Health

Pandu Riono dkk Bikin Aliansi Ilmuwan, Sodorkan Skenario Pascapandemi

Published

on

Tes Corona (Rifkianto Nugroho/detikcom)

Jakarta, goindonesia.co — Skenario pascaandemi disusun dalam suatu peta jalan (road map) yang jadi acuan seluruh proses transformasi yang harus kita capai secara terencana. Secara umum, peta jalan ini terdiri atas tiga fase.

Pertama, fase supression dengan target utama menekan angka kasus dan kematian secara drastis dalam satu periode tertentu. Fase ini menerapkan strategi “pull and push” yakni kombinasi antara pembatasan sosial dan pelacakan secara masif dan terpadu. Fase kedua adalah stabilization dengan tujuan utama untuk mengendalikan skala penularan pada tingkat tertentu dan mempersiapkan pembukaan secara parsial aktivitas sosial ekonomi, misalnya sekolah dan perkantoran. Dalam fase ini, dua unsur utama perlu ditekankan. Pertama, pengembangan teknik pengendalian risiko penularan virus Corona khususnya terkait dengan sirkulasi udara yang diterapkan di sektor sektor berisiko tinggi, misalnya pabrik, restoran, dan pusat perbelanjaan.

Kedua, penguatan surveilans yang melibatkan komunitas sebagai ujung tombak pelacakan dan isolasi. Fase ketiga adalah normalization di mana secara keseluruhan pandemi dapat dikatakan telah terkendali dan masyarakat sudah bisa hidup secara normal. Pada fase ini tingkat persepsi risiko di masyarakat sudah tinggi dan sistem pelacakan sebagai instrumen surveilans khususnya di tingkat komunitas sudah terlembagakan dengan baik. Indikator utama fase ketiga ini adalah rerata tes positif di bawah 1% dan jumlah kasus harian di bawah 1,000.

Dengan asumsi setiap fase membutuhkan waktu 3-4 bulan, maka dalam setahun Indonesia sudah relatif bebas dari pandemi. Jika ini terjadi, aturan protokol kesehatan sudah bisa kita longgarkan termasuk penggunaan masker. Aktivitas ekonomi dapat pulih sepenuhnya dan kita bisa kembali mengejar target-target pembangunan.

Dalam implementasinya, ketiga tahapan dalam peta jalan ini membutuhkan kolaborasi nasional antara pemerintah dengan segenap unsur masyarakat sipil, khususnya organisasi yang selama ini bergerak dalam penanganan pandemi berbasis komunitas. Pada saat bersamaan, penggunaan teknologi dan sistem pendataan yang andal, transparan, dan akuntabel adalah hal mutlak untuk melewati setiap tahapan dengan baik.

Tata Kelola Pandemi

Satu pelajaran paling penting dari pandemi adalah bahwa Indonesia tidak memiliki tata kelola pandemi yang sistematis. Tata Kelola Pandemi adalah suatu sistem pendeteksian, penanganan, dan penyelesaian bencana wabah penyakit pada skala nasional yang meliputi aspek medis, sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Sikap penyangkalan Pemerintah di masa awal pandemi serta respons sporadis ketika jumlah kasus meledak adalah indikasi lemahnya kapasitas institusional menghadapi situasi bencana wabah penyakit berskala global. Ketiadaan cetak biru (blueprint) sistem tata kelola pandemi juga terlihat dari sikap Presiden Joko Widodo untuk terus mengubah format organisasi penanganan pandemi dari satu kementerian ke kementerian yang lain.

Karena itu, pandemi Covid-19 semestinya menjadi momentum untuk membangun sistem tata kelola pandemi yang andal dan berbasis kompetensi. Ini bisa dimulai dengan membenahi organisasi penanganan pandemi yang lepas dari domain kementerian dan dijalankan oleh sekelompok teknokrat kompeten dan independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Dalam jangka panjang, organisasi ini menjadi embrio badan nasional pengendalian wabah penyakit yang berfungsi seperti Center for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat. Ketika terbentuk, badan ini tidak hanya memainkan peran penting untuk mengakhiri pandemi Covid-19, tetapi juga membangun ketahanan Indonesia dalam menghadapi risiko pandemi di masa datang.  (***)

Trending

Exit mobile version