Presiden Jokowi meresmikan peluncuran SPKLU Ultra Fast Charging pertama di Indonesia, yang digelar di Central Parkir ITDC Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Jumat (25/03 – 2022) / BPMI Setpres/ Laily Rachev.
Jokowi meresmikan SPKL ultra fast charging yang dapat melakukan pengisian daya yang sangat cepat yakni kurang dari 30 menit untuk satu kendaraan.
Jakarta, goindonesia.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan peluncuran Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging pertama di Indonesia, di Central Parkir ITDC Nusa Dua, Bali, Jumat (25/3).
Jokowi menilai, penciptaan ekosistem kendaraan listrik menjadi wujud komitmen Indonesia terhadap pengurangan emisi karbondioksida (CO2), terutama dalam Presidensi G20.
“Melalui penggunaan mobil listrik selama KTT G20 juga sekaligus sebagai showcase bahwa negara kita negara Indonesia menjadi negara terdepan dalam pengembangan kendaraan listrik,” kata Jokowi melalui pernyataan resmi, Jumat (25/3/2022).
Untuk mewujudkannya, Jokowi memastikan Indonesia akan mempersiapkan segalanya mulai dari hulu hingga ke hilir, yaitu mulai dari industri baterai dan komponen lainnya hingga penyiapan SPKLU dan home charging.
“Kita tunjukkan kepada dunia bahwa ekosistem kendaraan listrik di Indonesia tengah tumbuh dan berkembang cepat,” ujarnya.
Jokowi juga mengapresiasi Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang telah mempersiapkan 60 SPKLU Ultra Fast Charging 200 kilowatt dan 150 titik fasilitas home charging yang akan dipergunakan oleh seluruh delegasi dalam mendukung pelaksanaan KTT G20 di Bali, November mendatang.
Teknologi ultra fast charging ini diketahui memiliki berbagai keunggulan, salah satunya pengisian daya yang sangat cepat yakni kurang dari 30 menit untuk satu kendaraan.
Lebih lanjut, Jokowi juga menegaskan bahwa kendaraan listrik merupakan bagian dari desain besar transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan.
Menurutnya, ketergantungan Indonesia pada bahan bakar minyak energi fosil yang semakin tinggi harus dihentikan agar kemandirian energi dapat diwujudkan.
“Ketergantungan kita pada BBM pada energi fosil semakin tinggi dan sampai saat ini pemenuhan kebutuhan BBM kita, kita tahu semuanya masih impor, membebani defisit, membebani APBN kita, membebani defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan. Oleh sebab itu kondisi ini tidak boleh kita biarkan kita harus mencari cara agar bisa mewujudkan kemandirian energi,” ungkapnya. (***)