Ilustrasi akad nikah (Foto : @mui.or.id)
Jakarta, goindonesia.co – Sebanyak 60 peserta terpilih dalam International Annual Conference on Fatwa MUI Studies (ANCF) 2024 masing-masing mempresentasikan hasil penelitiannya kepada para penguji.
Hasil penelitian dalam bentuk makalah tersebut dipresentasikan dihadapan penguji sesuai tema-tema pada ACFS 2024.
Tema tersebut antara lain mengenai aqidah dan ibadah, ekonomi dan keuangan syariah, sosial kemasyarakatan dan produk halal, dan metodelogi dan kelembagaan fatwa.
Masing-masing tema tersebut diisi oleh 15 peserta. Mahasiswa Magister UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Andre Afrilian, menjadi salah satu peserta yang mengangkat tema tentang akidah dan ibadah.
Ditemui awak media, di sela-sela pemaparan materi di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2024) lalu, Andre menyampaikan, dirinya mengangkat penelitian tentang Fenomena Mualaf Temporer dalam Kasus Pernikahan Beda Agama Pasca Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 dan Fatwa MUI VIII/16/Ijtima Ulama/VIII/2024.
Andre mengatakan, SEMA tersebut menekankan kepada para hakim untuk tidak mengabulkan ke pengadilan agama maupun pengadilan negeri.
“Jadi selama ini, perkawinan beda agama itu memang sudah dilarang di Undang-undang Pernikahan Tahun 1974 Ayat 2 Pasal 1 yang menjelaskan bahwa pernikahan yang sah itu dilakukan berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing,” kata Andre.
Namun pada praktiknya, ada saja pasangan beda agama yang akan menikah ini mengambil jalur alternatif melalui mualaf temporer. Selain itu, kerap kali melakukannya dengan menikah dan dicatat di luar negeri, kemudiaan pulang ke Indonesia, baru dicatat.
“Kalau seandainya perkawinan dilakukan di luar negeri dan perkawinan itu dicatat di luar negeri, itu bisa dikonversi ke pencatatan di Indonesia,” ungkapnya.
Andre mengungkapkan, praktik terselubung tersebut biasanya dilakukan oleh pelaku yang memiliki banyak uang. Sementara bagi kelas menangah maupun kelas bawah, melakukan aksi terselubung itu dengan pindah agama.
“Tapi bagian menengah itu biasanya dengan cara mualaf temporer. Gampangnya itu mereka non Muslim dengan Muslim dengan cara mualaf dulu. Abis itu, Islam sama Islam nih, mereka akan kembali lagi ke agama asalnya,” ujarnya.
Menurut Andre, perilaku tersebut sangat tidak etis dan mempermainkan agama. Sebagai Alumni UIN Malang, Andre melihat banyak kasus tersebut terjadi Kabupaten Malang.
“Karena disana moderasi beragamanya sangat kuat sekali. Jadi disana banyak sekali macam agama, mayoritas gak Islam saja, katolik banyak juga. Otomatis banyak juga praktik perkawinan beda agama, karena pasti ada yang saling punya hubungan,” tuturnya.
Oleh karena itu, pernikahan beda agama tidak bisa dihindari lagi karena banyak kasus tersebut terjadi di Kabupaten Malang.
Andre mengaku telah mewancarai dua pelaku dari praktik tersebut untuk menggali informasi terkait kasus tersebut.
“Jadi mereka niat awalnya masuk agama Islam hanya untuk melakukan perkawinan saja. Setelah itu keluar lagi,” tuturnya.
Andre menekankan, kasus seperti ini harus diperhatikan. Pada saat memaparkan penelitian ini, Andre mengungkapkan, panelis juga baru mengetahui praktik terselubung ini setelah dipersulit oleh SEMA.
“Beberapa masukan dari panelis, istilah itu memang sebelumnya belum ada. Setau kita, orang-orang yang mengakali beda agama itu dengan nikah sirih otomatis kan tidak mendapatkan pencatatan perkawiman atau menikah diluar negeri tadi,” ungkapnya.
Kaitannya dengan Fatwa MUI, Andre menyampaikan, dukungannya terhadap fatwa tersebut selain dari SEMA.
Meski begitu, Andre meminta kepada MUI dan pemerintah untuk mengeluarkan setidaknya penetapan untuk melarang dan membatasi praktik ini.
Andre menjelaskan, masuk agama Islam yang bertujuan untuk menikah, kemudiaan keluar, berdasarkan kajian Islam juga merupakan tindakan yang tidak etis karena menyepelekan dan mempermainkan agama.
Andre meminta, ketika ada yang mau masuk Islam dengan tujuan menikah, diberikan edukasi terlebih dahulu melalui KUA maupun mualaf center.
Selain itu diberikan pengawasan juga agar tujuan menjadi mualaf itu benar-benar dilakukan secara permanen.
“Penelitian ini saya akui susah, karena penelitian ini dengan niatnya sendiri. Masuk Islam karena untuk nikah, dengan hati sendiri atau gimana,” ungkapnya.
Sementara itu pada Jumat (26/7/2024), digelar puncak Tasyakur Milad ke-49 MUI.
Acara Tasyakur Milad MUI kali ini mengusung tema “MUI Berkhidmat Untuk Kemaslahatan Umat dan Keharmonisan Bangsa”.
Perhelatan ini dimulai sejak pukul 19.30 WIB yang dimeriahkan dengan serangkaian agenda, mulai dari Penyerahan Hasil Ijtima Ulama VIII Komisi Fatwa se-Indonesia Tahun 2024, Penyerahan Penghargaan kepada sejumlah Perwakilan Pimpinan MUI yang telah wafat, Penandatanganan Nota Kesepahaman antara MUI dengan Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), dan dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), hingga Launching Program Sosialisasi, Literasi, dan Pengembangan SDM Bidang Ekonomi Syariah.
Dalam perhelatan ini, selain Ketua Umum MUI Anwar Iskandar, hadir pula sejumlah Duta Besar Negara Sahabat, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju, jajaran Kepala Lembaga Non Pemerintah, jajaran Pengurus MUI, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Noor Achmad, dan sejumlah Ketua Umum Ormas Indonesia.
Sementara Wapres, selain bersama Ibu Hj Wury, juga didampingi oleh Staf Khusus (Stafsus) Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi, Stafsus Wapres Bidang Umum Masykuri Abdillah, Stafsus Wapres Bidang Ekonomi dan Keuangan Lukmanul Hakim, dan Asisten Stafsus Wapres Sholahudin Al Aiyubi. (***)
*MUI – Majelis Ulama Indonesia