GoIndonesia.co, Jakarta – Pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebut Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi yang semakin dalam. Politikus PDIP Effendi Simbolon menyalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi COVID-19.
“Pemerintah sejak awal tidak menggunakan rujukan sesuai UU Karantina itu, di mana kita harusnya masuk ke fase lockdown. Tapi kita menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM. Mungkin di awal mempertimbangkan dari sisi ketersediaan dukungan dana dan juga masalah ekonomi. Pada akhirnya yang terjadi kan lebih mahal ongkosnya sebenarnya, PSBB itu juga Rp 1.000 triliun lebih ya di tahun 2020 itu,” ujar Effendi kepada wartawan, Sabtu (31/7/2021).
“Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu. Sebulan Rp 1 juta saja kali 70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan saja masih Rp 700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas ke mana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin,” sambungnya.
Effendi membeberkan sudah banyak negara lain yang sukses mengatasi pandemi COVID-19 dengan cara lockdown. Dia mengatakan virus Corona itu bisa dicegah penularannya dengan cara semua orang tetap berada di rumah.
Hanya, kata Effendi, alih-alih memilih lockdown, Indonesia justru menerapkan PPKM. Effendi menyatakan hasil dari PSBB hingga PPKM hanya ‘0’ dan cenderung minus.
“PPKM ini dasarnya apa? Rujukannya apa? Arahan Presiden? Mana boleh. Akhirnya panik nggak karuan, uang hilang, habis Rp 1.000 triliun lebih. Erick Thohir belanja, Menkes belanja. Dengan hasil 0. Minus malah. Ini herd immunity karena iman saja,” tukas Effendi.
Lebih lanjut Effendi juga menyayangkan pemerintah yang kebanyakan melakukan Zoom meeting membahas penanganan pandemi COVID-19, yang dia anggap tidak penting bagi rakyat. Menurutnya, implementasi ke lapangan jauh lebih penting.
“Makanya saya bilang ngapain kalian pejabat diskusi Zoom gitu-gitu. Nggak penting ditonton rakyat, sama sekali tidak penting. Rakyat tidak perlu ditampilin itu. Outcome-nya nggak ada kok. Isoman juga mereka ngurus diri sendiri. Mana bantuan pemerintah. Isoman itu artinya Anda sudah kalah, kok,” terangnya.
Selain itu, Effendi ingin uang rakyat dikelola secara baik, bukan untuk membiayai pejabat yang ingin melakukan seremonial vaksinasi. Effendi menilai vaksinasi bisa terus berjalan tanpa perlu ada pejabat datang melakukan seremonial.
“Kita dipertontonkan dengan pejabat ini berkunjung ke sini. Mau vaksin saja seremonial. Buat apa? Masa vaksin buat rakyat aja ada seremonial? Buat apa sih? Suntikkan aja langsung kayak di Singapura itu. Uang-uang rakyat kok. Bukan uang yang mau nyumbang Rp 2 triliun itu, bukan,” imbuh Effendi.
Sebelumnya, pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengatakan Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi (pandemic trap) yang semakin dalam. Dia menilai saat ini RI belum memiliki penanganan pandemi secara terencana dan target yang jelas.
Pendapat itu disampaikan Pandu Riono melalui cuitan di akun Twitternya, @drpriono1. Dalam cuitan itu, dia menyebut (mention) akun Twitter Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Pak @jokowi Indonesia sedang menuju jalur Jebakan Pandemi (Pandemic Trap) yg semakin dalam dan semakin sulit bisa keluar dengan lebih cepat. Respon kendali tak bisa dg tambal-sulam spt sekarang. Pilihannya hanya satu, kendalikan pandemi dg 3M, Tes-Lacak-Isolasi dan Vaksinasi,” tulis Pandu di Twitter seperti dilihat, Jumat (30/7).
Saat dihubungi, Pandu menjelaskan lebih lanjut alasan menyebut RI sedang menuju jebakan pandemi itu. Dia menyebut saat ini RI belum berhasil mengendalikan pandemi.
“Karena kan sampai sekarang kan kita belum berhasil mengendalikan pandemi, nggak beres-beres. Nggak ada tanda-tanda bahwa kita akan berhasil pakai cara apa pun. Artinya kita bisa lama sekali baru bisa menyelesaikan pandemi. Jadi Pak Jokowi sudah berakhir masa jabatannya mungkin juga belum selesai,” kata Pandu saat dihubungi. (dnu/dnu) Adhyasta Dirgantara – detikNews