Para pembalap Tour de Ijen dikenalkan dengan tradisi pesantren dengan mengenakan sarung dan kopiah saat mengikuti prosesi pembukaan (Foto : @banyuwangikab.go.id)
Bantuwangi, goindonesia.co – International Tour de Banyuwangi Ijen dimulai hari ini dengan etape pertama mengambil start di SMKN 2 Tegalsari yang berada di kawasan pondok pesantren, Senin (22/7/2022). Menariknya, para pembalap Tour de Ijen dikenalkan dengan tradisi pesantren dengan mengenakan sarung dan kopiah saat mengikuti prosesi pembukaan.
Mereka terlihat bergembira saat mencoba mengenakan sarung. Banyak pembalap yang berfoto dan berpose dengan mengenakan sarung dan kopiah.
“Cukup sulit untuk dipakai bagi orang yang pertama kali mencoba. Saya harus menguasai tekniknya. Sangat menyenangkan bisa mencoba sarung, dan kopiah ini” ujar pembalap Aidan Buttigieg, dari tim St. George Continental Cycling Team Australia saat mencoba mengenakan sarung dan dibantu oleh kru panitia yang mendampingi.
Usai mendapat penjelasan makna dan fungsi sarung, Aidan mengaku kagum yang mengetahui ini menjadi tradisi busana santri hingga digunakan untuk pakaian beribadah umat muslim di Indonesia.
“Sebuah kehormatan saya bisa mencoba budaya dan juga tradisi beragama masyarakat di sini. Sebagaimana memang seharusnya,” kata Aiden.
Selain Aiden juga ada pembalap 7ElevenThailand, Even Yemane asal Eritrea yang sangat antusias memakai sarung. Pembalap berusia 18 tahun ini juga mengaku senang dengan suasana pondok pesantren yang menjadi lokasi start.
“Indonesia terkenal dengan mayoritas muslimnya, tentunya ini tradisi yang baik dan bisa kita coba selama di sini. Nyaman dipakai,” kata Even.
Di start etape satu, ratusan santri dan pelajar memadati lokasi. Mereka memberikan semangat pada pembalap yang akan memulai lomba. banyak warga dan santri tumpah ruah menyemangati 100 pembalap lebih yang datang dari berbagai manca negara.
Wakil Ketua Umum PB ISSI Silmy Karim yang hadir di lokasi mengapresiasi Banyuwangi yang terus menggelar Tour de Ijen. Tidak hanya untuk memajuka olahraga balap sepeda, namun jug amemadukan olahraga dengan pariwisata dan mengenalkan tardisi nusantara ke dunia.
“Banyuwangi luar biasa, tidak hanya bekerja keras menyiapkan even level internasional tapi juga memadukannya dengan kearifan budaya lokal,” tambah Silmy.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan pemakaian sarung dan kopiah di ajang internasional seperti ITDBI ini, sangat efektif dijadikan sarana memperkenalkan tradisi pesantren yang merupakan ikon pendidikan asli nusantara, sekaligus juga untuk mengkampanyekan nilai-nilai toleransi dan keberagaman.
“Kami senang para pembalap cukup antusias memakai sarung dan kopiah, ini menunjukkan mereka juga memiliki toleransi yang tinggi pada keberagaman,” imbuhnya.
Penggunaan Sarung dan kopiah juga menjadi simbol akar yang kuat akan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh Banyuwangi, seiring dengan upaya menjadikan daerah sebagai bagian dari destinasi pariwisata berskala global. Sebagaimana ITDBI merupakan sebuah upaya promosi sporttourism untuk mendatangkan wisatawan ke daerah.
Di etape pertama ini rute yang dilintasi sepanjang 136,2 KM, dengan start di SMKN 2 Tegalsari dan finish di kantor Pemkab Banyuwangi. (***)
*Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, @banyuwangikab.go.id