu instruksinya adalah perintah memberikan sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melanggar disiplin, kode etik maupun pidana.

Sebagai contoh, Intan menyebutkan satu problem serius di tubuh kepolisian adalah penyalahgunaan wewenang pada fungsi reserse kepolisian, karena kinerjanya yang tertutup dan sering kali justru digunakan sebagai alat oleh pihak-pihak yang kuat guna melumpuhkan masyarakat, termasuk melumpuhkan petani-petani yang sedang memperjuangkan haknya.

“Fungsi reserse adalah rimba yang sulit dipantau oleh masyarakat,” kata Intan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/10).

Telegram Kapolri tersebut, kata Intan, juga tidak menyentuh pejabat dan anggota kepolisian yang diduga kuat menjadi pelindung sekaligus melakukan pembiaran atas tindak pidana tertentu, seperti tindak pidana perkebunan.

Padahal kata dia, jamak diketahui dalam kasus-kasus konflik lahan, pertambangan dan kasus sumber daya alam lainnya terkait keterlibatan aparat sebagai salah satu aktor utama, baik sebagai backing maupun melakukan pembiaran terhadap perusahaan yang beroperasi secara ilegal.

Salah satu contoh mencolok, menurut Intan adalah bagaimana perusahaan perkebunan yang beroperasi tanpa izin di Kampar, Riau bisa beroperasi selama lebih dari 15 tahun.

“Padahal kebun tersebut bisa ditempuh hanya dalam waktu 30 menit dari Polda Riau,” ucapnya.

Dalam kasus dugaan mafia tanah yang dilaporkan oleh Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) ke Bareskrim Polri dengan terlapor PT Langgam Harmuni dan mantan pejabat PTPN V, misalnya, Intan memandang Polda Riau hanya berpangku tangan.

“Alih-alih membantu petani yang sedang memperjuangkan hak, justru Polres Kampar gigih mengkriminalisasi Ketua Koperasi dan dua orang petani dengan kasus sarat rekayasa yang dilaporkan oleh Langgam Harmuni dan PTPN V,” sesalnya.

Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria, yang antara lain terdiri dari INFID, Iparsial, The Indonesia Human Rights Monitor, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Yayasan Satu Keadilan (YSK), Setara Institute dan lain-lain, kata Intan, mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan beberapa hal yang di antaranya sebagai berikut:

1. Memerintahkan Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Efendi, mengambil langkah proaktif menindak perusahaan-perusahan perkebunan sawit yang beroperasi secara ilegal.

2. Memerintahkan Kapolda Riau menghentikan kriminalisasi terhadap petani dan Ketua Kopsa-M sekaligus memberikan perlindungan kepada petani yang sedang memperjuangkan hak-haknya.

3. Mencopot Kapolres Kampar dan Kasat Reskrim Polres Kampar yang secara nyata mempermalukan institusi Polri.

“Karena bertindak tidak profesional, tidak netral dan cenderung melayani dan melindungi korporasi yang bermasalah dengan melemahkan perjuangan Kopsa-M dan mengkriminalisasi ketua koperasi dan petani,” tandas Intan.

Trending

Exit mobile version