Ekonomi

Krisis Sawit Makin Parah, Minyak Goreng Siap-siap Makin Gaib

Published

on

Foto: Warga menukarkan kupon untuk membeli minyak goreng saat pasar murah di Kantor Kelurahan Lenkong Karya, Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (11/2/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia – Pasokan minyak goreng terpantau belum normal meski sebulan sejak pemerintah sudah menetapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO). Pemerintah dan Satgas Pangan pun sudah berkali-kali melakukan sidak.

Pantauan CNBC Indonesia di ritel minimarket kawasan Pekayon, Bekasi Selatan, beberapa gerai masih kehabisan stok minyak goreng. Sedangkan gerai lainnya langsung diserbu pembeli begitu toko mendapat kiriman stok.

“Maksimal 1 bungkus (ukuran 2 liter) ya, bu,” kata petugas kasir minimarket, Minggu (6/3/2022). Namun, tampak staf mengizinkan pembelian 2 bungkus untuk seorang pembeli yang mengaku untuk kebutuhan masak warung

Pasokan minyak goreng diprediksi masih akan terkendala akibat terbatasnya pasokan bahan baku, minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO). Sementara itu, harga CPO terus menguat dan jadi minyak nabati termahal di dunia.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, saat ini ada 6 produsen minyak goreng (migor) yang berhenti produksi karena tidak mendapat pasokan CPO.

“Kebijakan pemenuhan kebutuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) hanya bisa dilaksanakan perusahaan terintegrasi. Yakni, produsen eksportir dan memasok ke pasar domestik, alias perusahaan terintegrasi. Anggota GIMNI ada 34 produsen minyak goreng, hanya 16 yang terintegrasi. Sisanya, produsen yang pasarnya memang hanya di dalam negeri. Lalu, ada perusahaan di luar GIMNI, yang hanya eksportir minyak goreng,” kata Sahat kepada CNBC Indonesia, Senin (28/2/2022).

Tanpa koneksi bisnis, jelasnya, eksportir akan kesulitan memasarkan CPO di dalam negeri, sementara produsen migor lokal kesulitan membeli dari eksportir tersebut.

“Ini yang seharusnya dibantu pemerintah agar keduanya bisa bekerja sama,” ujar Sahat.

Foto: Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bersama jajarannya saat melakukan sidang ketersediaan minyak goreng di sejumlah pasar dan gudang minyak goreng di Makassar, Kamis (17/2/2022). (Dok.Kemendag)
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bersama jajarannya saat melakukan sidang ketersediaan minyak goreng di sejumlah pasar dan gudang minyak goreng di Makassar, Kamis (17/2/2022). (Dok.Kemendag)

Sementara itu, minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) terus cetak kenaikan harga. Mengutip Tradingeconomics, harga CPO berjangka pada 4 Maret 2022 melandai ke level MYR 6.300 per ton setelah cetak rekor sepanjang masa di MYR7.108 per ton.

“Perang menyebabkan pasar mencari sumber alternatif untuk kebutuhan minyak nabati karena ketatnya pasokan akibat perang. Sementara, produksi Malaysia diprediksi turun 1,79% pada Februari 2022. Dan, Indonesia tengah mewajibkan eksportir memenuhi kewajiban DMO,” demikian dilansir situs tradingeconomics, dikutip Minggu (6/3/2022).

Mengutip Reuters (2/3/2022) harga CIF India untuk pengiriman Maret 2022 adalah US$1.925 per ton CPO, sementara minyak kedelai US$1.865 per ton dan minyak rapeseed US$1.900 per ton.

Lonjakan harga CPO dipicu terhentinya pasokan minyak nabati lainnya, minyak bunga matahari dari kawasan Laut Hitam akibat perang Rusia-Ukraina. Padahal, kawasan itu memasok 76% kebutuhan minyak bunga matahari dunia.

“Perusahaan refinery Asia dan Eropa sudah menaikkan pembelian minyak sawitnya untuk hampir sebulan guna menggantikan minyak bunga matahari. Aksi beli ini mendongkrak harga minyak sawit ke level yang irasional,” Reuters mengutip sumber, dilansir Selasa, (1/3/2022).

Karena itu, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menyarankan, pemerintah segera menekan konsumsi CPO untuk B30 dan fokus untuk kebutuhan pangan. Dengan begitu, imbuhnya, pasokan CPO untuk migor terjamin dan harga migor bisa ditekan tidak bergejolak lagi.

“B30 harus mengalah sebentar. Dengan begitu, CPO untuk biodiesel dari 43% jadi di bawah 30%. Ini bisa dilakukan, tidak ada regulasi yang dilanggar. Cuma masalah komunikasi saja dari pemerintah. Pemerintah bisa menghentikan sementara subsidi B30 dari BPDPKS,” kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Rabu (2/3/2022).

Menurut Bhima, tahun 2020, BPDPKS menyalurkan dana Rp28 triliun dan melonjak jadi Rp51,86 triliun di tahun 2021 untuk insentif B30.

“Harus dilakukan karena prioritas untuk pangan. Produsen biodiesel diberi pemahaman karena ini situasi nasional. Sejak tahun 2015 hingga 2021, total volume BBN (bahan bakar nabati) jenis biodiesel yang dibayarkan mencapai 29,14 juta kiloliter dengan dana sebesar Rp110 triliun. Sementara total volume penyaluran mencapai 33,07 juta kiloliter. Artinya, selama ini kan pemain biodisel juga dibantu pemerintah,” kata Bhima.

Penghentian sementara subsidi untuk menekan konsumsi CPO B30, kata dia, tidak berarti menutup industri biodiesel di dalam negeri.

“Tetap beroperasi. Tapi kalau subsidi disetop sementara akan membuat disinsentif bagi pemain biodiesel. Akhirnya volumenya turun. Kan bukan dilarang biodisel tapi subsidinya disetop. Intinya harus ada prioritas,” kata Bhima.

Mengutip data Gapki, sepanjang tahun 2021, dari total 51,3 juta ton produksi CPO dan CPKO sebanyak 18,42 juta ton diantaranya untuk konsumsi lokal. Yakni, 8,95 juta ton pangan, 2,12 juta ton oleokimia, dan 7,34 juta ton biodiesel. Sisanya adalah ekspor, dimana 2,73 juta diantaranya ekspor dalam bentuk CPO, sisanya olahan termasuk laurik, biodiesel, dan oleokimia. (***)

Trending

Exit mobile version