Sekretaris Jenderal MUI, Kiai Amirsyah Tambunan (Foto : @mui.or.id)
Jakarta, goindonesia.co – Dalam upaya memperkuat ekosistem ekonomi keuangan syariah di Indonesia, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kiai Amirsyah Tambunan menekankan pentingnya proses dan prosedur yang ketat dalam pemberian sertifikasi kesesuaian syariah untuk ekspor-impor. Hal ini disampaikan dalam sambutan Rapat Pleno DSN-MUI ke-58 pada Rabu, Rabu (3/7/2024) di Hotel Discovery Ancol, Jakarta.
Buya Amirsyah menggarisbawahi bahwa memperoleh sertifikasi kesesuaian syariah tidaklah mudah karena memerlukan ketelitian dalam segi keilmuan. “Kita harus mentradisikan proses dan prosedur supaya ketika DSN-MUI, sebagai perpanjangan tangan MUI, mengeluarkan atau menerbitkan fatwa secara de facto dan de jure diakui oleh lembaga-lembaga keuangan oleh stakeholder yang membutuhkan,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai sertifikat kesesuaian syariah yang dikeluarkan secara terburu-buru dapat menimbulkan kontroversi di masyarakat.
“Walaupun sudah dikeluarkan sesuai prosedur, jika pihak yang menjalankan tidak sesuai maka proses dan prosedur tetap akan bermasalah. Sehingga perlu dipastikan pihak-pihak yang menggunakan harus sesuai dengan ketentuan syariah,” katanya
Hal ini menekankan perlunya integritas, kapasitas, dan aksesibilitas dalam proses sertifikasi, serta komitmen dari Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI) untuk memastikan bahwa sertifikasi yang diberikan benar-benar diikuti oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
Buya Amirsyah juga mengingatkan bahwa sertifikasi kesesuaian syariah harus menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
“Kita tahu bahwa perkembangan dunia internasional dan geopolitik memengaruhi ekspor-impor kita. Ekonomi keuangan syariah kita belum masuk kepada momentum yang menjawab tantangan ekspor-impor global atau secara internasional,” jelasnya.
Padahal Indonesia memiliki kebutuhan yang sangat besar dalam industri halal dan ada cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia pada 2024.
“Namun, kesiapan ke arah tersebut masih memerlukan banyak persiapan, baik dari segi infrastruktur maupun standarisasi ekspor-impor yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah,” ungkapnya.
Dalam proses standarisasi, Buya Amirsyah menekankan pentingnya memastikan bahwa barang yang masuk dan keluar dari Indonesia memenuhi standar halal dan syariah.
“Standar halal dan syariah itu baik pembiayaan, keuangan, ataupun asuransi maupun tempat. Ini adalah komponen yang wajib dipenuhi,” katanya.
Selain itu, sistem dan sumber daya manusia yang memadai juga harus dipastikan agar proses sertifikasi berjalan lancar dan sesuai dengan ketentuan syariah.
“Ini merupakan satu kesatuan mata rantai yang tidak terpisahkan sehingga ketika melakukan ekspor-impor tidak terjadi sesuatu yang melanggar secara syariah,” tambahnya.
Buya Amirsyah juga menyoroti pentingnya dukungan dari lembaga-lembaga keuangan syariah, asuransi, serta lembaga lainnya, seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
“Kita membutuhkan aturan termasuk fatwa dan sumber daya manusia yang kuat. Inilah yang harus dipenuhi terlebih dahulu supaya jangan menjadi hambatan,” tegasnya. (***)
*MUI – Majelis Ulama Indonesia