Connect with us

Dunia Pendidikan

1.000 Ponpes Lolos Audisi Tahap Pertama Dapat Bantuan Modal OPOP

Published

on

Photo : Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum

Tasikmalaya, goindonesia.co – Sebanyak 1.000 pondok pesantren telah mendapatkan bantuan modal One Pesantren One Product (OPOP). Pemenang bantuan merupakan pondok pesantren yang lolos audisi tahap pertama.

Audisi tahap pertama OPOP 2021 ini sekaligus memastikan program unggulan Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum tetap berjalan untuk kali ketiga berturut-turut. Pandemi Covid-19 sedikit memengaruhi tapi tidak mengurangi dana untuk OPOP.

Menurut Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum, sebelumnya memang sempat ada rencana refocusing anggaran sampai ke tahap pembicaraan apakah OPOP dapat digelar lagi atau tidak. Namun dengan komitmen kuat hal itu urung dilaksanakan.

“Alhamdulillah program OPOP berhasil dilaksanakan walaupun ada penyesuaian di masa Covid-19. Ini adalah tahun ketiga pada masa kepemimpinan kami,” ujar Uu Ruzhanul Ulum saat membuka Pelatihan dan Magang Virtual OPOP Provinsi Jabar Tahun 2021 dari Rumah Singgah Wakil Gubernur, Kabupaten Tasikmalaya, Senin (6/9/2021).

Uu menuturkan, berdasarkan komitmen bersama dirinya dan Gubernur Ridwan Kamil, program OPOP tetap dilaksanakan dengan anggaran tetap meskipun ada modifikasi dalam prosesnya.

“Kalau anggaran lain silakan refocusing, tapi tolong program keumatan, hibah, bansos, program OPOP jangan sekali-kali disentuh karena ini menyangkut keumatan,” tutur Pak Uu menirukan sikap Gubernur Ridwan Kamil.

Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) Provinsi Jabar Kusmana Hartadji meskipun besaran dana OPOP tetap namun ada sedikit perubahan dalam jumlah pemenang audisi, yakni akan terjadi di tahap kedua di mana asalnya menyaring 100 ponpes kini menjadi 28 ponpes.

Sementara tahap pertama tetap 1.000 ponpes pemenang audisi dan pada setiap tahap tidak terhindarkan pemotongan pajak. Adapun pemenang tahap pertama akan dapat Rp25 juta dipotong pajak 15 persen untuk start up, dan Rp35 juta dipotong pajak 15 persen untuk scale up.

“Seluruhnya sudah diproses masuk rekening sejak tiga hari lalu,” sebut Kusmana yang akrab disapa Pak Tutus.

Adapun 28 pemenang audisi tahap kedua akan mendapatkan hadiah bantuan modal sebesar Rp100-200 juta. “Itu hanya scale-up saja, start-up tidak diikutsertakan,” jelasnya.

Untuk menentukan juara provinsi di tahap ketiga, Pak Tutus mengatakan pihaknya tetap mempertahankan jumlah tiga pemenang dengan masing-masing mendapatkan dana bantuan modal sebesar Rp400 juta. (***)

Continue Reading
Advertisement Berita Vaksin Penting

Dunia Pendidikan

Beranikan Diri Buka Usaha, Batik Lampung Sulastri Banjir Cuan

Published

on

Sulastri Oktavia (Foto : @vokasi.kemdikbud.go.id)

Lampung, goindonesia.co – Aroma lilin sudah menjadi makanan sehari-hari Sulastri Oktavia sejak 2010. Di usianya yang menginjak akhir 20-an kala itu, ia belajar membatik melalui kursus di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Batik Siger, Lampung. Hingga di satu titik, ia memantapkan hati untuk keluar dari zona nyaman dan membuka usaha sendiri. Kini, ia sukses mengembangkan bisnisnya, bahkan sudah punya omzet puluhan juta.

Perjalanan Sulastri membangun bisnis pun cukup panjang dan berliku. Tak memiliki keterampilan dasar membatik, ia menimba ilmu dengan cekatan. Menurut Sulastri, kursus membatik memberikan ia kesempatan untuk mengasah kemampuannya. Selain itu juga ia bisa menjadi perajin yang melestarikan batik khas Lampung.

“Dulu saya guru PAUD honorer dan jualan serabutan aja, sampai akhirnya saya ikut kursus membatik di LKP Batik Siger,. Perubahan saya mulai dari ikut kursus,” cerita Sulastri menyampaikan kisah pembelajarannya.

Tak langsung bisa, Sulastri belajar dan terus praktik, hingga keuletannya membuahkan hasil. Di akhir 2010, setelah lulus kursus ia langsung bekerja di teaching factory (Tefa) LKP Batik Siger menjadi perajin. Hampir sepuluh tahun Sulastri menjadi perajin di Batik Siger dan mendapatkan berbagai pengetahuan di industri batik.

Keberanian Memulai Usaha

Pada tahun kesembilan, Sulastri memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh. Dengan modal pengalaman, keterampilan, dan sedikit tabungan, ia memulai usaha batiknya sendiri, yaitu Batik As-syafa. Awalnya, usahanya dimulai dengan skala kecil. Ia hanya memiliki satu ruang kerja sederhana di rumahnya dan memproduksi batik secara mandiri, mulai dari menggambar pola hingga proses pewarnaan.

Namun, perjalanan ini tidaklah mudah. Sulastri harus menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal pemasaran dan kepercayaan diri sebagai pengusaha pemula. Di tahun 2019 lah, ia merintis usahanya berkat dukungan pula dari LKP Batik Siger.

“Dulu, tantangan terbesar saya adalah pemasaran yang sempat tersendat karena adanya covid-19 di tahun pertama usaha. Untungnya, LKP Batik Siger selalu memotivasi saya,” ungkap Sulastri

Untuk membedakan produknya di tengah pasar yang kompetitif, Sulastri terus berinovasi. Ia menciptakan motif-motif baru yang menggabungkan unsur-unsur lokal dengan desain kontemporer, sehingga batiknya memiliki daya tarik lebih. Selain itu, ia juga mulai menggunakan pewarna alami dari tumbuhan sekitar yang ramah lingkungan, sebuah nilai tambah yang banyak diminati konsumen saat ini.

Sulastri menjelaskan, “Ciri khas batik kami adalah semuanya pakai pewarna alami, mulai dari kulit jengkol, kayu tinggi, kayu mahoni, daun indigofera, sampai kulit buah jalawe.”

Berkat pengalaman dan koneksinya, ia pun sering menghadiri berbagai pameran lokal dan aktif mempromosikan batiknya melalui media sosial. Melalui Instagram @assyafabatiklampung dan @catalog_batik_asyafa, usaha Sulastri pun menjangkau pasar yang lebih luas, tidak hanya di Lampung, tetapi pemasaran sampai ke Aceh, Medan, Jabodetabek, bahkan kota-kota lain di Pulau Jawa.

“Alhamdulillah, omzet rata-rata bisa sampai Rp35 juta dan saya juga sudah punya 13 karyawan,” ungkap Sulastri.

Agen Pelestari Batik Tulis Lampung

Kesuksesan ini tidak hanya membawa perubahan besar dalam hidupnya, tetapi juga bagi komunitas sekitar. Ia memberdayakan beberapa perajin lokal untuk bergabung dalam usahanya, memberikan pelatihan kepada mereka, dan memperluas produksi untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.

“Usia saya sekarang 40, tetapi baru memulai usaha ketika 9 tahun berkarier jadi perajin. Gak ada kata terlambat, terutama dalam melestarikan budaya bangsa,” ungkap Sulastri

Sulastri juga berperan aktif dalam mempromosikan batik sebagai warisan budaya Indonesia di kancah nasional. Ia berharap agar generasi muda lebih mencintai dan melestarikan batik, serta tidak takut untuk berinovasi dalam bisnis yang berbasis tradisi.

Kisah Sulastri adalah contoh nyata bahwa tekad, keberanian, dan inovasi dapat membawa seseorang meraih kesuksesan. Dari seorang perajin batik, ia kini menjadi pengusaha sukses dengan omzet yang terus meningkat dan pemasaran yang semakin luas. Semangatnya dalam melestarikan budaya lokal melalui batik menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama perempuan yang ingin memulai usaha sendiri. (***)

*Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek 2022

Continue Reading

Dunia Pendidikan

Dukung Program Go Green, Dosen dan Mahasiswa Polije Olah Limbah Kampus jadi Pupuk Organik Bernilai Jual Tinggi

Published

on

Pupuk Organik hasil oleh limbah di lingkungan kampus yang merupakan hasil kolaborasi antara dosen dan mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Produksi Tanaman Hortikultura Politeknik Negeri Jember (Foto : @vokasi.kemdikbud.go.id)

Jember, goindonesia.co – Politeknik Negeri Jember (Polije) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung program go-green melalui berbagai inisiatif ramah lingkungan. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah mengolah limbah sampah organik yang dihasilkan di lingkungan kampus menjadi pupuk organik berkualitas tinggi. Program ini merupakan kolaborasi antara dosen dan mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Produksi Tanaman Hortikultura yang berfokus pada pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan.

Limbah organik yang diolah meliputi sisa-sisa makanan, dedaunan, dan sampah organik lainnya yang kerap ditemui di area kampus. Selain itu, tim juga memanfaatkan kotoran hewan dari teaching factory (Tefa) Feedlot dan Sapi Perah Polije sebagai bahan baku tambahan dalam proses pembuatan pupuk. Dengan pendekatan ini, Polije tidak hanya mengurangi volume sampah organik yang harus dibuang, tetapi juga menciptakan produk bernilai tambah yang bermanfaat bagi pertanian dan penghijauan.

Hanif Fatur Rohman, salah satu dosen Program Studi (Prodi) Produksi Tanaman Hortikultura yang terlibat aktif dalam projek ini, menjelaskan bahwa inisiatif ini lahir dari kepedulian terhadap lingkungan kampus yang banyak menghasilkan limbah organik. 

“Kami melihat potensi besar dari limbah organik yang ada di sekitar kita. Alih-alih membiarkannya terbuang sia-sia, kami berpikir untuk mengolahnya menjadi pupuk organik yang dapat dimanfaatkan kembali, terutama untuk keperluan pertanian hortikultura,” ujar Hanif.

Menurut Hanif, pupuk organik yang dihasilkan memiliki keunggulan yang signifikan dibandingkan dengan pupuk kimia. Salah satu keunggulan utamanya adalah kemampuannya untuk mempercepat pertumbuhan tanaman tanpa menimbulkan efek negatif pada tanah. 

“Pupuk ini dibuat dari bahan-bahan yang sepenuhnya organik, sehingga aman dan tidak merusak kesuburan tanah. Justru, tanah menjadi lebih subur dan sehat dengan penggunaan pupuk organik ini,” tambahnya.

Proses pembuatan pupuk ini dilakukan di bawah pengawasan dan bimbingan langsung dari dosen. Mahasiswa juga dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapannya, mulai dari pengumpulan bahan baku, pengolahan, hingga pengemasan produk akhir. Hal ini tidak hanya memberikan pengalaman praktis kepada mahasiswa, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan.

Produk pupuk organik yang dihasilkan oleh tim ini kini telah menjadi salah satu produk unggulan dari rintisan Tefa Rumah Organik Polije. Produk tersebut tidak hanya dipasarkan di lingkungan kampus, tetapi juga telah merambah pasar yang lebih luas, yaitu toko-toko tanaman di Jember dan sekitarnya. Respons dari masyarakat pun cukup positif, terutama dari para petani dan pecinta tanaman yang mencari alternatif pupuk yang ramah lingkungan.

Hanif dan tim tidak berhenti di sini. Mereka memiliki rencana untuk terus mengembangkan produk ini agar dapat diproduksi dalam skala yang lebih besar. 

“Kami berharap dapat meningkatkan skala produksi pupuk organik ini sehingga bisa memenuhi kebutuhan yang lebih luas. Dengan begitu, kami tidak hanya berkontribusi pada pengurangan limbah dan penghijauan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi Polije dan masyarakat sekitar,” kata Hanif dengan penuh optimisme.

Selain itu, tim juga tengah mengembangkan riset untuk menyempurnakan komposisi pupuk organik agar lebih efektif dan efisien. Harapannya, pupuk ini dapat menjadi solusi bagi berbagai masalah pertanian, terutama dalam hal peningkatan hasil panen tanpa merusak lingkungan. 

“Kami percaya bahwa dengan riset yang tepat, pupuk organik ini bisa menjadi salah satu solusi untuk pertanian berkelanjutan yang sangat dibutuhkan saat ini,” tutup Hanif.

Program inovatif ini tidak hanya menunjukkan komitmen Polije dalam mendukung program go-green, tetapi juga membuktikan bahwa perguruan tinggi dapat berperan aktif dalam menciptakan solusi nyata bagi masalah lingkungan. Ke depan, Polije berencana untuk terus mengembangkan program-program serupa yang mengintegrasikan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat dengan isu-isu keberlanjutan. (***)

*Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek 2022

Continue Reading

Dunia Pendidikan

Kisah Imelda, Kekuatan Tenun yang Mengantarkannya Berdikari dan Melanjutkan Studi

Published

on

Imelda Sriyati Ledi (22), seorang penenun kain tradisional berbakat (Foto : @vokasi.kemdikbud.go.id)

Jakarta, Ditjen Vokasi – Di tengah gemuruh perubahan zaman, ada seorang perempuan muda dari yang membuktikan bahwa tradisi dan ketekunan bisa menjadi jembatan menuju masa depan yang cerah. Imelda Sriyati Ledi (22), seorang penenun berbakat, berhasil mewujudkan impiannya untuk melanjutkan pendidikan tinggi dari hasil menenun kain tradisional.

Dalam mengejar mimpinya, ia memulai langkah sederhana dengan mengikuti program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) Tekun Tenun dan Kriya tahun 2021. Berkat ketekunannya tersebut, ia pun berkesempatan unjuk gigi di Pameran Kriyanusa 2024 pada stan program PKW Tekun Tenun dan Kriya.

“Ini pertama kalinya saya ke Jakarta dan saya tidak menyangka bahwa selain bisa jadi perajin dan melanjutkan kuliah, saya juga ikut pameran ini,” ungkap Imelda yang ditemui pada 28 Agustus 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta.

Berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), ia turut melestarikan wastra nusantara yaitu kain tenun khas Sumba. Ia pun menjadi satu-satunya pemuda di kecamatannya yang rutin menenun.

“Di Kecamatan Loli memang saya sendiri yang masih rutin menerima orderan menenun,” ungkap Imelda.

Belajar dari Nol sampai Mampu Ubah Hidup

Walaupun sudah tiga tahun rutin menenun dan menjadi perajin, Imelda tidak melupakan jerih payahnya saat kursus menenun. Imelda bercerita bahwa dahulu ia perlu menempuh jarak puluhan kilometer dan pergi menggunakan angkot untuk ke tempat kursus.

“Selain itu, dulu saya baru belajar menenun di PKW. Sangat sulit dan menantang. Tapi, akhirnya saya terbiasa,” cerita Imelda.

Dari kursus tersebut Imelda mendapat pengetahuan dan mengasah keterampilan menenun, seperti memadukan warna dan corak. Tak ada kesuksesan yang hadir begitu saja. Awalnya, Imelda pun hanya mampu membuat kain berukuran pendek yang di harga Rp300 ribu. Akan tetapi, berkat kemahirannya semakin berkembang, ia pun sudah bisa membuat kain tenun sampai dengan harga Rp1,5 juta.

Satu tahun menekuni tenun, Imelda dapat menabung untuk mendaftar kuliah, mimpi yang sempat tertunda. Di tahun 2022 lah ia mulai berkuliah seperti anak-anak lainnya. Memasuki Program Studi Ilmu Komputer, ia ingin tidak hanya ingin menjadi perajin muda, tetapi juga seseorang yang melek dengan teknologi.

“Puji syukur bahwa keahlian menenun bisa membawa saya ke salah satu universitas di Kabupaten Sumba Barat,” ujar Imelda penuh syukur.

Kepiawaian Imelda dalam menenun pun membuat karyanya tak jarang diterima dan Hasil dipromosikan oleh Dekranasda Kabupaten Sumba Barat serta dijual di Sentra Manada Kabupaten Sumba Barat. Dari situlah hasil tangannya tidak hanya dibeli masyarakat lokal tetapi oleh wisatawan yang berkunjung ke kampung tersebut. 

Kisah Imelda adalah contoh nyata bagaimana tradisi lokal dapat menjadi kekuatan untuk mengubah nasib. Dengan kerja keras, dedikasi, dan juga kreativitas, Imelda berhasil mengangkat harkat hidupnya dan menunjukkan bahwa jalan menuju kesuksesan bisa dimulai dari benang yang ditenun dengan tangan sendiri. (***)

*Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek 2022

Continue Reading

Trending