Di sinilah tabrakan itu bisa terjadi. Hal itu lumrah karena sempitnya ruang, irisan yang tipis dinding labirin, namun bingkai utama tetap utuh, kecuali ada hasrat, kepentingan lain di luar bingkai konstitusi negara kita, UUD’45. (Foto : Istimewa)
Jakarta, goindonesia.co – Jika seorang terlibat dalam aktivitas politik sejatinya terikat kepada norma yang dibangun oleh sistem nilai dalam politik, karena politik itu adalah seni menemukan kemungkinan. Tetapi tanpa nilai, perilaku seseorang dalam politik akan melebihi serigala, yang kejam meski tidak pernah memangsa anaknya.
Berpolitik karena kita berbeda, ribuan kemungkinan bisa didapatkan dari melihat sebuah persoalan, tergantung kepentingan. Namun politik tetap harus tunduk kepada norma dasar yang menjadi landasan bertindak yang telah disepakati oleh para pendiri organisasi atau sesudahnya, kita sebut saja di partai ada namanya AD/ART.
Inilah yang membatasi kita, karena rumusan norma dasar ada disini, yang tidak bersifat rinci tetapi membingkai perilaku seseorang dalam sebuah organisasi. Di dalam organisasi besar atau negara, terdapat “kamar-kamar” yang berjejer dan ke segala penjuru, seperti labirin dengan pintu keluar utama hanya ada satu, sementara didalamnya terhubung satu sama lain.
Kamar-kamar itu terisi orang-orang yang berbeda karakter dan kepentingan, itulah antara lain partai dalam sistem politik kita. Mereka akan saling berlomba menuju jalan utama agar lebih dulu sampai tujuan dan mendapatkan tongkat kekuasaan. Di sinilah tabrakan itu bisa terjadi. Hal itu lumrah karena sempitnya ruang, irisan yang tipis dinding labirin, namun bingkai utama tetap utuh, kecuali ada hasrat, kepentingan lain yang diluar bingkai konstitusi negara kita, UUD 45.
Ketua partai politik bisa terjebak dalam labirin kekuasaan karena kelemahan diri atau kerakusan, suara sumbang didalam menembus bingkai besar negara, yang dibangun dengan batasan konstitusi tadi. Maka jika itu disebut liberasi, disitulah “offside” terjadi, karena demokrasi harus ada prosedur bukan tanpa batas.
Ungkapan untuk ini, ingat : “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins“ yang diucapkan oleh Presiden AS, John F Kennedy (1961-1963). Maknanya, loyalitas seseorang kepada partai (apalagi hanya kepada seorang ketua–penulis) berakhir ketika loyalitas kepada negara dimulai. Itulah seharusnya pegangan ketua partai ketika berhadapan dengan agenda Pemilu 2024 yang sudah dimulai, tiada kata lain. Siap! (***)