Pertemuan HWG G20 di Yogyakarta. (Dok Kemenkes.)
Jakarta, goindonesia.co : Pertemuan Health Working Group (HWG) bertajuk ”Harmonizing Global Health Protocol Standards” bagian dari rangkaian Sherpa Track Presidensi G20 digelar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI di Yogyakarta, 28-30 Maret 2022.
Pertemuan G20 sendiri merupakan sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia, terdiri dari 19 negara dan satu lembaga Uni Eropa.
Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kemenkes RI menyebutkan, pertemuan pertama HWG digelar secara luring dan daring dengan dihadiri sekitar 70 delegasi mancanegara dan 50 delegasi lokal.
Adapun agenda HWG 1 secara khusus membahas satu dari tiga isu prioritas bidang kesehatan dalam Presidensi G20. Yakni, harmonisasi standar protokol kesehatan global untuk perjalanan antarnegara.
Sedangkan agenda HWG 2 membahas tentang upaya membangun ketahanan kesehatan global. Sementara agenda HWG 3 membahas mengenai pembangunan pusat studi serta maknufaktur untuk pencegahan, persiapan, dan respons terhadap krisis kesehatan yang akan datang.
Penyelarasan protokol kesehatan antarnegara sangat dibutuhkan untuk menunjang interkonektivitas dan konektivitas sistem informasi kesehatan dari berbagai negara guna memudahkan perjalanan internasional.
Selama 3 hari ke depan, pertemuan HWG 1 akan dibagi dalam 6 sesi diskusi.
Sesi 1 membahas tentang Digital Documentation of Covid-19 Certificates.
Sesi 2 membahas Harmonizing Global Health Protocols.
Sesi 3 membahas Harmonizing Global Health Protocols.
Sesi 4 membahas Sharing National Experiences and Best Practices in Implementing Policy and Mutual Recognition.
Sesi 5 membahas Harmonizing Global Health Protocols.
Sesi 6 adalah penutup yakni Follow Up dan Concluding Plennary Session.
“Masing-masing sesi akan melibatkan pakar dan pemateri dari berbagai negara,” tulis Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kemenkes RI, Senin (28/3/2022).
Melalui berbagai sesi ini diharapkan bisa menghasilkan kesepakatan yang dapat mendorong implementasi harmonisasi protokol kesehatan global, sehingga mobilitas antarnegara akan semakin terjamin keamanannya serta turut mempercepat pemulihan ekonomi dunia.
Setelah keenam sesi tersebut selesai, agenda HWG 1 akan dilanjutkan dengan G20 Side Event Tuberkulosis yang berlangsung pada 29-30 Maret 2022. Adapun tema yang diangkat adalah ”Pembiayaan Penanggulangan TBC: Mengatasi Disrupsi Covid-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi Masa Depan”.
Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen global dalam mengakhiri penyakit TBC pada 2030. Utamanya, komitmen dalam peningkatan pendanaan bagi pencegahan dan penanggulangan TBC yang berkelanjutan.
Sekretaris Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid mengatakan, presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022 ini sangat strategis mengingat forum ini akan memberikan suatu percontohan yang nyata dan komprehensif untuk recovery global.
“Dari sektor kesehatan, pertemuan ini bisa menjadi perantara untuk membuat vaksin global,” kata dr Nadia dalam keterangan resminya, Rabu (23/3/2022).
Di sektor ini, fokus utamanya terkait dengan upaya memperkuat arsitektur kesehatan global dengan 3 sub isu prioritas yang terdiri dari pembangunan sistem ketahanan kesehatan global, harmonisasi standar protokol kesehatan global, dan pengembangan pusat studi serta manufaktur untuk pencegahan, persiapan, dan respons terhadap krisis kesehatan yang akan datang.
Terkait pengembangan pusat studi serta manufaktur pencegahan krisis kesehatan, kata dr Nadia, pertemuan G20 memungkinkan pengembangan yang lebih cepat terhadap penemuan vaksin mRNA dan juga vaksin yang lebih murah, aman, untuk merespon suatu kondisi pandemi.
”Akan tetapi saat ini pengembangan vaksin mRNA hanya terjadi di negara-negara maju,” katanya pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Menurut dr Nadia, untuk bersiap menghadapi pandemi berikutnya, setiap negara harus memiliki akses yang setara terhadap vaksin, terapeutik dan diagnostik. Praktik terbaik yang sangat dibutuhkan di masa pandemi adalah memperkuat jaringan kolaborasi dan jejaring antarpara ahli, dan antar-ilmuwan sektor kesehatan masyarakat.
”Maka dari itulah menjadi sangat penting untuk menetapkan suatu perusahaan manufaktur regional dan pusat sebagai kolaborasi riset. Tanpa ada komitmen politik yang kuat untuk membangun sistem kesehatan global yang lebih kuat maka negara akan mengalami kesulitan untuk keluar dari situasi sulit sebagai dampak pandemi Covid-19,” ujar dr Nadia. (***)