Connect with us

Health

Sudah Ada 252 Kasus Omicron Siluman di RI

Published

on

Foto: Vaksinasi gotong royong (CNBC Indonesia)

Jakarta, goindonesia.co – Kementerian Kesehatan mengaku telah menemukan sebanyak 252 kasus dari varian SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau Omicron BA.2 yang dijuluki sebagai ‘Son of Omicron’ di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengemukakan kasus ini terdeteksi melalui pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS).

“Sebenarnya kita sudah mendeteksi varian BA.2 itu,” kata Nadia dalam konferensi pers, seperti dikutip Rabu (2/2/2022).

Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan kabar baik mengenai risiko reinfeksi virus Omicron BA. 2 pada orang yang pernah terpapar Omicron versi pertama alias BA. 1.

Menurut ahli epidemiologi dan pimpinan teknis WHO untuk COVID-19, Maria Van Kerkhove, tidak ada negara yang menunjukkan kembalinya peningkatan jumlah kasus baru setelah kasus COVID-19 mereda di gelombang ketiga akibat Omicron. Kerkhove optimistis, itu adalah ‘pertanda baik’.

“Jika ada peningkatan kasus, itu artinya ada kemungkinan infeksi ulang akan terjadi. Dan karena kami tidak melihat itu, maka itu pertanda baik,” kata Kerkhove dalam konferensi pers.

Seiring penelitian yang kini masih berlangsung, data awal studi menyebut infeksi Omicron BA.1 bisa memberikan perlindungan yang kuat dari risiko infeksi ulang akibat Omicron BA.2. Setidaknya, untuk periode waktu yang terbatas.

“WHO akan terus memantau dengan cermat garis keturunan BA.2 sebagai bagian dari Omicron dan meminta negara-negara untuk terus waspada, untuk memantau dan melaporkan urutannya, serta melakukan analisis independen dan komparatif dari subgaris keturunan Omicron yang berbeda,” ujar WHO dalam pernyataan resminya.

Nadia lantas meminta masyarakat untuk tetap tenang dan patuh terhadap protokol kesehatan. Menurutnya, kunci untuk menekan laju penularan selain vaksinasi adalah dengan tetap patuh terhadap protokol.

Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebut varian BA.2 yang juga dijuluki ‘Son of Omicron’, memiliki kemampuan untuk menghindar dari hasil pemeriksaan S Gene Target Failure (SGTF).

Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan teknik SGTF yang digunakan untuk mendeteksi kasus probable Omicron adalah dengan fokus pada area genome varian Omicron yang kehilangan atau delesi beberapa huruf genetik di gen S (spike). Namun varian Omicron BA.2 ini tidak bisa terdeteksi dengan cara seperti itu.

“Pada Omicron BA.2, susunan ini tidak hilang sehingga PCR tidak memunculkan SGTF, atau hasilnya sama dengan varian lain yang bukan Omicron. Padahal BA.2 jenis Omicron,” kata Wiku. (***)

Continue Reading
Advertisement Berita Vaksin Penting

Kesehatan

Kenali Gejala Jantung Sejak Dini

Published

on

Ilustrasi pasien penderita Gejala Jantung (Foto : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, pola makan yang tidak seimbang, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, dan kurangnya aktivitas fisik. Perilaku tersebut merupakan salah satu kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK). Dilaporkan, 50% penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, data Riskesdas pada 2018 menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5%, sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner sebesar 0,5% pada 2013. Berdasarkan Global Status Report on NCD 2019 (IHME), sebanyak 17,8 juta kematian, atau 1 dari 3 kematian di dunia setiap tahun, disebabkan oleh penyakit jantung.

“Kalau dari hasil IHME survei yang kita lihat bahwa penyakit jantung iskemik pada 2019 itu menempati urutan nomor satu dan pada 2021, pasca-COVID-19 pun masih menempati urutan nomor satu, hanya dari jumlah kematian terjadi penurunan sedikit, tapi perbedaannya tidak terlalu besar,” kata dr. Nadia pada temu media Hari Jantung Sedunia (HJS) pada Senin (23/9/2024).

dr. Nadia melanjutkan, secara global, penyakit jantung iskemik tetap menjadi penyebab utama kematian. Sementara di Indonesia, penyakit stroke menjadi penyebab kematian terbesar. Berdasarkan total kematian, terjadi penurunan jumlah kematian akibat stroke dari 21,8% pada 2019 menjadi 18,49% pada 2021, diikuti oleh penyakit jantung iskemik.

“Jadi, di Indonesia itu sebaliknya yang menjadi penyebab utama kematian justru adalah stroke dan bisa saja penyebabnya karena mungkin layanan kesehatan deteksinya belum betul-betul merata sehingga tidak terdeteksi dan masih menjadi salah satu isu,” lanjut dr. Nadia.

Pada 2023, terjadi peningkatan jumlah pembiayaan untuk penyakit katastropik yang mencapai Rp34,8 triliun, di mana penyakit kardiovaskular (jantung dan stroke) menjadi penyakit dengan pembiayaan terbesar, yakni Rp22,8 triliun, dalam program JKN.

Lebih lanjut, dr. Nadia menyebutkan empat perilaku masyarakat yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, yaitu merokok, kurang aktivitas fisik, minim konsumsi buah dan sayur, serta konsumsi gula, garam, dan lemak secara berlebihan.

“Bisa dilihat penyakit jantung saat ini mulai banyak pada usia-usia muda. Kenapa terjadi pergeseran usia pada penyakit jantung? Karena adanya perubahan gaya hidup yang tidak sehat,” kata dia melanjutkan.

Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian di dunia selama 20 tahun terakhir. Kematian akibat penyakit jantung secara global mencapai hingga 18,6 juta setiap tahunnya. Angka kematian tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 20,5 juta pada 2020 dan 24,2 juta pada 2030.

President of Indonesian Heart Association dr. Radityo Prakoso, yang juga hadir sebagai narasumber dalam temu media HJS, menjelaskan bahwa penyakit jantung iskemik berkontribusi terhadap persentase kematian tertinggi di antara berbagai penyakit jantung. Selain itu, penyakit jantung tidak hanya ditemukan pada usia tua, tetapi juga pada usia muda.

“Gaya hidup tidak sehat menjadi penyebab paling umum dari penyakit jantung koroner di usia muda,” kata dr. Radityo.

Lebih lanjut, dr. Radityo menyebutkan beberapa gejala yang mengarah pada penyakit jantung, yaitu rasa tidak nyaman di area dada (nyeri, sesak, tertekan, terbakar); mual dan muntah; keringat dingin; pusing atau pingsan; nyeri yang menjalar ke lengan, rahang, tenggorokan, atau punggung; kaki bengkak; mudah lelah; berdebar-debar; detak jantung tidak teratur; serta batuk yang tidak kunjung sembuh dengan sputum berwarna pink muda atau putih berbusa.

“Kendati demikian, gejala tersebut dapat bervariasi antara individu. Segera periksakan diri Anda ke dokter apabila ada dugaan kuat penyakit jantung terutama jika memiliki risiko tinggi,” kata dr. Radityo.

dr. Radityo melanjutkan, 80% penyakit jantung dapat dicegah melalui pencegahan primer, yaitu promosi kesehatan dan proteksi spesifik, seperti berhenti merokok, makan makanan sehat, rutin beraktivitas fisik, menghindari konsumsi alkohol berlebihan, tidur yang cukup, dan menjaga berat badan tetap ideal.

Sementara itu, pencegahan sekunder dilakukan dengan deteksi dini dan tata laksana awal segera, seperti evaluasi tekanan darah, evaluasi kadar kolesterol, indeks massa tubuh (IMT), dan kadar gula darah secara rutin atau berkala.

Dr. Rita Ramayulis, selaku perwakilan dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia yang juga hadir sebagai narasumber, menekankan pentingnya pengaturan konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL). Konsumsi gula sebaiknya dibatasi hingga 50 gram per hari, garam 2.000 mg per hari, dan lemak 67 gram per hari.

“Kecukupan konsumsi gula dalam pembagian bahan makanan sehari menurut gizi seimbang untuk laki-laki usia 19-29 tahun dengan 2725 kkal,” kata Dr. Rita.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah merumuskan beberapa strategi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit jantung koroner dengan pendekatan PATUH dan CERDIK.

PATUH: Periksa kesehatan secara rutin dan mengikuti anjuran dokter; Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur; Tetap diet dengan gizi seimbang; Upayakan aktivitas fisik dengan aman; Hindari asap rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya.

CERDIK: Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktivitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat cukup, Kelola stres.

Kemenkes RI memperingati Hari Jantung Sedunia dengan menggelar temu media melalui Zoom Meeting pada Senin (23/9/2024). Temu media ini mengangkat tema global “Use Heart, For Action”, dan tema nasional “Ayo Bergerak untuk Sehatkan Jantungmu.” (***)

*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI

Continue Reading

Kesehatan

Tidak Ada Efek Samping Akibat Vaksin COVID-19 di Indonesia

Published

on

Ilustrasi vaksin COVID-19 (Foto : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia. Hal ini berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komnas KIPI.

“Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulaiuji klini tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar” kata Prof Hinky.

Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin COVID-19 termasuk TTS. Survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.

“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” jelas Prof Hinky.

“Jadi, kami melaporkan pada waktu itu tidak ada kasus TTS terkait vaksin COVID-19,” lanjut Prof Hinky.

Indonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19. Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Setelah surveilans aktif selesai, Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif hingga hari ini. Berdasarkan laporan yang masuk, tidak ditemukan laporan kasus TTS.

TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.

“Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bila ditemukan penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikkan. Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin COVID-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadianya,” jelas Prof Hinky.

“Namanya trombosis, pembuluh darah membeku. Kalau terjadi di otak muncul gejala pusing, di saluran cerna mual, di kaki pegel. Kalau jumlah trombositnya menurun, ada perdarahan, biru biru di tempat suntikan, ya, itu terjadi, tapi 4-42 hari setelah vaksin. Kalau sekarang terjadi, ya, kemungkinan besar terjadi karena penyebab lain, bukan karena vaksin,” kata Prof Hinky.

Masyarakat juga masih bisa melaporkan kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat. “Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” jelasnya. (***)

*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI

Continue Reading

Kesehatan

Cegah Kanker Serviks: Kolaborasi Bio Farma dan IHC RS Pelabuhan Cirebon Kenalkan CerviScan

Published

on

Grand launching deteksi Ca Cervix dengan Metode PCR HPV-DNA (Sampel Urine) & Vaksin Ca Cervix di Hotel Prima, Kota Cirebon (02/11). (Dokumentasi : @www.biofarma.co.id)

Cirebon, goindonesia.co – Bio Farma bersama IHC RS Pelabuhan Cirebon berkolaborasi cegah kanker serviks dengan memperkenalkan kit diagnostik deteksi dini melalui pemeriksaan urine dengan metode PCR HPV-DNA di Hotel Prima, Kota Cirebon. Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini. 

Direktur Medis dan Hubungan Kelembagaan Bio Farma, Sri Harsi Teteki mengatakan bahwa kanker serviks sangat berbahaya bagi perempuan karena sering ditemukan pada stadium lanjut sehingga pengobatannya terlambat.

“Kanker serviks sangat berbahaya bagi perempuan, seperti kita ketahui kanker serviks menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara. Kanker serviks sering kali ditemukan pada stadium lanjut karena tidak adanya gejala pada stadium awal kanker serviks.” ujar Sri Harsi Teteki.

“Sebab itu, pentingnya bagi perempuan untuk melakukan deteksi dini, karena Kanker serviks dapat terdeteksi dengan kita rutin melakukan deteksi dini, lebih awal ditemukan akan memberikan harapan hidup lebih baik.” tambahnya.

Wakil Wali Kota Cirebon, Dra. Hj. Eti Herawati, M.A.P. mengungkapkan dirinya sangat berterima kasih karena diagnostik kit ini memenuhi kebutuhan perempuan dalam melakukan deteksi dini dengan nyaman.

“Atas nama Pemerintah Kota Cirebon, saya mengucapkan terima kasih atas kolaborasi yang terjadi, diagnostik kit ini merupakan jawaban atas kebutuhan perempuan untuk melakukan deteksi dini dengan nyaman.” ungkap Eti Herawati.

“Saya juga berharap dengan adanya kit diagnostik ini kedepannya dapat meningkatkan kesadaran tentang bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini bagi masyarakat khususnya Cirebon.” tambah Eti.

Masih tingginya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan karena rendahnya kesadaran perempuan untuk melakukan deteksi dini dikarenakan merasa takut dan malu.

Kanker serviks juga termasuk penyakit yang disebut sebagai “Silent killer” karena tidak adanya gejala pada stadium awal kanker serviks. Hampir semua kasus kanker serviks (lebih dari 95%) disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Dr. Hj. Siti Maria Listiawaty, MM mengatakan dengan adanya kit diagnostik yang lebih nyaman dan efektif ini dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat dalam mencegah kanker serviks.

“Dengan adanya metode yang lebih efektif dan nyaman ini, saya berharap masyarakat akan lebih sadar tentang bahayanya kanker serviks, masyarakat juga tidak perlu takut dan malu lagi untuk melakukan pemeriksaan karena metode yang digunakan adalah mengambil sampel urine.” ungkap Siti Maria.

Karena itu, Maria berharap dengan alat deteksi dini terhadap Human Papillomavirus (HPV) penyebab kanker serviks yang dihadirkan Bio Farma, tidak ada lagi kendala melakukan deteksi dini karena lebih praktis dan nyaman. (***)

*Bio Farma, @www.biofarma.co.id

Continue Reading

Trending