Foto : Istimewa
Bangkinang, goindonesia.co – Sidang pembacaan putusan atas permohonan praperadilan dengan nomor perkara: 01/Pid.Pra/2022/PN.Bkn. memutuskan menolak seluruh permohonan Pemohon, Ketua Kopsa M, Anthony Hamzah. Terdapat kejanggalan dan pengabaian atas fakta-fakta persidangan.
Hakim tunggal yang mengadili perkara ini, Ersin, S.H., M.H., mengabaikan fakta-fakta persidangan, yang secara jelas menunjukkan tindakan tidak profesional, pelanggaran prosedur KUHAP dan serangkaian pelanggaran SOP serta administrasi yudisial yang dilakukan oleh Penyidik Polres Kampar, Riau.
Bahkan saksi Ahli Senior, Dr. Erdianto Effendi dan Dr. Jamin Ginting, yang dihadirkan di persidangan, serempak meyakini bahwa penetapan Anthony Hamzah sebagai tersangka adalah cacat hukum.
Dua ahli mengatakan bahwa Sprindik yang sudah P21 tidak bisa digunakan untuk tersangka baru sebagai terusan. Ahli juga menyampaikan pelapor yg tidak memiliki legalitas tidak bisa diterima laporannnya. Bahwa bukti foto copy juga bukanlah alat bukti yang sah. Fakta-fakta ini nyata-nyata tidak dipertimbangkan hakim. Bahkan bukti yang sudah dimusnahkan atas perintah pengadilan dan digunakan kembali oleh penyidik juga di anggap sah oleh hakim.
Putusan Tolak atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Ketua Kopsa M menunjukkan bahwa instrumen peradilan di Kabupaten Kampar bukanlah tempat yang kondusif untuk menegakkan keadilan. Sebagaimana dalam kerja mafia, kekuatan-kekuatan pengendali di balik peristiwa hukum yang dialami oleh Ketua Kopsa M dan juga 997 petani, telah bekerja efektif mengendalikan proses peradilan dan tidak membiarkan Anthony Hamzah bebas.
Anthony Hamzah disangka turut serta sebagai aktor yang menggerakkan perusakan di perumahan karyawan PT. Langgam Harmuni, sebuah perusahaan perkebunan ilegal, pada 15 Oktober 2020. Pentersangkaan ini menjadi semakin ganjil, karena aktor yang dituduh di lapangan bahkan telah divonis melakukan pemerasan bukan perusakan. Bagaimana mungkin ada aktor penggerak tetapi tidak ada aktor lapangan! Inilah hal yang menyebabkan Anthony Hamzah dan Kopsa M mengajukan permohonan praperadilan.
Anthony Hamzah dibungkam karena memperjuangkan hak-hak 997 petani Kopsa M yang berurusan dengan PT. Langgam Harmuni dan PTPN V atas kemitraan yang tidak setara, penyerobotan lahan kebun, pembengkakan utang oleh PTPN V dan berbagai tekanan lainnya.
Kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri Bangkinang, petani-petani Kopsa M menyerahkan 1 kardus Tolak Angin, sebagai simbol agar hakim segera minum tolak angin sehingga kembali bugar. Putusan tolak atas praperadilan Ketua Kopsa M, tidak akan menyurutkan perjuangan petani yang tergabung dalam Kopsa M. Putusan ini justru membangkitkan kesadaran kolektif petani untuk terus memperjuangkan hak-haknya.
Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute dan Kopsa M mendesak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk memeriksa Hakim Tunggal Praperadilan di PN Bangkinang tentang kemungkinan adanya standar etik dan prinsip imparsialitas yang dilanggar. Komisi Yudisial yang hadir dan merekam seluruh proses sidang, memiliki bekal yang cukup untuk bersikap.(***)