Workshop Gerakan Dakwah Ekonomi Umat yang digelar KPEU MUI di Aula Buya Hamka, dengan tema “Membangun Literasi Gerakan Ekonomi Umat.”(Foto : @mui.or.id)
Jakarta, goindonesia.co – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Amirsyah Tambunan menyatakan pentingnya penguatan ekonomi umat melalui upaya konkret dalam rangka memperluas segmen syariah.
Hal ini penting untuk menopang berbagai sektor pembiayaan Lembaga Keuangan syariah (LES), Lembaga Pembiayaan Syariah (LPS) dan Lembaga Bisnis Syariah (LBS) yang merupakan bagian penting dari sektor keuangan Indonesia. Sektor keuangan ini menghadirkan potensi pasar yang besar di Indonesia.
Buya Amirsyah membeberkan beberapa langkah nyata harus dilakukan yaitu pertama, ikhtiar untuk mendorong literasi
keuangan syariah. Meski tergolong masih rendah tetapi harus diakui terjadi peningkatan yaitu dari angka 9 persen pada 2022 lalu menjadi 39 persen pada 2023.
Hal ini di sampaikan dalam Workshop Gerakan Dakwah Ekonomi Umat yang digelar Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU) MUI di Aula Buya Hamka, Sabtu (30/11/24). Kegiatan ini mengambil tema “Membangun Literasi Gerakan Ekonomi Umat.”
Kedua, pemerintah telah gencar mendukung perkembangan sektor syariah dengan penerbitan POJK 10-12/2023, yang mengamanatkan pemisahan unit usaha syariah dalam lembaga keuangan seperti bank, perusahaan asuransi, dan perusahaan penjaminan.
“Inisiatif ini diharapkan dapat mendorong unit usaha syariah untuk melakukan berbagai pengembangan dalam prosedur dan proses bisnis agar dapat memperkuat aspek kelembagaan, menciptakan bisnis syariah yang stabil dan kompetitif, serta mampu menjawab dinamika dan kompleksitas industri perbankan,” kata dia.
Lebih lanjut, dia memaparkan hingga kini pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih lamban.Ddaya beli masyarakat rendah di sebabkan banyak faktor antara lain kurang optimalnya ikhtiar LES dan terbatasnya pembiayaan yang dilakukan mitra kerja MUI.
“Oleh karena itu perlu memperkuat afirmasi dari semua pihak sehingga gerakan ekonomi umat melalui pendekatan LES yang konsistensi, inovasi, sinergi, dan sinkronisasi (KISS),” ujar dia.
Menurut Buya Amirsyah literasi ekonomi Islam perlu di perkuat melalui konsep tijarah berdasarkan QS As-Shaf ayat 10 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰى تِجَارَةٍ تُنْجِيْكُمْ مِّنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang (dapat) menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?”
Jadi, kata Buya Amirsyah, perniagaan dalam Islam dengan kata tijarah lebih konfrehensif untuk membentuk tatanan ekonomi umat yang kuat dan mandiri berdasarkan QS ash-Shaff ayat 11:
تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَتُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَۙ
Artinya: “(Caranya) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
“Jadi diperlukan jihad ekonomi umat hal ini sejalan dengan visi KPEU MUI yaitu menjadi pengerak ekonimi umat yang kuat dan mandiri,” kata dia.
Oleh karena itu skema pembiayaan ekonomi umat melalui Zakat, infak, sedekah, wakaf (Ziswaf) yang bersumber dari, oleh dan untuk kekuatan dan kemandirian ekonomi umat.
Dia menambahkan, Kemenag mencatat bahwa potensi Wakaf di Indonesia tumbuh pertahun mencapai 6 persen dengan 4 persen di antaranya dialokasikan untuk wakaf produktif. Potensi wakaf uang di Indonesia diperkirakan mencapai 12 miliar dolar AS per tahun dengan realisasi hingga Maret 2024 mencapai 180 juta dolar AS. (***)
*MUI – Majelis Ulama Indonesia