Hukum

Diduga Serobot 400 Ha Kebun, 200 Petani Sawit Laporkan PTPN V ke Bareskrim Polri

Published

on

Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute, saat menyampaikan laporan ke Bareskrim Polri. LAMPUNGPRO.CO/SETARA

JAKARTA, goindonesia.co : Sejumlah pejabat PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V dilaporkan oleh 200 petani Sawit yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) ke Bareskrim Polri atas dugaan penyerobotan tanah 400 hektare (ha) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Perwakilan 200 petani Sawit didampingi oleh Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute, Jakarta. Laporan diterima oleh Bareskrim Polri dengan No. STTL/220/V/2021/BARESKRIM.


Siaran pers yang diterima Lampungpro.co dari Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute, Disna Riantina dan Erick Sepria, Minggu (30/5/2021), menyebutkan awal kasus ini bermula pada 2003 dan 2006 Kopsa-M dan PTPN-V membuat Perjanjian Kerjasama Pembangunan Kebun Kelapa Sawit pola KKPA untuk anggota koperasi yang direncanakan 2.000 ha. Perjanjian dituangkan dalam bentuk Surat Perjanjian Kerjasama (MoU) yang ditandatangai oleh Kopsa-M dan Mardjan Ustha selaku Direktur SDM PTPN-V. 

Pembangunan kebun kemudian dimulai pada 2003. Selain tidak tuntas membangun kebun, tata kelola keuangan yang buruk, tanah-tanah petani itu dibiarkan oleh PTPN V diambilalih secara melawan hukum oleh pihak-pihak yang tidak berhak.

Diduga akibat tata kelola pembangunan kebun yang tidak akuntabel, alih-alih menyerahkan kebun yang dibangun, 400 ha kebun yang seharusnya menjadi hak petani justru diserobot oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Seluas 400 ha kebun tersebut diduga diperjualbelikan oleh seseorang yang berkolusi dengan salah satu petinggi PTPN V pada 2007.

Pada 18 April 2007, dilakukan pengikatan jual beli secara melawan hukum di hadapan notaris Hendrik Priyanto yang beralamat di Jalan Pembangunan No. 10 C, Kp. Melayu, Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, Riau. Legalisasi penyerobotan itu diduga dilakukan oleh Endriyanto Ustha sebagai penjual dan Hinsatopa Simatupang, selaku pembeli.

Dalam Akta Jual Beli, pihak Notaris mengklaim melakukan pengikatan dengan menggunakan kuasa lisan yang diberikan pihak yang mengatasnamakan petani. Faktanya, para petani tidak pernah memberikan kuasa dalam bentuk apapun bahkan sebaliknya mereka membuat pernyataan tentang tidak pernah memberikan surat kuasa lisan kepada siapapun. Penyerobotan kebun ini juga merupakan bentuk pembiaran yang dilakukan oleh PTPN-V, yang seharusnya menjaga dan menyerahkan kebun ke petani, setelah 36 bulan dari pembangunan kebun.

Akibat penyerobotan tersebut, Hinsatopa Simatupang, yang merupakan Direktur Utama PT Langgam Harmuni, diduga menguasai dan mengambil hasil dari perkebunan milik Kopsa-M seluas 400 ha. Sementara 200 petani hanya menonton PT Langgam Harmuni, yang juga diduga beroperasi tanpa izin, karena tidak ada satupun HGU yang dikeluarkan di lokasi kebun Sawit tersebut, yakni di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.

Dalam pelaporan ke Bareskrim Polri, Tim Advokasi Keadilan Agraria SETARA Institute membawa bukti kepemilikan lahan berupa tujuh sertipikat tanah dan 193 Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kecamatan Siak Hulu, Kampar. Sejumlah orang menjadi terlapor dalam kasus ini, termasuk Mardjan Ustha, mantan Direktur SDM/Umum PT Perkebunan Nusantara V dan adik Mardjan Ustha yang bernama Endriyanto Ustha yang bertindak sebagai penjual lahan kebun.

Sebelumnya, Selasa (25/5/2021), PTPN V juga dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penghilangan asset negara dalam bentuk lahan seluas 500 ha dan dugaan korupsi biaya pembangunan kebun. (***)

Trending

Exit mobile version