Ka’bah (Foto : Istimewa)
Jakarta, goindonesia.co – Pemerintah Arab Saudi meluncurkan program metaverse yang bisa membuat umat muslim mengunjungi Ka’bah secara virtual. Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi penjelasan.
Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, kunjungan Ka’bah secara virtual ini bisa dilakukan guna mengenalkan Ka’bah kepada umat Islam sebelum mengunjungi Ka’bah. Menurutnya, kunjungan virtual ini bisa membantu calon jemaah haji atau umroh.
“Kunjungan virtual bisa dilakukan untuk mengenalkan sekaligus juga untuk persiapan, atau biasa disebut sebagai latihan manasik haji, sebagaimana latihan manasik di Asrama Haji Pondok Gede. Serta untuk explore secara faktual agar ada pengetahuan yang memadai sebelum pelaksanaan ibadah,” ujar Asrorun Niam saat dimintai konfirmasi, Selasa (8/2/2022).
Lantas, apakah ibadah haji sah apabila dilakukan melalui metaverse? MUI menegaskan bahwa hal itu tidak sah.
“Haji itu merupakan ibadah mahdlah, bersifat dogmatik, yang tata cara pelaksanaannya atas dasar apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi,” tegas Niam.
“Aktivitas manasik haji itu pelaksanaannya juga terkait dengan tempat, misalnya tawaf, itu dengan cara berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali putaran secara fisik, tidak bisa dalam angan-angan atau mengelilingi gambar Ka’bah, atau replika Ka’bah,” imbuhnya.
Kunjungan Virtual Ka’bah via Metaverse
Dilansir hurriyetdailynews, Arab Saudi melakukan diskusi untuk membawa Ka’bah ke zaman metaverse pada Desember 2021. Kunjungan virtual ini memungkinkan umat Islam untuk melihat secara virtual Hajr Aswad di Kota Mekah dari rumah mereka.
Peristiwa metaverse disebut ‘Inisiatif Batu Hitam Virtual’ di mana pengguna dapat melihat Hajr Aswad secara virtual, atau Hajar Aswad, yang diletakkan di salah satu sudut Ka’bah, yang terletak di Masjid Agung Mekah.
“Inisiatif ini memungkinkan umat Islam untuk mengalami Hajr Aswad secara virtual sebelum ziarah ke Mekah,” kata pejabat Saudi dalam sebuah pernyataan saat mengumumkan inisiatif tersebut.
Namun inisiatif tersebut menimbulkan kontroversi di antara beberapa muslim di seluruh dunia yang mempertanyakan di media sosial apakah ‘haji di metaverse’ dapat dianggap sebagai ‘ibadah yang nyata’. (***)