Organisasi petani nasional Malaysia (National Famers Organization/NAFAS) belajar teknologi budidaya padi ke Kabupaten Banyuwangi (Dokumentasi : @banyuwangikab.go.id)
Banyuwangi, goindonesia.co – Organisasi petani nasional Malaysia (National Famers Organization/NAFAS) belajar teknologi budidaya padi ke Kabupaten Banyuwangi. Mereka tertarik dengan teknologi budidaya padi di yang mampu panen 4 kali dalam setahun.
“Kami ingin belajar bagaimana di sini (Banyuwangi) bisa memproduksi padi hingga 4 kali dalam setahun. Sementara di Malaysia, kami baru mencoba 5 kali dalam 2 tahun,” kata perwakilan NAFAS, Syamsul Khamal, saat bertemu Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani di Pendopo Banyuwangi pekan lalu.
NAFAS merupakan gabungan seluruh koperasi petani nasional di negeri jiran Malaysia. NAFAS bertanggung jawab atas subsidi input pada komoditas padi di seluruh Malaysia. Dalam kesempatan itu, Syamsul hadir bersama tim, di antaranya Dato’ Haji Ismail (chairman), Datuk Haji Mohammad Rosli, Datuk Hajah Azlinda, Sirojudin Al Amin (assisten manager), dan Abdul Khaliq (assisstant manager for ladang).
Kepada Ipuk, Syamsul menjelaskan bahwa mereka secara khusus ingin mempelajari varietas padi dengan produktivitas tinggi. Salah satunya adalah varietas Indeks Pertanaman (IP) 400 yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) RI. Padi ini banyak ditanam di Banyuwangi.
Kelebihan varietas ini adalah memiliki waktu panen yang lebih cepat, antara 70-100 Hari Setelah Sebar (HSS). Ini lebih cepat dibanding varietas padi biasa, yang baru bisa panen pada usia 110-120 HSS.
“Kami ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan IP 400 ini di sini. Semoga varietas ini cocok dengan kondisi di Malaysia, bisa meningkatkan produktivitas pertanian kami menjadi 4 kali dalam setahun seperti Banyuwangi,” ujarnya.
Bupati Ipuk menyambut baik kedatangan tim NAFAS tersebut. Menurutnya, ini menjadi kesempatan untuk saling berbagi ilmu untuk peningkatan produktivitas dari kedua belah pihak.
“Silakan kita saling belajar, teknologi pertanian apa yang sekiranya bisa kita terapkan di masing-masing negara. Kami juga berharap pertemuan ini bisa memberikan insight baru yang mendukung pengembangan Banyuwangi, utamanya di sektor pertanian,” ujarnya.
Plt Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi Ilham Juanda menjelaskan varietas IP 400 sendiri mulai dibudidayakan di Banyuwangi sejak 3 tahun lalu di lahan seluas 755 ha yang tersebar di 12 kecamatan, 20 desa, dan melibatkan 22 kelompok tani.
“Kalau di Banyuwangi, varietas yang dipakai adalah super genjah, yakni benih yang memiliki masa panen 70-100 hari,” urai Ilham.
Selain pemilihan varietas, lanjut Ilham, kunci keberhasilan IP 400 juga tergantung pada proses mekanisasi pengolahan sawah. Mulai pengolahan tanah, persemaian benih, proses tanam, budidaya, hingga panen dilakukan menggunakan alat mesin pertanian dalam rangka mempercepat masa tanam.
“Di Banyuwangi, mereka melihat proses itu semua di Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (Upja) Tani Makmur di Desa Gladag Kecamatan Rogojampi. Upja Tani ini mengembangkan IP 400 sejak 2020. Mereka merupakan lembaga ekonomi di pedesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alsintan untuk memperoleh keuntungan usaha. Mereka ini tergolong berhasil,” kata Ilham. (***)
*@banyuwangikab.go.id