Foto: Bank Sentral Eropa (REUTERS/Alex Domanski)
Jakarta, goindonesiaco – Pertumbuhan ekonomi di zona euro dilaporkan melambat tajam pada Januari. Perlambatan ini terjadi akibat pengetatan peraturan mobilitas warga pasca pandemi Covid-19 yang menghantam belanja konsumen.
Dikutip AFP, Senin (24/1/2022), lembaga analisa informasi ekonomi, IHS Markit, Indeks manajer pembelian (PMI) turun menjadi 52,4 di Januari, setelah membukukan 53,3 poin di Desember dan mencapai tertinggi 59 poin di Agustus. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan yang baik.
Secara industri, lembaga yang berpusat di London itu menyebut perlambatan penuh dialami oleh beberapa industri di sektor jasa seperti pariwisata, perjalanan dan rekreasi.
“Beban kasus yang sangat tinggi untuk varian Omicron yang sangat menular telah mengganggu layanan, konsumen menghadapi ketidakhadiran staf dan berlanjutnya jarak sosial,” ujar kepala ekonom bisnis IHS Markit, Chris Williamson, dikutip Senin, (24/1/2022).
Dalam situasi ini, Chris menambahkan bahwa dampak pada bagian lain dari ekonomi “relatif diredam”. Selain itu, ia melihat dampak keseluruhan dari Omicron sejauh ini terlihat tidak begitu parah daripada gelombang infeksi sebelumnya.
Sementara itu, secara geografis, tren yang berada di zona Euro sendiri cukup berbeda di setiap negara. Jerman mencatatkan aktivitas rebound pada Januari, berkat peningkatan kuat dalam produksi industri dan kembalinya pertumbuhan di sektor jasa.
Hal berbeda dialami oleh Prancis. Pertumbuhan ekonomi di salah satu raksasa ekonomi Eropa itu mencapai level terendah sejak April, dengan sektor industri yang hampir stagnan dan kinerja yang jauh lebih lemah di sektor jasa akibat dampak Omicron.
Rory Fennessy, ekonom di Oxford Economics, mengatakan kenaikan di bidang manufaktur memberikan kepastian lebih lanjut bahwa kawasan Benua Biru telah melewati puncak gangguan rantai pasokan. Padahal, saat ini, beberapa kawasan dunia seperti di Asia masih mengeluhkan persoalan itu.
“Terlepas dari pukulan ke layanan pada Januari, pada akhirnya, Omicron seharusnya tidak secara signifikan mengubah prospek pertumbuhan keseluruhan untuk 2022,” katanya. (***)