JAKARTA – Memasuki tahun baru yang tinggal menghitung hari, tantangan angkatan kerja di Indonesia semakin tinggi. Hal ini dipicu adanya prediksi bonus demografi angkatan kerja muda hingga tahun 2045. “Kita melihat persentase dari angkatan kerja kita, pemuda (16-30 tahun) ini sangat tinggi hampir 25%,“ ujar Anwar Sanusi, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan dalam Webinar KPCPEN dengan tema ‘Menyiapkan Aset SDM yang Siap Mendukung Kebangkitan Dunia Usaha di Era Pandemi’, Senin (30/11/2020).
Pertumbuhan lapangan kerja yang terus digenjot pemerintah juga menghadapi rintangan yang tak mudah, terutama di masa pandemi. Hal ini pun menyebabkan bertambahnya angka pengangguran pada usia produktif. “Selama bulan Februari sampai dengan Agustus ini menambah pengangguran 2.4 juta lebih,” ungkap Anwar.
Anwar menilai bahwa bonus demografi bisa saja menjadi keuntungan namun juga sebaliknya, jika kita tidak siap dengan perubahan ke industri 4.0 yang banyak berfokus pada digitalisasi dan otomatisasi. “Bonus demografi pada saat yang bersamaan ada yang namanya revolusi industri. Kalau ini dua-duanya tidak kita kelola dengan baik, kita khawatir seiring berjalannya waktu bonus demografi selesai, revolusi industri 4.0 juga tidak kita kelola dengan baik,” terangnya.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B. Sukamdani, dalam forum yang sama, katanya “Mengenai masalah Industri 4.0, yang juga resiko otomatisasi ini cukup besar, dari jumlah pekerja sangat signifikan yaitu 60% di sektor manufaktur bahan pangan. Dan ILO (Organisasi Buruh Dunia) juga memperkirakan 60% di sektor otomotif, akan terkena dampak yang cukup signifikan,”.
Talenta yang sangat banyak dengan tantangan digitalisasi di masa depan sering tak seimbang dengan kemauan perusahaan dalam berinvestasi pada karyawannya. “World bank menyampaikan di Indonesia hanya 4.7 % perusahaan yang memberikan pelatihan formal. Ini persoalannya di masalah anggaran ya,” jelas Hariyadi.
Ia pun menilai pemerintah harus lebih fokus lagi memanfaatkan program pemagangan serta Balai Latihan Kerja (BLK) agar para SDM siap masuk ke dunia usaha. “Kami melihat bahwa pemerintah telah memiliki banyak sekali sarana dan prasarana bahkan gedung dan sebagainya, tapi memang kurang teroptimalisasi. Kita berharap ke depan BLK (Balai Latihan Kerja) ini bisa menjadi sarana kita untuk memicu keterampilan dari tenaga kerja kita,” terangnya.
Dalam mendukung angkatan kerja baru dan industri 4.0, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah lama menyiapkan sarana digital bagi talenta muda. “Kemenkominfo mempunyai berbagai macam pelatihan kewirausahaan digital atau digital talent scholarship dan juga pelatihan digital UMKM,” pungkas Rosarita Niken Widiastuti, Staf Khusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Bidang IKP, Transformasi Digital, dan Hubungan Antar Lembaga dalam forum yang sama.
Program ini pun berhasil mengalihkan hampir 5 juta UMKM menuju digitalisasi. “Kami melakukan pendampingan melalui grebek pasar, ini membantu masyarakat kecil khususnya UMKM untuk berjualan dari daring. Pemerintah tidak ingin marketplace hanya diisi produk dari luar negeri,” ujar Niken.
Pemerintah melalui sektor terkait pun terus mendorong peningkatan infrastruktur, serta perlindungan melalui pembuatan regulasi. “Di dalam masyarakat terdigital ini, new business model harus kita lakukan, kurikulum harus kita lakukan pembenahan, program pelatihan juga sama, skema sertifikasi juga sama,” terang Anwar Sanusi. “Job transformation, bekerja dimana saja dan kapan saja. Inilah yang esensi kenapa di dalam UU Cipta Kerja, ini mengakomodir yang namanya upah berbasis jam,” tambahnya.
Pada 2021, Kementerian Kominfo menargetkan 60000 beasiswa digital, yang meliputi cyber security, cloud computing, big data analysis, artificial intelligence, IOT, robotics, dan digital business.