Berita

Pelatihan Program Perlindungan Sosial Adaptif

Published

on

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati (berdiri memakai jas hitam) menjadi pembiacara dalam pelatihan program perlindungan sosial adaptif (PSA) di Kota Bandung, Jawa Barat, pada 21 – 23 Juni 2024. (Foto : Istimewa, @bnpb.go.id)

Bandung, goindonesia.co – BNPB bekerja sama dengan lembaga Pemerintah Jerman (GIZ) menyelenggarakan pelatihan program perlindungan sosial adaptif (PSA) di Kota Bandung, Jawa Barat, pada 21 – 23 Juni 2024. Kegiatan ini memfokuskan pada pilar pertama PSA, yaitu tata kelola kelembagaan dan kemitraan. 

Pelatihan yang dihadiri perwakilan unit kerja di lingkungan BNPB dibuka dan diikuti Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati. Dalam sambutan, Raditya yang ditunjuk sebagai Direktur Proyek Nasional program PSA berharap para peserta pelatihan dapat memahami konsep PSA yang terdiri dari empat pilar, di antaranya mengenai tata kelola kelembagaan dan kemitraan. Menurutnya, PSA ini sangat relevan dalam konteks Indonesia yang masyarakatnya rawan terdampak bencana. 

Pada kesempatan itu, Raditya mengatakan PSA juga berkaitan dengan isu-isu lainnya, seperti pengurangan risiko bencana, adaptasi perubahan iklim dan pencapaian pembangunan berkelanjutan. Terlebih pada pembahasan global mengenai perubahan iklim, ini dapat berpotensi memperburuk atau meningkatkan skala maupun dampak bencana. 

“Perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang dapat menganggu ketangguhan bangsa,” tambah Raditya.  

Perubahan iklim yang memicu besarnya skala bencana dan bahaya alam itu sendiri dapat berpotensi terhadap kehidupan masyarakat, di antaranya dampak bahaya alam yang berujung bencana dan menyulitkan masyarakat pulih pascabencana. Selain itu, bencana juga dapat berpengaruh terhadap faktor kemiskinan. 

Oleh karena itu, Raditya menggarisbawahi, negara wajib memberikan perlindungan sosial untuk mereka yang membutuhkan bantuan akibat bencana. 

Sementara itu, fasilitator pelatihan Dr. Saut Sagala mengatakan, konsep PSA ini tidak terlepas dari konteks Indonesia yang memang memiliki kerentanan dan bahaya alam. 

Di samping itu, adanya potensi kondisi ketidakpastian, seperti wabah penyakit, epidemi, pandemi, bencana sosial atau pun ketidakpastian ekonomi akibat krisis global dan perang. 

Menyikapi berbagai potensi risiko tadi, PSA berperan untuk memperkuat masyarakat sehingga mereka mampu untuk mengurangi potensi kerugian ketika terjadi guncangan. Dengan kata lain, masyarakat nantinya dapat melakukan adaptasi, antisipasi dan absortif terhadap risiko yang ada.

Pelatihan kali ini memfokuskan pada pilar pertama, tata kelola kelembagaan dan kemitraan. Salah satu bahasan yaitu identifikasi peran dan lembaga yang beririsan dengan konteks perlindungan sosial, khususnya di bidang kebencanaan. Pada pilar ini, koordinasi menjadi elemen yang penting dalam membangun kepercayaan dan kolaborasi berbagai pihak dalam implementasinya. 

Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan konsep PSA dan menyamakan pemahaman serta pengetahuan sebelum nantinya PSA diimplementasikan dalam penanggulangan bencana di Indonesia. 

Selama kegiatan, Deputi Bidang Sistem dan Strategi serta Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Udrekh mengawal proses penyampaian materi dan diskusi sejak awal hingga akhir pelatihan. 

Peran BNPB

PSA telah telah masuk dalam dokumen teknokratik pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024. Namun perlindungan sosial adaptif belum sepenuhnya berkembang. Sistem yang ada saat ini belum merespons kebutuhan masyarakat yang menjadi korban bencana.

Oleh karena itu,    penduduk yang    berada pada daerah rawan bencana menjadi rentan miskin.    

BNPB mengharapkan PSA ini nantinya dapat menjawab tantangan ke depan. Meskipun isu PSA tersebut telah ada pada dokumen rencana pembangunan yang mencakup tiga area utama. Pertama, pengembangan perlindungan sosial yang terintegrasi dengan risiko ekonomi dan sosial terhadap perubahan iklim dan bencana alam. 

Kedua, penguatan sistem kelembagaan perlindungan sosial yang    responsif terhadap risiko sosial dan ekonomi akibat perubahan iklim dan bencana alam.

“Terakhir, pengembangan sistem pembiayaan perlindungan sosial untuk mengatasi risiko perubahan

iklim dan bencana alam,” ujar Deputi Sistem dan Strategi BNPB.

Ke depan, PSA dengan dukungan penuh GIZ ini akan dilakukan BNPB sebagai implementaing partner seperti yang tertuang pada perjanjian pelaksanaan teknis yang ditandatangani kedua belah pihak pada akhir tahun 2023 lalu. Hal tersebut juga sejalan dengan Amanah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 dan kebijakan nasional tekait upaya pengentasan kemiskinan. 

PSA yang dikembangkan di Indonesia memiliki empat pilar utama. Keempat pilar tadi terdiri dari tata kelola kelembagaan dan kemitraan, desain dan mekanisme penyaluran program, sistem informasi dan pembiayaan. BNPB mendorong upaya implementasi PSA melalui integrasi ke dalam RPJMN 2025 – 2029 dan RPJPN 2025 – 2045.  (***)

*Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Trending

Exit mobile version