Kultum

Aku Datang Memenuhi Panggilan-Mu Ya Allah

Published

on

Ama R. Hery Herdiana (Foto : Koleksi Pribadi)

Oleh: Ama R. Hery Herdiana

Jakarta, goindonesia.co – Sahabat fillah kemarin kami melakukan miqat dari bir Ali madinah untuk melaksanakan umroh dalam rangkaian prosesi haji tamattu. Disunahkan bahwa yang hendak ihram untuk memotong dan merapihkan kumisnya serta kukunya, begitu pula dengan bulu kemaluan dan bulu ketiaknya. Nabi SAW bersabda, “Fitrah itu lima, sunat, merapikan rambut disekitar kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiaknya” [HR. Bukhari Muslim].

Kemudian, hendaknya jamaah laki-laki memakai kain dan selendang, disunahkan yang putih bersih. Disunahkan pula menggunakan sandal, berdasarkan sabda Rasulullah SAW
“Hendaknya salah seorang diantara kamu ketika berihram memakai kain dan selendang serta dua sandal” [HR. Ahmad].

Jika tiba di miqat, disunahkan mandi dan memakai wewangian. Biasa juga mandi, memakai wewangian dan berwudhu dari hotel.
Kemudian setelah selesai mandi, bersih-bersih dan memakai pakaian ihram, berwudhu lalu sholat sunah, dilanjutkan dg niat dalam hatinya masuk dalam ibadah (ihram) yang dikehendakinya, apakah untuk haji atau umrah.

Selain hal syar’i, ada hal hakiki yang mesti diperhatikan dalam tahap ini agar mencapai kesempurnaan.

Suatu ketika Syekh Ali Zainal Abidin bertanya kepada muridnya (Syekh Asy-Syibli) yang baru saja pulang berhaji. Apakah engkau berhenti di Miqat, lalu menanggalkan semua pakaian yang terjahit, dan kemudian mandi?”

Asy-Syibli menjawab, “Benar.” “Ketika berhenti di Miqat, apakah engkau bertekad untuk menanggalkan semua pakaian maksiat dan menggantinya dengan pakaian taat? Ketika menanggalkan semua pakaian terlarang itu, adakah engkau pun menanggalkan sifat riya, nifaq, serta segala syubhat?

Ketika mandi sebelum memulai ihram, adakah engkau berniat membersihkan dari segala pelanggaran dan dosa?”

Asy-Syibli menjawab, “Tidak.” “Kalau begitu, engkau tidak berhenti di Miqat, tidak menanggalkan pakaian yang terjahit, dan tidak pula membersihkan diri!”
Ali bertanya kembali, “Ketika mandi dan berihram serta mengucapkan niat, adakah engkau bertekad untuk membersihkan diri dengan cahaya tobat? Ketika niat berihram, adakah engkau mengharamkan atas dirimu semua yang diharamkan Allah? Ketika mulai mengikatkan diri dalam ibadah haji, apakah engkau rela melepaskan semua ikatan selain Allah?” “Tidak,” jawabnya. “Kalau begitu, engkau tidak membersihkan diri, tidak berihram, tidak pula mengikatkan diri dalam haji.

Bukankah engkau telah memasuki Miqat, lalu shalat dua rakaat, dan setelah itu engkau mulai bertalbiyah?” “Ya, benar.” “Apakah ketika memasuki Miqat engkau meniatkannya sebagai ziarah menuju keridhoan Allah? Ketika shalat dua rakaat, adakah engkau berniat mendekatkan diri kepada Allah?” “Tidak, wahai Guru.”

“Kalau begitu engkau tidak memasuki Miqat, tidak bertalbiyah dan tidak shalat ihram dua rakaat!,” tegas Ali Zainal ‘Abidin. – Bersambung…. (***)

*Penulis adalah Pimpinan Majelis Dzikir Asyiiqi Rosululloh (#17)

Trending

Exit mobile version