Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD meninjau pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) Sumenep, Madura. (Dokumentasi : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, @www.beacukai.go.id)
Sumenep, goindonesia.co – Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD meninjau pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) Sumenep, Madura, pada Kamis (02/02). KIHT Sumenep, merupakan salah satu KIHT yang sedang dibangun di Provinsi Jawa Timur, dengan rencana luas lahan sekitar dua hektar.
Kepala Kanwil Bea Cukai Jatim I, Untung Basuki mengatakan pembangunan KIHT ialah salah satu wujud pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT), yaitu instrumen transfer ke daerah dalam APBN, yang ditujukan untuk menangani eksternalitas negatif yang timbul akibat konsumsi produk hasil tembakau dan untuk memajukan perekonomian daerah penghasil tembakau.
“Melalui kebijakan DBH CHT, setiap rupiah pajak yang dibayarkan oleh masyarakat ke negara akan kembali lagi ke masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, pembagian alokasi DBH CHT diperuntukkan 50% untuk kesejahteraan masyarakat, dengan rincian 20% untuk peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja, dan pembinaan industri, serta 30% untuk pemberian bantuan, kemudian 40% untuk kesehatan masyarakat, dan 10% untuk penegakan hukum. Pembangunan KIHT ini merupakan implementasi DBH CHT di bidang penegakan hukum,” jelasnya.
Disebutkan Untung, di Provinsi Jawa Timur sendiri, Bea Cukai dan pemerintah daerah bekerja sama membangun KIHT di Sumenep, Pamekasan, Sidoarjo, dan Pasuruan. Hal ini dilakukan mengingat Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu pusat industri hasil tembakau nasional dan memiliki 754 pabrik rokok yang terdaftar. Rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) menjadi jenis rokok yang paling banyak diproduksi di tahun 2022. Industri Hasil Tembakau (IHT) di Jawa Timur sendiri turut berkontribusi pada penerimaan negara, yaitu sebesar Rp135,16 triliun (cukai) di tahun 2022 dan juga pada peningkatan perekonomian daerah dan penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur. Secara khusus, Untung menyebutkan Madura juga memiliki peran penting dalam pengembangan industri hasil tembakau dengan adanya 108 perusahan rokok dengan jumlah produksi 3,3 miliar batang per tahun di tahun 2022.
“Dengan adanya KIHT di Jawa Timur, khususnya di Sumenep ini, akan banyak kemudahan yang akan diperoleh pengusaha industri hasil tembakau yang berada di KIHT, di antaranya pengecualian dari ketentuan memiliki luas paling sedikit dua ratus meter persegi untuk lokasi, bangunan, atau tempat berusaha, kegiatan dalam menghasilkan barang kena cukai (BKC) hasil tembakau dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama oleh pengusaha pabrik yang berada dalam satu KIHT, serta diberikan fasilitas penundaan pembayaran pita cukai,” rincinya.
Untung menambahkan KIHT juga akan memudahkan pengawasan di bidang cukai sehingga dapat menekan produksi dan penjualan rokok ilegal serta menciptakan kondisi industri yang sehat. “Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan KIHT, yaitu untuk mendukung industri kecil dan menengah sektor hasil tembakau serta mengoptimalkan pemanfaatan DBH CHT terutama dalam penanganan rokok ilegal. KIHT merupakan upaya soft approach untuk melengkapi upaya penindakan rokok ilegal (hard approach) sebagai suatu langkah komprehensif dan kolaboratif antara Bea Cukai, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum,” imbuhnya.
Untung pun berharap KIHT dapat menunjang kinerja penindakan rokok ilegal di Jawa Timur, yang di tahun 2022 tercatat sebanyak 4.386 penindakan dengan hasil penindakan sejumlah 153,99 juta batang rokok ilegal, “Semoga KIHT ini mampu menekan peredaran rokok ilegal serta mendukung pengembangan industri hasil tembakau yang legal.” (***)
(Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, @www.beacukai.go.id)