Connect with us

Hukum

PKS dan PSI Dukung Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Published

on

Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sistem proposional terbuka dengan agenda mendengarkan keterangan Pihak Terkait, Kamis (23/02) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa.

Jakarta, goindonesia.co– Pembentuk UU memang pernah menerapkan sistem proporsional tertutup namun kemudian berubah dengan menggunakan sistem proporsional terbuka. Hal ini menguatkan bahwa penentuan mekanisme dan tata cara pemilihan adalah kewenangan pembentuk UU sebagai suatu kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Pilihan pembentuk UU menggunakan sistem proporsional terbuka kemudian dikuatkan oleh Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 yang mengedepankan pada suara terbanyak dengan dasar perlindungan terhadap hak asasi manusia para pemilih. Hal ini sejalan dengan pertimbangan hukum MK pada putusan 22-24/PUU-VI/2008 pada sub-paragraf (3.15.3 halaman 105).  

Hal tersebut disampaikan oleh Faudjan Muslim yang mewakili Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai Pihak Terkait dalam Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 dalam sidang yang digelar pada Kamis (23/2/2023) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi. Perkara yang menguji secara materiil Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Pihak Terkait ini dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh Hakim Konstitusi.

Faudjan menegaskan sistem proporsional terbuka perlu tetap dipertahankan. Sistem tersebut akan membuat adanya kedekatan antara pemilih dengan kandidat yang ditawarkan oleh partai politik. Sehingga tingkat tanggung jawab anggota legislatif terhadap konstituen akan tinggi sekaligus dapat memperkuat partisipasi dan kontrol publik. Harapannya kinerja partai dan parlemen juga semakin bisa lebih mudah dievaluasi. Hal ini karena rakyat menentukan langsung siapa yang dipilihnya. Sistem proporsional terbuka akan mendukung dinamika internal partai paling tidak mesin partai akan berjalan maksimal karena adanya kompetisi positif antar bakal calon dewan. Harapannya dinamika tersebut dapat mengajak pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilu sekaligus dapat menarik dukungan untuk memilih kandidat atau partai. Apabila pilihannya tidak sesuai lagi dengan aspirasinya maka pemilih dapat mengubah pilihannya pada pemilu berikutnya.

Bersaing dengan Sehat

Faudjan menjelaskan, Para pemohon mendalilkan dalam permohonannya mendalilkan sistem proporsional terbuka menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal dalam proses pemilihan umum. Terhadap dalil ini, Pihak Terkait menilai para pemohon terlalu pesimis karena bukan yang dianggap popular sehingga tidak dikenal di publik.

“Pada faktanya sistem proporsional terbuka dapat membuat caleg bersaing dengan sehat. Caleg popular dan memiliki elektabilitas yang baik di tengah masyarakat dapat mendekatkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pasca pemilu dan memudahkan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat,” jelas Faudjan.

Hak Recall

Faudjan selanjutnya menjelaskan mengenai hak recall yaitu hak yang melekat dan dimiliki oleh pimpinan partai, baik dalam sistem proporsional terbuka maupun tertutup. Pada sistem proporsional terbuka, implikasi dari recall adalah, pemilih sudah mengetahui siapa pengganti setelahnya yaitu calon legislatif (caleg) dengan suara terbanyak di bawahnya. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup pengganti legislatif yang direcall merupakan kewenangan yang dimiliki partai politik. Akan tetapi pemilih tidak memiliki siapa penggantinya. Hal ini terjadi karena hak recall sendiri tidak lepas dari eksistensi partai politik. Para pemohon menganggap sistem proporsional terbuka menimbulkan individualisme para politisi sehingga menyebabkan konflik internal, kanibalisme internal partai politik sendiri. Pihak Terkait memandang, dengan sistem proporsional tertutup, pemilih tidak memiliki peran dalam menentukan siapa kandidat caleg yang dicalonkan dari partai politik.

Original Intent Pembentuk UU

Pihak Terkait berikutnya yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Diwakili oleh Anthony Winza Prabowo, PSI menegaskan dengan sistem proporsional terbuka rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih. Sehingga akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih yaitu calon yang memperoleh suara dan dukungan rakyat paling banyak.

Anthony menyebutkan original intent dari pembentuk UU adalah proporsional terbuka. “Kenapa saya katakan demikian, karena dalam pengujian materil titik beratnya bukan semata-mata hanya materi UU yang diuji namun yang lebih penting itu adalah batu ujinya sendiri. Bagaimana menafsirkan konstitusi. Makna yang tersirat dan tersurat dalam kata-kata konstitusi tersebut. Jadi, bukan hanya harus melihat legislative intent dari pembentuk UU tetapi juga perlu menggali intensi-intensi orisinil pembentuk konstitusi itu sendiri maupun amendemennya. MK sendiri telah menafsirkan konstitusi dengan menempatkan original intent sebagai faktor yang utama dalam melakukan penafsiran terhadap konstitusi,” terang Anthony.

Menurutnya, hal tersebut dapat dilihat dengan jelas dalam pertimbangan Putusan MK Nomor 1-2/PUU-XII/2014 tepatnya di halaman 106. Pada saat itu MK menyatakan MK harus menggunakan pendekatan yang rigid sejauh UUD 1945 telah mengatur secara jelas kewenangan atributif masing-masing lembaga tersebut. Dalam hal MK terpaksa harus melakukan penafsiran atas ketentuan yang mengatur sebuah lembaga negara, maka MK harus menerapkan penafsiran original intent tekstual, dan gramatikal yang komprehensif yang tidak boleh menyimpang dari apa yang secara jelas tersurat dalam UUD 1945.

“Jadi, penempatan original intent mendahului tekstual lalu kemudian mendahului gramatikal itu adalah yudikatif intent dari MK untuk menyatakan original intent ini memiliki prioritas tertinggi dalam metode menafsirkan,” tegasnya.

Pemilu Sehat

M. Sholeh selaku Pihak Terkait dalam persidangan mengatakan sistem proporsional terbuka menjadikan pemilu menjadi sehat, sebab para caleg jauh sebelum pemilu berlangsung sudah mendekati warga. Berbeda dengan sistem proporsional tertutup yang mana para caleg tidak akan melakukan kerja-kerja politik mendekati warga. Sehingga tidak ada kompetisi dan tidak ada para caleg menyampaikan gagasan maupun program dan mencari simpati warga.

“Banyak caleg yang bukan bermodal besar tetapi bisa berhasil lolos parlemen, misalnya caleg PDIP Johan Budi mantan Komisioner KPK, uang dari mana dia, nyatanya dia bisa terpilih, bisa mengalahkan incumbent Budiman Sujatmiko. Incumbent aja bisa kalah di dapilnya dengan caleg-caleg baru yang memang di situ mau turun ke masyarakat dan sudah punya modal sosialnya tinggi,” ungkap M. Sholeh saat membantah dalil pemohon yang menyatakan caleg harus kaya.

Sebagai informasi, permohonan Nomor 114/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian UU Pemilu diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Para Pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.

Saat sidang pendahuluan di MK pada Rabu (23/11/2022), para Pemohon mendalilkan berlakunya norma-norma pasal tersebut yang berkenaan dengan sistem pemilu proporisional berbasis suara terbanyak, telah bermakna dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis dan struktur partai politik dan tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi partai politik atau organisasi berbasis sosial politik.

Akibatnya, saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah bukan mewakili organisasi partai politik namun mewakili diri sendiri. Oleh karena itu, seharusnya ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah mengikuti pendidikan politik, kaderisasi, dan pembinaan ideologi partai.

Selain itu, menurut Pemohon bahwa pasal-pasal a quo telah menimbulkan individualisme para politisi, yang berakibat pada konflik internal dan kanibalisme di internal partai politik yang bersangkutan. Sebab, proporsional terbuka ini dinilai melahirkan liberalisme politik atau persaingan bebas dengan menempatkan kemenangan individual total dalam pemilu. Mestinya kompetisi terjadi antarpartai politik di area pemilu. Sebab, peserta pemilu adalah partai politik bukan individu seperti yang termaktub dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.

Para Pemohon dirugikan karena pasal-pasal tersebut mengatur sistem penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak karena telah menjadikan pemilu menjadi berbiaya sangat mahal dan melahirkan masalah yang multikompleks.

Sistem proporsional terbuka dinilai Pemohon menciptakan model kompetisi antarcaleg dalam pemilu yang tidak sehat karena mendorong caleg melakukan kecurangan termasuk dengan pemberian uang pada panitia penyelenggara pemilihan, sehingga apabila pasal-pasal a quo dibatalkan akan mereduksi praktik politik uang dan membuat pemilu lebih bersih, jujur, dan adil.

Di samping itu, sistem pemilu proporsional terbuka dengan penentuan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak ini juga berbiaya tinggi sehingga memakan biaya yang mahal dari APBN, misalnya membiayai percetakan surat suara untuk pemilu anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Selain itu, para Pemohon dalam petitumnya meminta agar Mahkamah menyatakan frasa “terbuka” pada Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum yang mengikat. (***)

(Sumber : HUMAS MKRI, @www.mkri.id)

Continue Reading
Advertisement Berita Vaksin Penting

Hukum

Sindikat Narkoba Jaringan Internasional Digulung, 24 Kg Sabu Hingga 39 Kg Ganja Disita

Published

on

Kabidhumas Polda Banten, Kombes Pol. Didik Hariyanto saat konpers di Polres Serang (Foto : @mediahub.polri.go.id)

Serang, goindonesia.co – Polres Serang berhasil mengamankan AS (47) dan AJ (50) sebagai sindikat perdagangan Narkoba jenis Sabu, Ganja, dan Ekstasi jaringan Internasional Malaysia-Indonesia.

“Hari ini Polda Banten bersama Polres Serang berhasil mengungkap sindikat perdagangan Narkoba jaringan Internasional dengan jumlah total Sabu 24 Kilo Gram, Ekstasi 805 butir, dan Ganja 39 Kilo Gram,” ujar Kabidhumas Polda Banten Kombes Pol. Didik Hariyanto di Polres Serang pada Selasa (24/9/2024).

Kapolres Serang AKBP Candra Sasongko menjelaskan penangkapan inierawal dari upaya Kepolisian dari bulan Mei proses penyelidikan dilaksanakan. Dari penyelidikan itu berhasil mengamankan 8 tersangka.

“Serta sudah kita proses kemudian kita kembangkan ternyata ada Modus Operandi kejahatan jadi Narkotika di letakan pada satu tempat kemudian di ambil oleh para pelaku namanya AS dan AJ yang masing – masing membawa 10 Kg Sabu dan 12 Kg Sabu ada 1 lagi DPO yang meletakan Sabu di Km 50 Cikande beberapa Minggu lalu, jadi ini adalah jaringan antar Provinsi dan barang nya berasal dari luar Negri,” kata Kapolres Serang.

Tersangka AJ (50) ditangkap di kamar Alpha Hotel di Jalan Munandar, Tangkerang Utara, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru, sedangkan AS (47) ditangkap di pinggir jalan di Jalan Samarinda, Tangkerang Utara, Kecamatan Bukit Raya.

Adapun barang bukti yang berhasil diamankan, antara lain Narkotika jenis Sabu dengan berat 24 Kg, narkotika jenis Ekstasi dengan jumlah 805 Butir, 1 paket Sabu dengan berat 0,5 Kg, hingga 38 paket Narkota jenis Sabu dengan berat 39 Kg.

AKBP Candra Sasongko mengatakan atas perbuatan para tersangka mendapat hukum pidana.

“Atas perbuatan para pelaku mendapat hukuman pidana dengan ancaman pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun,” tutupnya. (***)

*Divisi Humas Polri

Continue Reading

Hukum

Polda Riau Gagalkan 100 Kilogram Sabu

Published

on

Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal, saat  jumpa pers di halaman Mapolda (Foto : @mediacenter.riau.go.id)

Pekanbaru, goindonesia.co – Kepolisian Daerah (Polda) Riau menggagalkan peredaran 107,07  kg sabu, 2.736 butir ekstasi dan 214,45 gram ganja. Barang haram itu disita dari 17 orang tersangka yang merupakan jaringan internasional.

“Ada 8 kasus dengan barang bukti 107,07 Kg sabu, juga ekstasi 2.736 butir dan ganja 214,45 gram,” ujar Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal, saat  jumpa pers di halaman Mapolda, Jumat (5/4/2024).

Pengungkapan dilakukan dari pertengahan Maret hingga awal April 2024. Dari 17 orang tersangka yang ditangkap, salah satunya berinisial IC yang merupakan bandar kakap narkoba. Polisi juga menyita uang senilai Rp200 jutaan.

“Dia adalah pemasok di jalan Pangeran Hidayat dan sekitarnya. Dia adalah pengedar utama di kawasan Pasar Agus Salim Pangeran Hidayat, dari dia ditemukan transaksi Rp10 miliar lebih dari Januari sampai Maret,” tutur Iqbal.

Iqbal menegaskan, pihaknya akan terus melakukan pengembangan. Ia mengungkapkan ada beberapa calon-calon tersangka yang sudah di mapping oleh tim.

“Kita akan membongkar ini semua,” tegas Ketua Alumni Akpol 1991 itu.

Jenderal bintang dua ini mengapresiasi langkah Ditnarkoba Polda Riau yang sudah melaksanakan strategi, kontrol, under cover buy untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba di Bumi Lancang Kuning.

“Saya mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Direktur Reserse Narkoba (Kombes Manang Soebeti),” kata Iqbal.

Direktur Reserse Narkoba Polda Riau, Kombes Pol Manang Soebeti menjelaskan pihaknya melakukan operasi kurang lebih 3 minggu. “Ada 17 orang tersangka itu ditangkap dari beberapa TKP,” kata dia.

Para tersangka yakni AP (39 tahun), FK (44), S (44), J (38), R (38) DFS (23), IC (36), W (31), HJ (20) , MTM (22) GW (21), ITK (21), MK (47) ZA (46), MIY (27), SH (31) dan BK (27).

Manang mengungkapkan barang bukti yang diamankan jika diuangkan mencapai lebih Rp110 miliar. Jika barang ini lolos ke masyarakat dapat membahayakan 1.073.456 jiwa.

Disebutkannya, dalam kasus ini tim Ditbarkoba Polda Riau berhasil mengungkap jaringan lengkap. “Mulai  dari importir, transportir, bandar, pengedar dan pengendalinya,” ungkap Manang.

Terkait tersangka IC, Manang menambahkan dia merupakan pemasok utama di Pasar Agus Salim serta Jalan Pangeran Hidayat dan sekitarnya. Aksi yang dilakukannya sudah meresahkan masyarakat.

“Masyarakat sudah resah. Mereka    sepertinya terang-terangan menjual paketan narkoba. Kami berusaha memutus mata rantai penyebarannya hingga ke bandar besar,” tutur Manang.

Manang berharap dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersama-sama memberantas narkoba. “Ada beberapa nama lagi yang kami kejar. Mudah-mudahan dengan dukungan masyarakat, kami bisa menghentikan peredaran narkoba,” pungkasnya.

Para tersangka dijerat pasal 112 ayat 2 juncto pasal 114 UU nomor 35 tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal mati, seumur hidup atau penjara selama 20 tahun. (***)

*(Mediacenter Riau, BIDANG INFORMASI KOMUNIKASI PUBLIK)

Continue Reading

Hukum

K9 Bantu Lacak Peredaran Narkoba di Pelabuhan Bakauheni

Published

on

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Erdi A Chaniaga (Foto : @tribratanews.polri.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri melakukan Operasi Seaport Interdiction di Pelabuhan Bakauheni Lampung. Dalam operasi ini, didukung oleh Polsatwa Korsabhara Baharkam Polri.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Erdi A Chaniaga mengatakan, pelaksanaan kegiatan Operasi Seaport Interdiction yang melibatkan tim K-9 Narkotik Korps Sabhara Baharkam Polri selama 10 hari, dari tanggal 3 Maret 2024 sampai 12 Maret 2024.

“Hasilnya diamankan delapan orang tersangka dengan barang bukti 80 ribu gram sabu, 1.006 butir ekstasi dan 2.309 gram ganja,” kata Erdi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (16/3/2024).

Erdi mengatakan, dalam operasi ini menggunakan alat deteksi berupa 6 ekor anjing K9 dengan kemampuan lacak narkoba. Adapun 6 ekor anjing K9 yaitu berasal dari ras tertentu yakni German sheperd, Belgian Melianois dan Lambrador yang mempunyai kekuatan penciuman 600 juta reseptor yang saat ini belum tergantikan dengan alat deteksi apapun.

“6 ekor anjing K9 ini dikendalikan dengan 6 pawang terlatih dan 8 personel pelindung yang sudah mempunyai kompetensi sertifikasi pawang K9 serta lulusan pelatihan DS ATTA Amerika serikat,” katanya.

Adapun sasaran operasi yakni kendaran yang melintas menuju penyeberangan kapal fery Pelabuhan Bakauheni, dengan melacak narkoba yang diduga terdapat pada lendaraan, barang bawaan serta orang.

“Ketika K9 mengedus adanya narkoba akan memberikan kode berupa perilaku menggigit, menggaruk-garuk dan atau menggongong,” ujarnya.

Selanjutnya barang bukti akan segera diamankan oleh pawang atau pelindung unit K9 untuk selanjutnya tindakan kepolisian oleh penyidik.

“Selama kegiatan berjalan aman dan kondusif,” ucapnya. (***)

*Divisi Humas Polri

Continue Reading

Trending