Connect with us

Health

Ketua Komnas Perlindungan Anak Himbau Para Ibu Seluruh Nusantara Tolak BPA

Published

on

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait (Photo : Istimewa)

Jakarta, goindonesia.co – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menghimbau para ibu di seluruh Nusantara agar menolak kemasan makanan dan minuman dari plastik yang mengandung Bisphenol-A (BPA). Sebab secara umum BPA berbahaya bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil.

Inilah salah satu poin penting yang disampaikan Ketua Komnas PA, di hadapan media dan para ibu, saat berlangsung acara Konferensi Pers “Bahaya BPA Bagi Bayi, Balita dan Janin,” kantor Komnas Perlindungan Anak, Jalan TB Simatupang No. 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa, 8 Juni 2021.

“Pagi hari ini, kita ada kesempatan untuk berdialog. Ada persoalan serius. Ada zat Bisphenol A (BPA) yang sekarang ini menjadi agenda internasional. Saya hanya mengingatkan kepada ibu-ibu di Nusantara bahwa BPA berbahaya,” tegas Arist merdeka Sirait.

Menurut Arist, pada galon guna ulang tersebut bisa terjadi migrasi BPA karena di jalan saat pengangkutan terpapar matahari, dilempar – lempar yang membuat terkelupas. “Tidak hanya galon guna ulang, tapi juga wadah plastik lain. Intinya harus menolak BPA,” seru Arist.

Arist juga mendesak BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sebagai pemegang regulator peredaran pangan dan obat-obatan untuk memberi label peringatan konsumen pada kemasan plastik yang mengandung BPA.

“Setelah ini (konferensi pers-red) saya akan mendatangi BPOM untuk mendesak agar segera dilakukan pelabelan,” ujarnya.

Segala hal menyangkut informasi produk, kata Arist, harus jelas. Kode daur ulang juga harus dicantumkan besar – besar. Supaya ibu – ibu dapat melihat dengan jelas sehingga bisa menghindari. Karena dampak paparan BPA itu bisa menimbulkan kanker, lahir prematur.

“Bahkan hasil penelitian terbaru pada 21 April 2021, bukan hanya berbahaya bagi bayi balita dan janin, tapi juga merusak otak orang dewasa,” tandas Arist.

Sememtara itu menurut Ketua Umum Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL), Roso Daras, seperti yang disampaikan melalui Sekjen JPKL, Teguh Yuswanto, mendesak Badan POM agar segera memberi label peringatan konsumen.

“Kenapa dikhususkan kepada bayi, balita dan pada ibu hamil? Karena mereka kelompok usia rentan yang mudah terdampak penyakit akibat paparan BPA secara akumulatif,” ujar Masyus menambahkan.

Menurut Teguh, dampaknya tidak tanggung-tanggung. “Bagi, janin yang berada di dalam kandungan bisa lahir prematur jika sang ibu yang sedang hamil selalu mengonsumsi dari wadah yang mengandung Bisphenol A,” terangnya mengingatkan.
Selain itu, dampaknya bayi juga bisa terjangkit kanker dan penyakit lain di kemudian hari, terutama juga pada otak. “Bahkan ada studi terbaru dampaknya bukan saja bagi bayi, balita dan janin saja tapi juga bagi orang dewasa,” ujar Teguh.

Perjuangan JPKL meminta kepada BPOM supaya bersedia memberi label peringatan konsumen pada kemasan plastik mengandung BPA, sudah sejak 5 bulan silam. Namun BPOM tidak segera menindaklanjuti usulan JPKL. Padahal JPKL dalam pertemuan dengan TIM BPOM (Cendekia Sri Murwani, Direktur Pengawasan Produksi Pangan Olahan) pada 4 Februari 2021, sudah membawa beberapa bukti pemberitaan baik dari media dalam negeri dan luar negeri tentang bahaya BPA.

Tahun 2017 Jepang, dan Kanada sejak tahun 2010 sudah melarang penggunaan BPA. Namun pihak BPOM belum bergerak. Justru anehnya BPOM meminta JPKL melakukan penelitian tersebut. Permintaan tersebut jelas tidak bisa dilakukan, mengingat JPKL organisasi wartawan, bukan lembaga penelitian.

Untuk pembuktian hipotesis bahwa kemasan plastik galon guna ulang telah terpapar BPA, JPKL menunjuk salah satu laboratorium yang kredibel, independent dan terakreditasi untuk menganalisis sampel yang diserahkan oleh JPKL.

JPKL menyerahkan 6 galon yang dibeli di mini market kemudian dilakukan treatment. 2 galon tidak dilakukan treatment apapun. Dua galon dijemur selama seminggu. Dan 2 galon yang lain nya lagi dijemur secara extrim selama 56 hari.

Setelah galon itu dianalisis oleh pihak laboratorium ternyata terbukti ada migrasi BPA yang besarnya di atas batas toleransi yang diijinkan BPOM. BPOM memberi batas toleransi sebesar 0,6 PPM atau bpj. Sedang dari hasil analisis yang dilakukan laboratorium berkisar antara 2 hingga 4 PPM.

Hasil analisa migrasi BPA ini telah disampaikan JPKL kepada BPOM melalui surat tertanggal 10 Mei 2021. Dilampirkan juga dokumen pendukung riset sederhana BPA pada jemur Matahari dan kajian dari referensi penelitian serta penerapan kebijakan terkait BPA di beberapa negara termasuk di Indonesia.

“Surat tersebut di atas juga kami tembuskan ke Kemenperin, Badan Standarisasi Nasional, Kemenkoinfo, dan lembaga lain sebagai informasi,” terang Teguh.

Melihat betapa bahaya BPA mengintai anak – anak Indonesia, di sinilah peran Komnas Anak ikut merasa terpanggil untuk ikut mendesak BPOM dan memberi informasi kepada masyarakat, agar berhati hati dalam memilih wadah makanan maupun minuman.

“Saat ini, semua botol susu bayi sudah terbebas dari BPA. Tapi jadi mubazir jika sumber air yang digunakan untuk membuat susu dari air galon guna ulang yang termigrasi BPA,” kata Teguh.

Baik JPKL maupun Arist Merdeka Sirait sepakat selain berjuang dengan mendesak ke BPOM, juga secara bertahap mengedukasi ibu – ibu agar mengetahui akan bahaya BPA. “Nantinya ibu – ibu yang sudah paham akan bahaya BPA menjadi agen perubahan yang akan menularkan kepada ibu – ibu yang lain,” harap Teguh. (***)

Kesehatan

Kenali Gejala Jantung Sejak Dini

Published

on

Ilustrasi pasien penderita Gejala Jantung (Foto : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, pola makan yang tidak seimbang, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, dan kurangnya aktivitas fisik. Perilaku tersebut merupakan salah satu kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK). Dilaporkan, 50% penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, data Riskesdas pada 2018 menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5%, sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner sebesar 0,5% pada 2013. Berdasarkan Global Status Report on NCD 2019 (IHME), sebanyak 17,8 juta kematian, atau 1 dari 3 kematian di dunia setiap tahun, disebabkan oleh penyakit jantung.

“Kalau dari hasil IHME survei yang kita lihat bahwa penyakit jantung iskemik pada 2019 itu menempati urutan nomor satu dan pada 2021, pasca-COVID-19 pun masih menempati urutan nomor satu, hanya dari jumlah kematian terjadi penurunan sedikit, tapi perbedaannya tidak terlalu besar,” kata dr. Nadia pada temu media Hari Jantung Sedunia (HJS) pada Senin (23/9/2024).

dr. Nadia melanjutkan, secara global, penyakit jantung iskemik tetap menjadi penyebab utama kematian. Sementara di Indonesia, penyakit stroke menjadi penyebab kematian terbesar. Berdasarkan total kematian, terjadi penurunan jumlah kematian akibat stroke dari 21,8% pada 2019 menjadi 18,49% pada 2021, diikuti oleh penyakit jantung iskemik.

“Jadi, di Indonesia itu sebaliknya yang menjadi penyebab utama kematian justru adalah stroke dan bisa saja penyebabnya karena mungkin layanan kesehatan deteksinya belum betul-betul merata sehingga tidak terdeteksi dan masih menjadi salah satu isu,” lanjut dr. Nadia.

Pada 2023, terjadi peningkatan jumlah pembiayaan untuk penyakit katastropik yang mencapai Rp34,8 triliun, di mana penyakit kardiovaskular (jantung dan stroke) menjadi penyakit dengan pembiayaan terbesar, yakni Rp22,8 triliun, dalam program JKN.

Lebih lanjut, dr. Nadia menyebutkan empat perilaku masyarakat yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, yaitu merokok, kurang aktivitas fisik, minim konsumsi buah dan sayur, serta konsumsi gula, garam, dan lemak secara berlebihan.

“Bisa dilihat penyakit jantung saat ini mulai banyak pada usia-usia muda. Kenapa terjadi pergeseran usia pada penyakit jantung? Karena adanya perubahan gaya hidup yang tidak sehat,” kata dia melanjutkan.

Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian di dunia selama 20 tahun terakhir. Kematian akibat penyakit jantung secara global mencapai hingga 18,6 juta setiap tahunnya. Angka kematian tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 20,5 juta pada 2020 dan 24,2 juta pada 2030.

President of Indonesian Heart Association dr. Radityo Prakoso, yang juga hadir sebagai narasumber dalam temu media HJS, menjelaskan bahwa penyakit jantung iskemik berkontribusi terhadap persentase kematian tertinggi di antara berbagai penyakit jantung. Selain itu, penyakit jantung tidak hanya ditemukan pada usia tua, tetapi juga pada usia muda.

“Gaya hidup tidak sehat menjadi penyebab paling umum dari penyakit jantung koroner di usia muda,” kata dr. Radityo.

Lebih lanjut, dr. Radityo menyebutkan beberapa gejala yang mengarah pada penyakit jantung, yaitu rasa tidak nyaman di area dada (nyeri, sesak, tertekan, terbakar); mual dan muntah; keringat dingin; pusing atau pingsan; nyeri yang menjalar ke lengan, rahang, tenggorokan, atau punggung; kaki bengkak; mudah lelah; berdebar-debar; detak jantung tidak teratur; serta batuk yang tidak kunjung sembuh dengan sputum berwarna pink muda atau putih berbusa.

“Kendati demikian, gejala tersebut dapat bervariasi antara individu. Segera periksakan diri Anda ke dokter apabila ada dugaan kuat penyakit jantung terutama jika memiliki risiko tinggi,” kata dr. Radityo.

dr. Radityo melanjutkan, 80% penyakit jantung dapat dicegah melalui pencegahan primer, yaitu promosi kesehatan dan proteksi spesifik, seperti berhenti merokok, makan makanan sehat, rutin beraktivitas fisik, menghindari konsumsi alkohol berlebihan, tidur yang cukup, dan menjaga berat badan tetap ideal.

Sementara itu, pencegahan sekunder dilakukan dengan deteksi dini dan tata laksana awal segera, seperti evaluasi tekanan darah, evaluasi kadar kolesterol, indeks massa tubuh (IMT), dan kadar gula darah secara rutin atau berkala.

Dr. Rita Ramayulis, selaku perwakilan dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia yang juga hadir sebagai narasumber, menekankan pentingnya pengaturan konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL). Konsumsi gula sebaiknya dibatasi hingga 50 gram per hari, garam 2.000 mg per hari, dan lemak 67 gram per hari.

“Kecukupan konsumsi gula dalam pembagian bahan makanan sehari menurut gizi seimbang untuk laki-laki usia 19-29 tahun dengan 2725 kkal,” kata Dr. Rita.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah merumuskan beberapa strategi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit jantung koroner dengan pendekatan PATUH dan CERDIK.

PATUH: Periksa kesehatan secara rutin dan mengikuti anjuran dokter; Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur; Tetap diet dengan gizi seimbang; Upayakan aktivitas fisik dengan aman; Hindari asap rokok, alkohol, dan zat karsinogenik lainnya.

CERDIK: Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktivitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat cukup, Kelola stres.

Kemenkes RI memperingati Hari Jantung Sedunia dengan menggelar temu media melalui Zoom Meeting pada Senin (23/9/2024). Temu media ini mengangkat tema global “Use Heart, For Action”, dan tema nasional “Ayo Bergerak untuk Sehatkan Jantungmu.” (***)

*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI

Continue Reading

Kesehatan

Tidak Ada Efek Samping Akibat Vaksin COVID-19 di Indonesia

Published

on

Ilustrasi vaksin COVID-19 (Foto : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia. Hal ini berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komnas KIPI.

“Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulaiuji klini tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar” kata Prof Hinky.

Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin COVID-19 termasuk TTS. Survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.

“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” jelas Prof Hinky.

“Jadi, kami melaporkan pada waktu itu tidak ada kasus TTS terkait vaksin COVID-19,” lanjut Prof Hinky.

Indonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19. Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Setelah surveilans aktif selesai, Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif hingga hari ini. Berdasarkan laporan yang masuk, tidak ditemukan laporan kasus TTS.

TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.

“Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bila ditemukan penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikkan. Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin COVID-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadianya,” jelas Prof Hinky.

“Namanya trombosis, pembuluh darah membeku. Kalau terjadi di otak muncul gejala pusing, di saluran cerna mual, di kaki pegel. Kalau jumlah trombositnya menurun, ada perdarahan, biru biru di tempat suntikan, ya, itu terjadi, tapi 4-42 hari setelah vaksin. Kalau sekarang terjadi, ya, kemungkinan besar terjadi karena penyebab lain, bukan karena vaksin,” kata Prof Hinky.

Masyarakat juga masih bisa melaporkan kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat. “Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” jelasnya. (***)

*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI

Continue Reading

Kesehatan

Cegah Kanker Serviks: Kolaborasi Bio Farma dan IHC RS Pelabuhan Cirebon Kenalkan CerviScan

Published

on

Grand launching deteksi Ca Cervix dengan Metode PCR HPV-DNA (Sampel Urine) & Vaksin Ca Cervix di Hotel Prima, Kota Cirebon (02/11). (Dokumentasi : @www.biofarma.co.id)

Cirebon, goindonesia.co – Bio Farma bersama IHC RS Pelabuhan Cirebon berkolaborasi cegah kanker serviks dengan memperkenalkan kit diagnostik deteksi dini melalui pemeriksaan urine dengan metode PCR HPV-DNA di Hotel Prima, Kota Cirebon. Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini. 

Direktur Medis dan Hubungan Kelembagaan Bio Farma, Sri Harsi Teteki mengatakan bahwa kanker serviks sangat berbahaya bagi perempuan karena sering ditemukan pada stadium lanjut sehingga pengobatannya terlambat.

“Kanker serviks sangat berbahaya bagi perempuan, seperti kita ketahui kanker serviks menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara. Kanker serviks sering kali ditemukan pada stadium lanjut karena tidak adanya gejala pada stadium awal kanker serviks.” ujar Sri Harsi Teteki.

“Sebab itu, pentingnya bagi perempuan untuk melakukan deteksi dini, karena Kanker serviks dapat terdeteksi dengan kita rutin melakukan deteksi dini, lebih awal ditemukan akan memberikan harapan hidup lebih baik.” tambahnya.

Wakil Wali Kota Cirebon, Dra. Hj. Eti Herawati, M.A.P. mengungkapkan dirinya sangat berterima kasih karena diagnostik kit ini memenuhi kebutuhan perempuan dalam melakukan deteksi dini dengan nyaman.

“Atas nama Pemerintah Kota Cirebon, saya mengucapkan terima kasih atas kolaborasi yang terjadi, diagnostik kit ini merupakan jawaban atas kebutuhan perempuan untuk melakukan deteksi dini dengan nyaman.” ungkap Eti Herawati.

“Saya juga berharap dengan adanya kit diagnostik ini kedepannya dapat meningkatkan kesadaran tentang bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini bagi masyarakat khususnya Cirebon.” tambah Eti.

Masih tingginya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan karena rendahnya kesadaran perempuan untuk melakukan deteksi dini dikarenakan merasa takut dan malu.

Kanker serviks juga termasuk penyakit yang disebut sebagai “Silent killer” karena tidak adanya gejala pada stadium awal kanker serviks. Hampir semua kasus kanker serviks (lebih dari 95%) disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Dr. Hj. Siti Maria Listiawaty, MM mengatakan dengan adanya kit diagnostik yang lebih nyaman dan efektif ini dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat dalam mencegah kanker serviks.

“Dengan adanya metode yang lebih efektif dan nyaman ini, saya berharap masyarakat akan lebih sadar tentang bahayanya kanker serviks, masyarakat juga tidak perlu takut dan malu lagi untuk melakukan pemeriksaan karena metode yang digunakan adalah mengambil sampel urine.” ungkap Siti Maria.

Karena itu, Maria berharap dengan alat deteksi dini terhadap Human Papillomavirus (HPV) penyebab kanker serviks yang dihadirkan Bio Farma, tidak ada lagi kendala melakukan deteksi dini karena lebih praktis dan nyaman. (***)

*Bio Farma, @www.biofarma.co.id

Continue Reading

Trending