Foto : Istimewa
Jakarta, goindonesia.co –Setelah melakukan penyelidikan selama 1 minggu dan memeriksa beberapa pihak baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun 11 orang di Kementerian Pertahanan RI, Kejaksaan Agung RI akhirnya menaikkan status kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 sampai 2021 ke tahap penyidikan.
Hal itu diungkapkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dr Febrie Adriansyah didampingi Jaksa Agung Muda Pidana Militer Laksamana Muda Anwar Saidi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Dr Supardi, dan Direktur Penuntutan (Plt. Direktur Penindakan) pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer Agus Salim SH. MH saat menggelar Konferensi Pers di Press Room Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Jumat (14/1/22).
Menurut Dr Febrie Adriansyah, dalam penyelidikan, Tim Jaksa Penyelidik melakukan koordinasi dan diskusi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di BPKP sehingga diperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP.
Selain itu juga kata dia, didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan penanganan kasus tersebut.
Dr Febrie Adriansyah menjelaskan, kasus tersebut berawal dari tahun 2015 sampai 2021 dimana Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) yang merupakan bagian dari Program Satkomhan (Satelit Komunikasi Pertahanan) di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.
“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik, bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya pun, ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu kita tidak perlu melakukan penyewaan tersebut, karena dalam ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu 3 tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” Kata dia seperti dikutip dari Baselpos.com media grup Siberindo.co.
Ia juga menyampaikan, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miiar yang berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41 Miliar, biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4,7 miliar.
“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Setelah dilakukan ekspose beberapa waktu lalu tutup dia, telah disepakati bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022. (***)