Kredit Foto: CT Corp
Jakarta , goindonesia – Konglomerat Chairul Tanjung mengungkap era disruptif teknologi 4.0 di mana banyak hal di dunia ini berubah. Padahal, menurut pendiri CT Corp ini, perubahan bukan hanya terjadi pada masa sekarang tetapi sudah terjadi sejak zaman dahulu, meski lebih lambat dari zaman teknologi ini.
Hal tersebut diungkap oleh pria yang biasa disapa CT ini melalui video YouTube bertajuk “Motivasi – drg. Chairul Tanjung, MBA”.
Disruptif atau gangguan ini bukan era baru tetapi sudah terjadi sejak zaman dahulu. Contohnya sebelum ada mobil, orang-orang memakai kereta kuda hingga pada tahun 1991, muncul teknologi ponsel dengan GSM.
“Era perubahan selalu menimbulkan disruption (kerusakan), tetapi disruption saat ini agak berbeda karena digital disruption,” ujar CT, seperti dilansir wartaekonomi.co.id .
Akibatnya, menurut CT, digital disruption lebih berbahaya dari disruption sebelumnya. Digital disruption lebih cepat, lebih sering berdampak lebih besar. Karena itu, jika tidak memahami, dan mencoba adaptasi kita akan tertinggal dan kalah dengan persaingan. Hal ini karena era disruption selalu menguntungkan konsumen melalui aplikasi berbasis teknologi yang mensubsidi konsumen. “Itulah kenapa mereka bisa memberikan harga lebih murah daripada konvensional,” ujar CT.
Inilah contoh digital disruption mengakibatkan sebuah perubahan yang luar biasa. Revolusi digital juga menjadikan banyak produk menjadi absolut, contohnya smartphone yang bisa menjadi tv, kamera dan telepon.
“Perubahan ini terlihat simpel, padahal mengubah gaya hidup manusia, akibatnya juga mengubah supply dan demand,” terang CT.
Perubahan kehidupan juga cepat. Jika dahulu Windows membutuhkan waktu 30 tahun untuk update terbaru, kini Android hanya butuh 6 tahun.
Teknologi juga menimbulkan disruption di bidang kesehatan. Contohnya di Singapura, dokter ahli radiologi menjadi dokter paling mahal karena harus membaca hasil scan, dan lain sebagainya. Tetapi kini, dokter ahli radiologi menjadi dokter paling tidak laku. Kenapa? Karena sudah ada Artificial Intelligence (AI) yang dapat membaca itu semua.
Bahkan, keakuratan robot AI lebih hebat dari seorang dokter. Hal ini karena AI memiliki jutaan data kasus, sementara dokter mungkin hanya ratusan atau ribuan kasus. Itulah sebab teknologi mengubah segalanya.
Contoh lainnya, kecanggihan 3D Printer akan disambungkan ke dalam tubuh manusia sehingga DNA manusia masuk ke dalam komputer. Hal ini dapat membuat manusia yang membutuhkan transplantasi ginjal, tinggal di print sesuai dengan DNA manusia itu sendiri.
Lalu, dalam era digital, aset yang paling berharga di dunia adalah data. Jadi, aset yang paling berharga bukan lagi emas atau tanah, tetapi data. Dengan data, apapun bisa dilakukan seperti melakukan prediksi, analisa, dan digital analytic.
Karena data pula bisa terjadi efisiensi, produktivitas meningkat, pelayanan lebih baik, dan lain sebagainya. Bahkan dengan data, kebanyakan milenial lebih memilih untuk bertanya pada Google terkait kesehatan, daripada ke dokter. Non-milenilal mungkin tidak puas, tetapi milenial mengaku puas bertanya pada internet.
Lebih lanjut, CT mengungkap bahwa generasi zaman dulu jika harus ke rumah sakit akan menuruti apa kata dokter. Tetapi milenial lebih memilih reputasi rumah sakit dan pengalaman banyak orang.
Dalam era digital, sosial media menjadi sangat penting. Karena itu, hati-hati dalam mengelola setiap bisnis di era digital ini karena complain satu orang bisa dirasakan jutaan orang.
Sektor kesehatan juga menjadi gaya hidup yang baru di era milenial. Orang-orang kaya lebih suka diperlakukan secara khusus, oleh klinik khusus, dokter khusus, perawat khusus serta antrean orang-orangnya tidak banyak. Lalu, permintaan asuransi kesehatan dan asuransi jiwa juga meningkat, sama halnya dengan alokasi belanja kesehatan yang juga meningkat.
“Semakin maju sebuah negara, maka PDB sektor kesehatan makin lama makin tinggi, contohnya Amerika,” terang CT.
Mengapa bisa demikian? CT mengungkap hal ini karena orang kaya di sana semakin banyak, dan orang kaya adalah orang-orang yang takut akan kematian. Karena itu, mereka rela mengeluarkan uang demi menjaga agar tidak cepat mati.
Entrepreneur di bidang rumah sakit, sudah pasti mencari keuntungan agar bisa maksimal merawat pasien. Zaman dahulu, para pengusaha rumah sakit berorientasi pada keuntungan. Sementara, pengusaha rumah sakit masa kini berorientasi pada nilai perusahaannya. Hal ini karena orang-orang melihat masa depan.
Dahulu, pengusaha pasti meminta dana dari bank. Sementara saat ini, pengusaha meminta dana dari para pemodal ventura. Dahulu juga beriklan melalui brosur dan media cetak, sementara kini melalui media sosial.
Meski demikian, baik zaman dahulu atau zaman sekarang, DNA pengusaha tidak berubah yaitu bisa membaca peluang. Jika tidak ada peluangnya, maka ciptakan peluang.
Namun, hal terpenting dalam menjadi pengusaha adalah bagaimana eksekusinya. Eksekusi menjadi kunci terpenting yakni menjadikan peluang sebagai aktivitas yang menciptakan nilai serta keuntungan.
Karena itu, diperlukan pengusaha yang pekerja keras. Pengusaha juga tidak mudah menyerah, yakni orang-orang yang ketika gagal pasti bangun lagi sampai kegagalan bosan menghampirinya.
Seorang pengusaha sejati juga sangat detail dan tidak kompromi terhadap hasil akhir, melainkan menuntut kesempurnaan hingga batasnya manusia sehingga sangat disiplin dan perfeksionis.
Pengusaha sejatinya memiliki satu kata kunci yakni membeli masa depan dengan harga sekarang. Berinvestasilah pada milenial karena generasi mereka lah yang akan menguasai pasar di masa depan.
Untuk menjawab tantangan di masa depan, berpikirlah out of the box. Saat ini sudah ada aplikasi Halodoc yang menjadikan semua orang bisa berobat meski hanya dari rumah.
Jika sektor kesehatan tidak terbuka akan era digital seperti ini, maka fungsi rumah sakit di masa depan bisa saja hilang. Karena itu, berpikirkan out of the box, ini bisa menjadi ancaman sekaligus peluang.
Lebih lanjut, CT mengungkap bagaimana data bisa mengubah ekosistem dunia. Contohnya Gojek, dari satu data pengguna dan driver, bisa menjadi Gopay, GoFood, GoCar dan lain sebagainya.
Dari data, perusahaan seperti Amazon, Apple, Alibaba, dan lain sebagainya bisa meraksasa. Mereka melakukan ekspansi usahanya menggunakan data yang sama, bukan data yang berbeda. (***)