Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Bisariyadi menerima kunjungan dari Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (FH Unib), pada Rabu (27/09/23), di Aula Gedung I MK. (Foto Humas/Fauzan)
Jakarta, goindonesia.co – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (FH Unib), pada Rabu (27/09/23), di Aula Gedung I MK. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Bisariyadi, yang memaparkan materi “Hukum Publik Mahkamah Konstitusi”.
Kunjungan ini dipandu moderator dari perwakilan FH Unib, Sonia Ivana Barus, Ketua Unit Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat FH Unib. Sonia pun mengutarakan maksud kunjungan para mahasiswa dan dosen pembimbing ke MK.
“Kami berharap mahasiswa maupun pembimbing yang datang ke MK mendapat ilmu dan informasi yang akan dijadikan bahan skripsi para mahasiswa,” ucap Sonia.
Sonia mengungkapkan, setelah berkeliling ke kementerian maupun lembaga di Jakarta, menurut pandangannya, MK merupakan lembaga dalam bidang hukum yang prestisius. “Kami sudah berkeliling ke kementerian maupun lembaga, namun di sinilah buat saya di MK lembaga yang sangat prestisius.” puji wanita kelahiran Sumatera Utara tersebut.
Kedudukan MPR Pasca Amendemen UUD 1945
Bisariyadi dalam pertemuan dengan para mahasiswa FH Unib menerangkan soal amendemen UUD 1945. Seperti diketahui, sebelum terjadi perubahan UUD 1945, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. Namun, pasca amendemen UUD 1945, kedudukan MPR sejajar dengan lembaga negara lainnya di Indonesia.
Pasca perubahan UUD 1945, fungsi check and balances menjadi nilai utama yang dianut UUD 1945. “Hal ini membuat tak ada lembaga negara yang dominan. Sehingga fungsi kontrol antara lembaga negara dapat terjadi,” tegas Bisariyadi.
Menurut konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Indonesia merupakan negara demokrasi dan juga negara hukum, dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (UUD). Pasca amendemen UUD 1945, tidak ada lagi lembaga tertinggi negara, semuanya memiliki kedudukan yang sejajar berdasar fungsinya. Sehingga kewenangan antarlembaga yang satu dengan yang lainnya tidak ada yang saling bersinggungan.
Fungsi MK
Lebih lanjut dikatakan Bisariyadi, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945, MK menjalankan fungsi sebagai penjaga ideologi dan konstitusi, penafsir akhir konstitusi, pengawal demokrasi, pelindung hak konstitusional warga negara, dan pelindung hak asasi manusia. Berbicara mengenai kewenangan, meski ada kesamaan kewenangan dalam hal pengujian norma, MK sebagai lembaga peradilan memiliki perbedaan dengan Mahkamah Agung (MA), dimana MK memiliki kewenangan untuk menguji UU terhadap UUD. Sementara MA menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU.
Kewenangan berikutnya yang diberikan kepada MK adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan MK wajib memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melanggar berdasar konstitusi. Selain kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945, MK juga memiliki kewenangan tambahan untuk memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada)
Bisariyadi juga menyinggung seputar pesta demokrasi pada 2024 mendatang dengan digelarnya Pemilu Serentak. MK pun akan melaksanakan salah satu kewenangannya untuk mengadili sengketa hasil Pemilihan Umum (Pemilu) baik Pilpres maupun Pileg.
“Jadi, nanti teman-teman akan melakukan pemilihan Presiden dan Wakil presiden pada Februari mendatang. Namun apabila diajukan ke MK, maka bisa jadi akan menjadi ada putaran kedua pada bulan Mei. Sementara pada bulan November, kita akan melakukan pemilihan kepala daerah,” jelas Asisten Ahli Hakim Konstitusi yang memperoleh gelar Doktor dari Universitas Andalas Padang tersebut.
Selanjutnya, Bisariyadi menyebut kewenangan terakhir terkait sengketa kewenangan antar-lembaga negara. Hal ini terjadi karena adanya lembaga negara yang merasa kewenangannya dikurangi atau dicurangi oleh lembaga negara lainnya. “Contoh pada waktu itu, yaitu antara DPR dan DPD,” ujar Bisariyadi.
Public Trust
Menutup kunjungan tersebut, Bisariyadi mengatakan bahwa membangun kepercayaan publik itu sangat penting. Namun bagaimana membangun kepercayaan publik tersebut, yaitu dengan menjaga wibawa MK. “Satu hal yang harus digarisbawahi yakni membangun public trust bagi pengadilan itu penting untuk putusan-putusannya ditaati, dan membangun public trust itu bukan hanya menyuruh orang-orang untuk percaya sama kita, tetapi kita juga harus menjaga reputasi kita sendiri,” tandas Bisariyadi.
Acara kunjungan tersebut diikuti oleh 145 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu. Usai pemberian materi, para mahasiswa mengunjungi Pusat Sejarah Konstitusi yang berada di lantai 5 dan lantai 6 Gedung I Mahkamah Konstitusi.
*Fauzan Febriyan, HUMAS MKRI, @www.mkri.id