Putu Aldi Philberta Harta Celuk, Ketua Sanggar Seni Anglocita Suara (Foto : @bulelengkab.go.id)
Buleleng, goindonesia.co – Seni karawitan bukan hanya sekadar warisan, tapi juga sebuah bahasa yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Begitulah semangat yang membara di hati Putu Aldi Philberta Harta Celuk, Ketua Sanggar Seni Anglocita Suara, dalam menjaga dan mengembangkan seni budaya Bali dalam acara Bincang Komunikasi, Selasa (30/7).
Didirikan pada tahun 2015, sanggar yang berlokasi di Desa Penarukan, Kabupaten Buleleng ini telah berhasil menggelar berbagai pertunjukan di daerah bahkan hingga ke mancanegara. Dengan fokus pada penggalian, pelestarian, dan pengembangan seni, Sanggar Anglocita Suara telah berhasil menghidupkan kembali Tari Cendrawasih yang hampir punah dan menciptakan karya-karya inovatif yang menggabungkan unsur tradisional dan modern.
Dengan pengalaman internasional sebagai Duta Republik Indonesia dalam acara Cunan Wedans di Korea Selatan dan pertunjukan seni di Aula Hasanuddin Kuala Lumpur, Malaysia, Putu Aldi menekankan pentingnya regenerasi dan inovasi dalam seni karawitan. Menurutnya, modernisasi memberikan peluang besar bagi percepatan regenerasi seni di Bali.
“Meskipun telah banyak prestasi yang diraih, Sanggar Anglocita Suara masih menghadapi tantangan, seperti semakin sempitnya ruang tampil di luar negeri. Namun, sanggar tetap optimis dan terus berupaya memperluas jaringan kerjasama, termasuk dengan Duta Besar Indonesia di berbagai negara,” tegasnya.
Sanggar Seni Anglocita Suara juga berkomitmen untuk mengedukasi generasi muda agar mencintai seni budaya Bali yang kaya akan nilai-nilai luhur dan merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia. Dengan berbagai prestasi dan inovasi yang telah diraih, sanggar ini tidak hanya menjaga tradisi tetapi juga membawa seni karawitan Bali ke kancah internasional.
Dalam menghadapi pengaruh budaya asing, upaya untuk menjaga keaslian kesenian Bali khususnya di Buleleng, semakin intensif dilakukan. Meskipun terbuka terhadap pengaruh budaya asing, ada upaya gigih untuk tetap mematuhi pakem dan aturan yang telah lama mengakar dalam kesenian Bali.
Pentingnya evaluasi dalam setiap pementasan juga ditekankan.
Pihaknya juga mengapresiasi adanya ruang kesenian yang difasilitasi oleh pemerintah, salah satunya di RTH Bung Karno. “Dengan adanya RTH Bung Karno yang kini bisa digunakan untuk pentas, para seniman memiliki wadah untuk berkreasi dan mempromosikan karya mereka. Namun, evaluasi tahunan diperlukan agar pementasan tidak monoton dan selalu menarik minat penonton,” imbuhnya.
Dirinya menyoroti, kolaborasi internasional juga patut untuk terus ditingkatkan. Salah satu contoh adalah kolaborasi dengan seniman kenalannya dari Kanada yang sudah mulai mengadopsi kesenian karawitan, yang sering berbagi karya, cerita, dan pengalaman. “Budaya Barat memiliki disiplin yang tinggi dalam proses penciptaan seni, dan itu yang bisa kita pelajari dan adopsi,” kata Putu Aldi.
Dengan semangat keterbukaan yang tetap berpegang pada tradisi, dirinya berharap kesenian Bali khususnya di Buleleng terus berkembang dalam menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan identitasnya. (***)
*Pemerintah Kabupaten Buleleng