Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), memberikan pidato kunci kepada para pemangku kepentingan (Dokumentasi : Biro Hubungan Masyarakat, KLHK)
Jakarta, goindonesia.co – Pertemuan internasional, World Water Forum yang ke-10 akan dilaksanakan di Bali, pada 18-24 Mei 2024 mendatang. World Water Forum sendiri merupakan forum lintas batas terbesar di dunia yang fokus dalam pembahasan dan penanganan masalah air yang diselenggarakan bersama oleh World Water Council dan Pemerintah Indonesia.
Pertemuan World Water Forum yang ke-10 menyediakan platform penting bagi semua pemangku kepentingan di sektor air dalam skala global, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Hal ini merupakan tonggak besar kontribusi Indonesia terhadap upaya masyarakat global dalam mengelola sumber daya air secara berkelanjutan.
Sebagai rangkaian persiapan menjelang World Water Forum ke-10 nanti, Pemerintah Indonesia menggelar National Stakeholders Forum (NFS) yang ke-3 di Jakarta (19/01/2023). Dua pertemuan sebelumnya telah dilaksanakan yang ditujukan kepada pemangku kepentingan nasional dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan lain sebagainya.
Forum NFS yang ke-3 ini dihadiri oleh organisasi internasional, kedutaan besar negara lain di Indonesia, LSM, publik, serta media internasional. Pertemuan ini juga sebagai pemberitahuan formal kepada para stakeholders internasional terkait rencana event World Water Forum ke-10 dan sekaligus mengkonfirmasi tantangan-tantangan strategis mengenai pengelolaan air.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya hadir dan memberikan pidato kunci kepada para pemangku kepentingan. Dalam pidatonya, Menteri Siti menyampaikan bahwa pertemuan NFS ke-3 ini bertujuan untuk mensosialisasikan capaian dan tujuan World Water Forum ke-10, serta memobilisasi komitmen pemangku kepentingan dalam mensukseskan forum tersebut nanti.
Menteri Siti menerangkan bahwa, kehidupan makhluk hidup sangat bergantung pada keberadaan dan ketersediaan air. “Biasanya pemukiman manusia selalu berusaha berada dekat dengan mata air, sungai, danau atau daerah yang air tanahnya mudah dijangkau. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya air yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas memegang peranan penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi suatu wilayah,” terang Menteri Siti.
Lebih lanjut, Menteri Siti mengungkapkan, agenda politik global seperti Megatrend 2045 menempatkan air pada posisi strategis dalam kerangka Food, Energy and Water (FEW), termasuk dalam kaitannya dengan bencana dan kesejahteraan. Penyediaan air bersih dan sehat tidak hanya terkait dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomor 6 yaitu air bersih dan sanitasi, tetapi juga terkait dengan poin nomor ke-17.
“Hal ini menjadi modalitas penting dalam perumusan kerangka kebijakan air yang menekankan bahwa penyediaan dan pengelolaan air tidak semata-mata persoalan teknis, tetapi terkait dengan prinsip hidrologi, biaya ekonomi, dan kelayakan,” ungkap Menteri Siti.
Sehubungan dengan itu, Menteri Siti menjelaskan bahwa pendekatan lanskap diterapkan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam, termasuk air yang sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, bahwa pembangunan infrastruktur berjalan seiring dengan perbaikan dan pemulihan lingkungan.
“Implementasi Tata Kelola berbasis lansekap atau bentang alam dalam pengelolaan sumber daya air sangat penting, karena pendekatan ini mengutamakan keseimbangan antara pelestarian lingkungan, ekonomi pembangunan dan kesejahteraan manusia, melalui integrasi kebijakan yang kuat dan komprehensif serta penegakan hukum,” jelas Menteri Siti.
Menteri Siti juga mengungkapkan bahwa dinamika diskusi dan negosiasi dalam berbagai pertemuan internasional terkait air, menekankan perlunya pendekatan lanskap dalam tata kelola air, yang dalam praktiknya menggunakan dua kerangka tata kelola utama, yaitu solusi berbasis alam, dan pendekatan berbasis ekosistem.
Pendekatan lanskap dalam pengelolaan air sangat dibutuhkan karena dikontrol secara ketat oleh aturan kartometrik, sehingga mampu mengidentifikasi elemen masyarakat sebagai subjek tata kelola dan merepresentasikan hubungan manusia-lanskap. Dengan demikian, format tata kelola yang digagas benar-benar mencerminkan keharmonisan multi-kepentingan dan multi-atribut lanskap, yang tentunya sangat spesifik di setiap wilayah.
Menteri Siti mengharapkan dalam perjalanan menuju World Water Forum ke-10 tahun depan, perlu disiapkan berbagai event baik nasional maupun internasional yang mendorong peningkatan kualitas kebijakan nasional dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya air hingga skala tapak. Melalui berbagai kegiatan tersebut dirinya berharap dapat terbangun konsep kerja terkait sumber daya air yang efektif, serta prinsip-prinsip tata kelola yang dapat dipahami dan diterapkan oleh aparatur pemerintah daerah dan aparatur di lapangan.
“World Water Forum 2024 harus menjadi momentum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kita, sebagai perwujudan air untuk kemakmuran bersama dan pertumbuhan bersama,” pungkas Menteri Siti. (***)
(Sumber : Biro Hubungan Masyarakat, KLHK, @)www.menlhk.go.id)