Infografis RUU Kesehatan (Dokumentasi : Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kemenkes RI, @sehatnegeriku.kemkes.go.id)
Jakarta, goindonesia.co – Manfaat Rancangan Undang-undang (RUU) kesehatan dapat mendorong pendidikan dokter spesialis yang murah dan transparan.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengatakan melalui RUU Kesehatan pendidikan dokter spesialis dapat dilakukan berbasis rumah sakit di bawah pengawasan kolegium dan Kemenkes.
“Nantinya, peserta didik yang mengikuti pendidikan berbasis rumah sakit tidak perlu membayar biaya pendidikan karena akan dianggap sebagai dokter magang dan justru memperoleh pendapatan,” ujar dr. Syahril.
Pendidikan spesialis dapat dilakukan melalui program proctorship dimana dokter tidak perlu ke pusat pendidikan untuk mendapatkan pendidikan, tapi pengajarnya yang ke daerah untuk memberikan pendidikan di rumah sakit di daerah tersebut.
“Ini seperti skema di Inggris nantinya dimana jika ada daerah yang kekurangan dokter spesialis, maka dosennya yang diturunkan ke daerah tersebut untuk memberikan pendidikan. Jadi misalnya ada kekurangan dokter spesialis di Kalimantan, maka nanti pengajarnya yang kesana. Bukan dokternya yang ke Jawa,” kata Syahril.
Skema ini dinilai akan membantu menghilangkan bullying di pendidikan kedokteran.
Selain melalui skema tersebut, masalah bullying menjadi perhatian khusus DPR dan pemerintah dimana pasal anti-perundungan sudah diusulkan masuk dalam RUU Kesehatan.
Dikatakan dr. Syahril, Kemenkes mendapatkan laporan terjadinya perundungan. Namun banyak dokter yang takut bersuara ke publik karena beresiko terhadap karir mereka. Mereka lebih banyak diam dan menerima perlakuan perundungan tersebut.
Didalam usulan RUU Kesehatan pasal perlindungan dari bullying tercantum dalam pasal 208E poin d yang berbunyi ‘Peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan.’
Selain itu, mekanisme pendidikan spesialis berbasis rumah sakit juga akan menjamin proses masuknya lebih transparan dan berdasarkan test dan meritokrasi, tutup dr. Syahril. (***)
*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kemenkes RI, @sehatnegeriku.kemkes.go.id