Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (Foto : @kemlu.go.id)
Vientiane, Laos, goindonesia.co – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengangkat pentingnya merevitalisasi ASEAN Regional Forum (ARF) di tengah tantangan keamanan global yang terus berevolusi. Hal itu ditekankan Menlu Retno pada Pertemuan ke-31 para Menlu ARF di Vientiane, Laos, Sabtu (27/7).
Dalam pertemuan ARF, beberapa isu yang banyak disoroti para Menlu negara ARF di antaranya terkait isu Myanmar, isu Laut China Selatan, isu Ukraina, dan situasi kemanusian di Palestina.
“Posisi Indonesia terhadap isu-isu tersebut selalu sama, yakni kita harus menghormati dan menerapkan hukum internasional secara konsisten”, tegas Retno.
Menlu Retno menggarisbawahi pentingnya revitalisasi ARF di tengah situasi dunia yang penuh krisis, agar ARF tidak kehilangan relevansinya. Dalam kaitan ini, Menlu Retno mengungkap tiga hal untuk memajukan ARF ke depan.
Pertama, fokus pada tantangan baru yang berkembang.
Menlu Retno menekankan pentingnya ARF dapat menangani isu-isu keamanan non-tradisional yang semakin berkembang, seperti migrasi penduduk akibat perubahan iklim, keamanan pangan, keamanan teknologi dan menyebarnya kejahatan transnasional seperti perdagangan obat-obatan terlarang dan TPPO.
“Kita harus memperkuat ARF Annual Security Outlook, tidak hanya untuk sharing informasi dan data, tetapi juga sebagai dasar untuk mendorong berbagai kerja sama praktis, termasuk program peningkatan kapasitas dan table-top exercises”, ungkap Retno.
Kedua, memperkuat upaya menjaga stabilitas maritim, termasuk di Laut China Selatan, Laut Timur, Laut Merah dan Laut Hitam.
Dalam kaitan ini, Menlu Retno mendorong agar penguatan hukum internasional, termasuk UNCLOS dapat diintegrasikan ke dalam setiap unit kerja ARF. Berbagai kolaborasi di bidang maritim juga harus didukung, termasuk patroli maritim dan pelatihan bersama untuk mengatasi tantangan maritim seperti piracy.
Ketiga, memastikan agar ARF tetap inklusif.
“ARF harus dapat meningkatkan engagement dengan mekanisme Track 1.5 dan Track 2, termasuk dengan Dewan Kerja sama Keamanan d Asia Pasifik (CSCAP) untuk dapat mengembangkan mekanisme diplomasi preventif”, pungkas Retno.
ARF dibentuk ASEAN tahun 1994 dan menjadi salah satu platform utama untuk membahas isu-isu politik dan keamanan kawasan. Kerja sama ARF dilakukan melalui tiga tahapan, yakni: 1) pembangunan rasa saling percaya (confidence-building); 2) diplomasi preventif (preventive diplomacy) di kawasan Asia Pasifik; dan 3) mekanisme penyelesaian konflik (Conflict Resolution mechanisms). ARF terdiri dari 27 negara anggota yang terdiri atas seluruh negara anggota ASEAN, 10 negara Mitra Wicara ASEAN serta beberapa negara di kawasan yaitu: Papua Nugini, Mongolia, Korea Utara, Pakistan, Timor-Leste, Bangladesh dan Sri Lanka.
Pertemuan ARF ke-31 di Vientiane menghasilkan 4 (empat) dokumen, yakni Concept Paper terkait Kode Keamanan Kapal dan Pelabuhan; Pernyataan Bersama ARF mengenai Keamanan Feri; Rencana Kerja ARF terkait Kontra Terorisme dan Kejahatan Transnasional Periode 2024-2026; dan Rencana Kerja ARF untuk Penanggulangan Bencana Periode 2024-2027. (***)
*Sumber: Kementerian Luar Negeri