Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Jakarta, goindonesia.co – Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memprotes kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang melarang ekspor batu bara selama Januari 2022. Mereka meminta kebijakan ini segera dicabut.
Kebijakan larangan ekspor batu bara selama Januari dilakukan Kementerian ESDM demi mengamankan pasokan batu bara ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT PLN (Persero). Defisit pasokan batu bara ini disebut bisa mengakibatkan 10 juta pelanggan PLN mengalami pemadaman listrik.
Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir mengatakan pelarangan ekspor batu bara selama Januari 2022 membawa dampak signifikan terhadap industri pertambangan batu bara secara umum dan pendapatan negara dari sisi devisa.
APBI menghitung dampak kebijakan ini adalah Volume produksi batubara nasional akan terganggu sebesar 38-40 juta MT per bulan.
“Pemerintah akan kehilangan devisa hasil ekspor batubara sebesar kurang lebih US$3 miliar per bulan. Pemerintah akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti) yang mana hal ini juga berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah,” ujar Pandu Sjahrir dalam keterangan resminya, Sabtu (1/1/2021).
Dampak lainnya, arus kas produsen batubara akan terganggu karena tidak dapat menjual batubara ekspor. Kapal-kapal tujuan ekspor, hampir semuanya adalah kapal-kapal yang dioperasikan atau dimiliki oleh perusahaan negara-negara tujuan ekspor.
“Kapal-kapal tersebut tidak akan dapat berlayar menyusul penerapan kebijakan pelarangan penjualan ke luar negeri ini yang dalam hal ini perusahaan akan terkena biaya tambahan oleh perusahaan pelayaran terhadap penambahan waktu pemakaian (demurrage) yang cukup besar (US$20,000 – US$40,000 per hari per kapal) yang akan membebani perusahaan-perusahaan pengekspor yang juga akan berdampak terhadap penerimaan negara,” terang Pandu Sjahrir.
Pandu Sjahrir menambahkan kapal-kapal yang sedang berlayar ke perairan Indonesia juga akan mengalami kondisi ketidakpastian dan hal ini berakibat pada reputasi dan kehandalan Indonesia selama ini sebagai pemasok batubara dunia.
Deklarasi force majeur secara masif dari produsen batubara karena tidak dapat mengirimkan batubara ekspor kepada pembeli yang sudah berkontrak sehingga akan banyak sengketa antara penjual dan pembeli batubara.
“Pemberlakuan larangan ekspor secara umum akibat ketidakpatuhan dari beberapa perusahaan akan merugikan bagi perusahaan yang patuh dan bahkan seringkali diminta untuk menambal kekurangan pasokan,” terangnya. (***)