Jakarta, Goindonesia.co – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan penyelenggaraan Pilkada mundur jadi 2025 jika Pemilu digelar 15 Mei 2024. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengaku sudah mendengar usulan tersebut.
“Ya itu memang syarat yang disampaikan KPU ketika waktu itu diusulkan tanggal baru 15 Mei. Pertimbangan mereka kan mau menghindari adanya irisan terlalu dalam antara waktu pileg, pilpres, dan pilkada,” kata Doli, kepada wartawan, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/10/2021).
Doli memahami alasan KPU mengusulkan memundurkan pelaksanaan Pilkada, yaitu agar Pemilu dan Pilkada tidak terlalu berdempetan.
“KPU kan simpel aja, mereka sudah buat desain untuk Pemilu 21 Februari, dan 27 November pilkada. Kalau misalnya pilpres jadi Mei, maka (Pilkada) diundur 3 bulan (jadi Februari 2025),” katanya.
Namun, Doli mengatakan sebisa mungkin pilkada tetap digelar pada November 2024. Hal itu untuk menghindari perubahan undang-undang.
“UU mengatakan harus November 2024. Kalau bisa kita hindari tidak terjadi perubahan UU,” ujarnya.
KPU Usual Pilkada 2025
KPU mengusulkan dua opsi berkaitan dengan waktu Pemilu 2024. Salah satu usulan KPU adalah, jika Pemilu digelar 15 Mei 2024, KPU mengusulkan pilkada digeser ke 19 Februari 2025.
“KPU terbuka untuk mendiskusikan opsi-opsi lain sepanjang dua hal di atas terpenuhi, berdasarkan kerangka-kerangka hukum yang ada sekarang. Terkait dengan opsi-opsi tersebut, KPU mengajukan dua opsi, yakni opsi I hari-H pemilu 21 Februari 2024 dan pilkada 27 November 2024, serta opsi II yakni hari-H pemilu 15 Mei 2024 dan pilkada 19 Februari 2025,” ujar komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi kepada wartawan, Kamis (7/10/2021).
“Sehubungan dengan opsi kedua ini, maka berkonsekuensi pada perlunya dasar hukum baru, karena mengundurkan jadwal pilkada yang telah ditentukan oleh UU Pilkada (November 2024) ke bulan Februari 2025,” lanjutnya.
Pramono mengatakan pada dasarnya KPU tidak terpaku pada tanggal. KPU mengatakan yang terpenting adalah pemilu dan pilkada memiliki waktu yang cukup.
“Jadi KPU tidak mematok harus tanggal 21 Februari serta menolak opsi lain. Bagi KPU, yang penting adalah kecukupan waktu masing-masing tahapan, sehingga, pertama, proses pencalonan pilkada tidak terganjal oleh proses sengketa di MK yang belum selesai. Dan kedua, tidak ada irisan tahapan yang terlalu tebal antara pemilu dan pilkada, sehingga secara teknis bisa dilaksanakan, dan tidak menimbulkan beban yang terlalu berat bagi jajaran kami di bawah,” ungkapnya.