Berita

Peran Strategis Dai Internasional Asia Tenggara

Published

on

Majelis Ulama Indonesia (Foto : @mui.or.id)

Jakarta, goindonesia.co – Pada Kamis, 25 Juli 2024 bertempat di Hotel Millenium Jakarta, telah dibentuk Forum Internasional Dai Asia Tenggara (International Dai Forum of Southeast Asia) yang dideklarasikan di Istana Wapres RI pada Jumat 26 Juli 2024.

Forum tersebut diinisiasi oleh Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia—dalam rangkaian Milad ke-49 MUI—yang dihadiri oleh para dai dan cendekiawan muslim dari berbagai negara anggota ASEAN. Forum dihelat untuk memperkuat silaturahmi, meningkatkan sinergi, dan merumuskan strategi dakwah yang efektif di kawasan Asia Tenggara guna memperkuat dan mengarusutamakan al-wasathiyah al-islamiyah.

Forum tersebut menyepakati Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Dr KH M Cholil Nafis sebagai Sekretaris Jenderal.

Dalam tulisannya di Republika, 28 Juli 2024, Kiai Cholil Nafis menulis bahwa Asia Tenggara adalah wilayah yang pesat pertumbuhan agama Islam dan saat ini Islam semakin berkembang dalam berbagai sektor. Namun berbagai tantangan dakwah terus hadir, dan untuk itu diperlukan wadah para dai untuk bersinergi membangun wajah Islam yang ramah dan damai di Asia Tenggara berbasis nilai-nilai Wasathiyatul Islam.

Kehadiran forum tersebut menurut Kiai Cholil, “….membantu untuk menciptakan kondisi yang baik bagi kehidupan masyarakat, yakni, tidak ada korupsi, terjaminnya keadilan sosial, dan keluar dari krisis. Untuk mewujudkan kondisi masyarakat seperti itu memang sangatlah berat, tetapi usaha keras untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan bangsa dapat mengurangi kegalauan dan kerisauan beberapa kalangan.”

Inilah yang menjadi cita-cita kita bersama dalam membangun citra Islam sebagai agama yang ramah dan damai di bumi Asia Tenggara dengan wujud konkret kepedulian kita untuk mengampanyekan wacana moderat di tengah masyarakat.

Merancang masa depan Islam Asia Tenggara tidaklah mudah, tetapi kita tetap harus berusaha mewujudkannya, kata Kiai Cholil. Salah satu bentuknya adalah mengikat perjuangan kita dan dakwah Islamiyah dalam forum ini yang diharapkan dapat mengantarkan silaturrahim (sambung keluarga) menjadi silatul fikri (menyambung pemikiran) sehingga kita dapat melakukan harmonisasi gerakan dakwah (tansiqul harakah ad-da’awiyah) se-Asia Tenggara menuju bumi yang damai atas fondasi Wasathiyatul Islam dan tercapai tujuan negeri yang sejahtera penuh pengampunan dari Allah SWT, lanjutnya lagi.

Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar berharap forum tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat berta’aruf atau berkenalan, tetapi juga sebagai sarana untuk melahirkan gagasan dan konsep dalam mengembangkan dakwah Islamiyah di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, forum ini juga diharapkan dapat melahirkan pokok pikiran dan konsep bagaimana mengembangkan dakwah Islamiyah di kawasan ini sehingga Islam dapat berkembang dengan baik dengan cara saling bantu membantu dan bersinergi untuk menjadi kekuatan besar dalam mengembangkan ajaran Allah SWT.

Beliau juga menegaskan pentingnya para dai dalam menampilkan wajah Islam yang damai, sejuk, dan rahmatan lil ‘alamin. Di sinilah pentingnya Islam moderat atau Islam wasathiyah. Dengan berdirinya forum tersebut diharapkan prinsip-prinsip wasathiyah semakin mengakar dan menjadi pedoman bagi para dai di seluruh Asia Tenggara.

Dalam deklarasi forum tersebut, Wapres RI Prof Dr KH Ma’ruf Amin mengatakan bahwa negara-negara di wilayah regional ASEAN dengan keragaman bangsa dan etnis, agama, budaya, dan bahasa, sangat berkepentingan dalam menjaga stabilitas politik, sosial, dan ekonomi sebagai faktor penting mendukung stabilitas keamanan dan kesejahteraan kawasan.

Oleh karena itu, toleransi dan solidaritas harus dicerminkan dalam upaya dakwah penyebaran agama apapun, termasuk agama Islam. Menurut beliau, salah satu permasalahan umat yang perlu diprioritaskan dalam berdakwah adalah bagaimana menjaga umat agar tidak terpinggirkan.

Agar umat Islam ini jangan menjadi umat yang lemah atau yang terpinggirkan. Jangan sampai kita meninggalkan umat kita dalam keadaan lemah sebagaimana firman Allah SWT:

وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS Annisa: 9).

Ini menjadi tugas kita dalam berdakwah, kata beliau. Menurut Kiai Ma’ruf, fokus dakwah untuk memperkuat umat akan mampu menghindarkan umat dari keadaan lemah atau dhuafa. Salah satu cara untuk memperkuat umat adalah dengan menghindarkan umat dari bertindak dan berfikir di luar ajaran Allah SWT. Hal penting menurut beliau adalah: Bagaimana menyelamatkan masyarakat Islam yang masih makan minuman yang tidak halal, dan bermuamalah yang tidak sesuai syariah Islam.

Selain itu, beliau juga mengimbau para dai untuk berdakwah tentang menyelamatkan umat dari perpecahan. Allah SWT berfirman:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا

Artinya, “Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai…” (QS Ali Imran: 103)

Menurut Kiai Ma’ruf, umat Islam bisa saja terpecah-belah oleh karena pengaruh dari luar. Ada yang melakukan pemisahan, juga membuat kegamangan, keraguan terhadap ajaran agama, atau berbagai ajaran yang menyesatkan.

Sebagai contoh untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, beliau mengatakan bahwa prioritas dakwah di Indonesia adalah santrinisasi, yakni menjadikan umat Islam sebagai santri yang memiliki pemahaman agama yang lebih kuat, tetapi moderat dan toleran.

Menurut hemat penulis, Forum Internasional Dai Asia Tenggara tersebut memiliki sisi strategis sebagai berikut. Pertama, pembangunan jaringan dai yang kuat.

Membangun jaringan yang kuat dan berkelanjutan antara para dai, organisasi dakwah, dan lembaga pendidikan Islam di Asia Tenggara. Para dai Asia Tenggara dapat meningkatkan kualitas dakwah melalui pelatihan, seminar, dan lokakarya yang berfokus pada isu-isu kontemporer dan tantangan dakwah di Asia Tenggara. Selain itu, forum ini juga dapat memperkuat kerjasama antarnegara di Asia Tenggara dalam bidang dakwah dan pengembangan sumber daya manusia. Diharapkan agar forum tersebut menjadi referensi utama bagi para dai dan organisasi dakwah di Asia Tenggara dalam mengembangkan strategi dakwah yang efektif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Forum tersebut juga dapat meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antardai di Asia Tenggara, bahkan para ulama dan sarjana Muslim dalam rangka memperkuat dakwah Islam berbasis al-wasathiyah al-islamiyah.

Sebuah sebuah forum internasional, penting bagi forum tersebut untuk membangun platform untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan strategi dakwah yang efektif selain melakukan berbagai program pengembangan sumber daya manusia dai di Asia Tenggara melalui pelatihan, seminar, dan program pengembangan lainnya.

Satu hal yang cukup penting pula bagi dai Asia Tenggara adalah bagaimana menyebarkan dakwah yang menyatukan umat agar bersatu menciptakan kawasan Asia Tenggara yang aman, damai, stabil dan tumbuh sejahtera. Hal ini seiring dengan seruan para kepala negara ASEAN adalah menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai wilayah yang damai dan stabil.

Saat ini, dinamika dunia global kita masih belum stabil, sebab beberapa negara tidak mau patuh pada aturan internasional, bahkan dengan terang-terangan menentang norma yang telah disepakati secara global untuk menjaga keteraturan.

Untuk itu, dibutuhkan peran para dai dalam memainkan peran-peran diplomasi pada berbagai sektor untuk menciptakan kawasan yang damai. Untuk itu, maka penting bagi para dai untuk dapat bersinergi dengan negara masing-masing serta secara dai Asia Tenggara. Peran-peran dai internasional adalah strategis dalam konteks second track diplomacy atau “diplomasi jalur kedua” selain “jalur pertama” yang dijalankan oleh negara.

Kita tahu bahwa Islam di Asia Tenggara bersifat heterogen dan diwujudkan dalam banyak cara yang berbeda. Ini adalah fakta regional yang patut untuk dipertimbangkan dalam berbagai dakwah.

Di beberapa tempat di Asia Tenggara, Islam beradaptasi untuk hidup berdampingan atau berkoeksistensi dengan tradisi lokal yang sudah ada.

Sebagai kawasan yang majemuk, dibutuhkan suatu pendekatan dakwah yang aplikatif berbasis pada nilai-nilai wasathiyatul Islam. Adalah penting bagi forum dai internasional untuk merumuskan secara aplikatif bagaimana dakwah yang efektif untuk Asia Tenggara, atau dakwah lintas negara dengan audiens masyarakat Muslim yang beragam tersebut.

Satu hal yang tak kalah penting juga adalah bagaimana menyiapkan dai internasional yang terstandar—mungkin “standarisasi dai internasional”—dalam ilmu keislaman serta pengetahuan-pengetahuan praktis lintas negara tersebut.

Saat dipercaya untuk menyampaikan bekal bahasa praktis dan pemahaman kultural bagi dai Indonesia yang hendak berdakwah di salah satu negara Barat beberapa tahun lalu, penulis melihat masih kurangnya kemampuan praktis para dai dalam memahami “peta dakwah internasional”, dinamika-dinamika antarnegara, kemampuan praktis bahasa asing dan bagaimana beradaptasi di lingkungan yang berbeda dengan kita.

Maka, sangat mungkin forum dai internasional tersebut membuat panduan berdakwah di tingkat Asia Tenggara, bahkan di dunia untuk mencetak dai yang ber-mindset global namun tetap bertindak sesuai kearifan dan lokalitas wilayah tertentu.

Dalam sebuah diskusi dengan seorang dai asal Timur Tengah yang kini menetap di salah satu negara Barat, ia mengatakan bahwa penting bagi para dai atau tokoh Muslim Indonesia untuk mengikuti berbagai “percakapan internasional” agar memudahkan dalam dakwah dan berperan aktif, kontributif, dan substantif dalam event-event internasional atau dalam institusi kelas dunia yang majemuk.

Mungkin, jejaring dakwah internasional tidak cukup hanya dimanfaatkan saat ada pertemuan regional atau internasional, tapi perlu untuk benar-benar dilanjutkan dalam berbagai sharing pengetahuan secara berkala.

Akhirnya, sebagai tambahan beberapa poin di atas, hal penting juga untuk dakwah internasional adalah bagaimana merumuskan apa problematika dakwah kontemporer, sebab saat ini dinamika masyarakat cepat berubah, dan dibutuhkan kemampuan dai untuk membaca problematika dakwah tersebut agar dakwah kita menjadi rahmat bagi sekalian alam Asia Tenggara, bahkan bagi dunia. Wallahu a’lam bisshawab. (***)

*Yanuardi Syukur, Pengurus Komisi HLNKI MUI

Trending

Exit mobile version