Berita

Kedepankan Etika Sebelum Terampil Berjurnalisme

Published

on

Talk show “Kemerdekaan Pers, Jurnalisme Warga, dan Peran Media Sosial” yang digelar Dewan Pers bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair), di Surabaya (Dokumentasi : BY MEDIACENTRE2, @dewanpers.or.id)

Surabaya, goindonesia.co – Tanggung jawab saat membuat berita merupakan hal yang penting bagi seorang jurnalis. Sebab, dengan bertanggung jawab penuh, seorang jurnalis tentu telah memikirkan dampak berita yang dibuatnya memberikan manfaat atau justru sebaliknya.

Pandangan tersebut diutarakan Wakil Ketua Dewan Pers Muhamad Agung Dharmajaya, dalam talk show “Kemerdekaan Pers, Jurnalisme Warga, dan Peran Media Sosial” yang digelar Dewan Pers bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair), di Surabaya, Rabu (8/3/2023). Acara ini merupakan bagian dari rangkaian program Dewan Pers Goes to Campus yang bertujuan untuk menyemai bibit-bibit jurnalisme berkualitas di kalangan mahasiswa.

“Pastikan produk pemberitaan yang dihasilkan dipahami dengan rasa tanggung jawab,” tutur Agung. Ia lalu mencontohkan kasus kekerasan pada anak di bawah umur yang menghebohkan media belakangan ini. Semua media seragam memberitakan kasus tersebut. Namun, ada sejumlah media yang mengambil angle berita tanpa klarifikasi.  “Wartawan tidak boleh menulis berita hanya berdasarkan asumsi,” lanjutnya di hadapan 150 mahasiswa Unair dari berbagai fakultas yang mengikuti talk-show. Gesang Manggala dari Unair, tampil memandu acara sebagai moderator.

Selain tanggung jawab, etika juga menjadi hal paling mendasar dalam praktik jurnalistik. Bahkan, sebelum belajar ketrampilan menulis dan membuat konten jurnalistik, seorang jurnalis harus terlebih dahulu mempelajari etika. “Ketrampilan dan kemampuan (jurnalistik) bisa dikembangkan karena ilmu serta teknologi berubah setiap saat. Namun dasar jurnalistik itu adalah etika,” ujar Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer yang juga menjadi narasumber talk-show.

Menurut Eben, ekosistem pers yang merdeka membuat publik semakin kritis terhadap media massa. Mereka tidak akan segan-segan mengecam berita-berita yang tidak sesuai Kode Etik Jurnalistik, bahkan melakukan doxing pada penulis berita tersebut. Selalu ada tantangan dan tanggung jawab bagi insan pers, termasuk pers mahasiswa, untuk menghadirkan pers yang berkualitas, sehingga publik bisa tahu di mana mereka dapat mencari dan mendapatkan info yang tepat.

“Pers merupakan kepanjangan tangan publik, yang berusaha memenuhi rasa keingintahuan publik. Sementara pers mahasiswa merupakan kepanjangan tangan publik kampus, yaitu mahasiswa. Ketika mahasiswa tidak bisa mengakses kebijakan-kebijakan kampus, mereka bisa menggunakan pers mahasiswa,” tambahnya.

Beradaptasi

Narasumber lainnya, dosen komunikasi FISIP Unair, Suko Widodo, menyampaikan tentang perubahan khalayak yang memengaruhi konsumsi media di era digital. Menurutnya, media sosial telah menjadi rujukan utama anak muda dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk mengonsumsi berita. Mahasiswa membaca berita bukan dengan membuka website media daring, melainkan berdasarkan info di media sosial maupun dari teman-teman mereka. Tak heran jika kemudian, anak-anak muda tidak lagi menjadikan kredibilitas pers sebagai pertimbangan karena mereka lebih fokus pada kredibilitas informasi.

Selain itu, muncul pula reversed agenda setting. Hal-hal yang ramai dan menjadi trending topic di media sosial akan menjadi berita di media yang kian mengamplifikasi topik tersebut. “Oleh karena itu, pekerjaan rumah pers saat ini ada tiga. Pertama, mengedukasi publik. Kedua, menguatkan branding pers sebagai sumber kredibel. Ketiga, hijrah digital seutuhnya dengan produk yang customized, serta membangun interaksi dan engagement dengan audiens,” jelas Suko.

Pegiat media sosial Anelies Praramadhani yang berbicara paling akhir, menyebutkan profesinya sebagai seorang content creator tetap membutuhkan tanggung jawab dan kesadaran penuh dalam beretika jurnalistik. Sebagai mantan jurnalis, ia paham betul dengan masalah etika dan tanggung jawab jurnalistik. Tak heran jika sebelum membuat dan membagikan konten di media sosial, ia memikirkan betul dampak dan manfaat yang bisa ditimbulkan dari konten-konten tersebut.

“Sebagai content creator, saya tak pernah lupa merujuk pada jurnal maupun sumber-sumber kredibel saat membuat konten,” katanya. (***)

*BY MEDIACENTRE2, @dewanpers.or.id

Trending

Exit mobile version