Kultum

Kesempurnaan dalam Berpuasa

Published

on

Ama R. Hery Herdiana (Foto : Istimewa)

*Ama R. Hery Herdiana

Assalamualaikum wrwb sahabat fillah.

Jakarta, goindonesia.co – Hati-hati puasa kita jangan sampai hanya mendapat lapar dan dahaga saja. Rosululloh saw bersabda, “Kam min shoimin laisa lahu min shiyamihi illa al ju’ wa al athos.” Artinya banyak orang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan pahala berpuasa, yang ia dapatkan hanya lapar dan dahaga.

Oleh karena itu perhatikan puasa kita, jangan sampai termasuk orang yang puasanya merugi, yang puasanya hanya menahan diri dari makan, minum dan berhubungan suami istri di siang hari saja, tetapi mulutnya masih berkata berbohong, mengumpat, emosian, ngerumpi, mendengar dan berbicara gibah, menyakiti orang lain, berbuat curang, licik, merugikan orang lain, membully, masih mencuri, korupsi, masih iri, dengki, hasad, hasud adigang, adigung, adiguna, pendengaran dan pandangan matanya masih tidak dijaga terhadap syahwat, masih julid, singkatnya puasa tapi masih menuruti hawa nafsu.

Sudah terbukti kebanyakan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan termasuk dalam kelompok ini, untuk itu kita jangan sampai melakukan hal-hal yang mengakibatkan kita dimasukan dalam kelompok ini na’udzubillah tsumma na’udzubillah.

Nabi saw memperingatkan dengan lisannya yang mulia, “Jika engkau berpuasa maka hendaklah pendengaranmu, penglihatanmu, lisan dan tanganmu juga ikut berpuasa” [HR. Bukhori Muslim].

Jagalah ke-empatnya ketika sendiri, jagalah ketika bersama orang-tua, guru, istri/suami, anak, saudara, jaga ketika bersama orang lain di lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, pasar (tradisional, modern, online), di media (sosial, mainstream), singkatnya jagalah ke-empatnya kapanpun dan dimanapun.

Sahabat fillah, setelah puluhan tahun berpuasa di bulan Ramadhan tentunya puasa kita seharusnya sampai atau meningkat menjadi puasanya yang bisa menjaga apa yang disampaikan nabi saw di atas. Imam Ghazali menyebutnya puasa para sholihin, puasanya dinamakan puasa khusus (shaum al-khowash) disamping menahan tiga hal (makan, minum, dan berhubungan suami istri di siang hari), juga memelihara seluruh anggota tubuh dari perbuatan maksiat.

Menurut lmam Ghazali seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan dalam tingkatan puasa kedua ini, kecuali harus melewati enam hal sebagai prasyaratnya.

1). Menahan pandangan dari segala hal yang tercela dan dimakruhkan, atau sesuatu yang menyibukkan hati dari mengingat Allah. ”Pandangan itu salah satu anak panah iblis yang berbisa, barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah Azza wajalla memberinya keimanan yang manisnya didapati di dalam hatinya” [HR. Al-Hakim].

2). Menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, dusta, menggunjing, mengumpat, berkata buruk, berkata kasar, permusuhan dan pertengkaran dengan melazimkan diam dan sibuk dengan mengingat Allah (berdzikir), membaca qur’an, memperdalam ilmu agama. Rosululloh saw bersabda, ”Lima hal membatalkan orang berpuasa yaitu : dusta, menggunjing, mengumpat, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat” [HR. Jabir].

”Puasa itu perisai, apabila salah seorang dari padamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesungguhnya saya sedang berpuasa” [HR. Bukhori & Muslim].

3). Menjaga pendengaran dari mendengar kata-kata yang tidak baik, karena segala sesuatu yang haram diucapkan adalah haram pula didengarnya. Orang yang mendengarkan dengan sengaja sesuatu yang haram didengar disamakan dengan pemakan barang haram. ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” [QS. Al-Maidah 42]. Nabi saw bersabda,”Orang yang menggunjing dan yang mendengarkan itu sekutu dalam berbuat dosa”.

4). Mencegah anggota tubuh baik kaki atau tangan dari berbuat dosa dan makruh. Dan menahan perut dari hal-hal yang syubhat bahkan haram saat berbuka puasa. Apabila sampai buka dengan makanan haram ibarat seorang yang membangun istana dengan menghancurkan kota besar.

5). Tidak berlebih-lebihan saat berbuka hingga perutnya penuh makanan (kekenyangan). Tidak ada satu tempat pun yang lebih dibenci oleh Allah Ta’ala dari pada perut yang penuh dengan makanan yang halal. Apabila perut yang tidak diisi sejak pagi sampai sore syahwatnya bergejolak lalu diberi makanan yang lezat dan kenyang, maka bertambahlah kekuatannya berlipat ganda dan bangkitlah syahwat yang hampir tertidur.

Sesungguhnya makanan yang halal itu hanyalah membahayakan karena banyaknya, bukan jenisnya. Maka puasa untuk menyedikitkannya.

6). Setelah berbuka hendaknya hatinya tetap tergantung takut dan berharap kepada Allah. Hatinya senantiasa diliputi rasa cemas, takut (khouf) dan harap (roja) karena tidak diketahui apakah puasanya diterima atau tidak oleh Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW bersabda dengan lisannya yang mulia,”Man shoma romadhona imanan wahti saban ghufiro lahu ma taqqodama min danbih” artinya Barang siapa berpuasa bulan ramadhan karena keimanan dan hanya mengharapkan ridho Allah, dia diampuni segala dosanya yang telah lalu [HR Bukhori Muslim].

Ayo kita tata dan kelola puasa kita sebagaimana puasanya para sholihin, semoga kita diberi kemudahan dan kekuatan untuk berpuasa seperti halnya puasa para sholihin aamiin yra…
Semoga bermanfaat, Cag… (***)

*Penulis adalah Pimpinan Majelis Dzikir Asyiiqi Rosululloh (#11)

Trending

Exit mobile version