Indonesia juga incar Mirage 2000-9 milik UEA. (Foto : Istimewa)
Jakarta, goindonesia.co – Usai melakukan kesepakatan dengan Qatar terkait pembelian Mirage 2000-5.
Indonesia kini tengah mengincar Mirage 2000-9 dari Uni Emirat Arab.
Bahkan Indonesia akan berjuang mati-matian untuk mendapatkan Mirage 2000-9 bekas Uni Emirat Arab tersebut.
Menurut Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Indonesia sedang dalam proses negosiasi untuk membawa pulang Mirage 2000-9 UEA.
Menurut keterangan Menhan Prabowo, ketika berbicara di acara The First Defend ID di Bandung.
Saat ini, Indonesia dalam proses nego-negoan dengan pihak UEA terkait pembelian Mirage 2000-9.
“Mereka punya Mirage 2000-9, nah ini lagi kita nego, juga mudah-mudahan juga bisa kita akuisisi,” katanya.
“Ini untuk menjaga sekarang sampai 5 tahun ke depan,” ujarnya.
Mengutip Defense Arabic, Selasa (22/6/23), Indonesia akan mengirimkan tim perundingan ke UEA, untuk menunjukkan keseriusannya terkait pembelian Mirage 2000-9 ini.
Rencana pembelian Mirage 2000-9 UEA ini diharapkan akan membuat kesiapan tempur TNI AU dan pertahanan udara Indonesai meningkat.
Adapun Mirage 2000-9 milik UEA, juga memang sudah akan dipensiunkan.
Alasannya adalah mereka akan mengganti dengan jet tempur lebih baru, seperti Rafale.
Selain itu, Mirage 2000-9 milik UEA dulu juga sempat akan dihibahkan ke Maroko, melalui perantara Prancis.
Uni Emirat Arab berencana untuk mentransfer 68 Mirage 2000-9 ke Maroko secara gratis terus mengganggu media yang mengkhususkan diri dalam berita militer.
Informasi tersebut pertama kali diungkapkan pada 9 Desember 2021 oleh El Español, yang mengumumkan ekspor ulang pesawat tempur serbaguna yang diperoleh Abu Dhabi pada akhir 1990.
Mirage 2000-9 ini adalah pesawat yang kuat dan efisien. Mereka juga mendapat manfaat dari program modernisasi pada tahun 2019.
Namun, saat itu tidak ada dari ketiga pihak Uni Emirat Arab, Maroko, dan Prancis yang secara resmi mengumumkan transfer ini.
Jika dikonfirmasi, operasi semacam itu akan membutuhkan persetujuan dari otoritas Prancis.
Selama penjualan persenjataan, Prancis mensyaratkan negara yang memperoleh untuk menandatangani sertifikat non-re-ekspor.
Pencabutan kewajiban ini tunduk pada prosedur yang sangat ketat yang harus disetujui oleh Komisi Antar Kementerian untuk Studi Ekspor Bahan Perang (CIEEMG).
Mengutip Sputnik News, seorang ahli senjata menunjukkan bahwa Maroko akan menjadi satu-satunya penerima manfaat dari armada ini.
“Informasi yang kami miliki menunjukkan pengalihan semua pesawat Emirat ke Maroko, dan bukan pembagian dengan Mesir atau bahkan Pakistan, seperti yang telah disebutkan dalam artikel pers tertentu,” katanya.
Kedatangan armada Mirage 2000-2009 saat itu memang diperdebatkan, namun diyakini akan memberikan kekuatan yang cukup besar ke Maroko dalam konteks ketegangan tinggi dengan Aljazair.
Namun, operasi sumbangan senjata ini akan dianggap oleh Aljazair sebagai tindakan bermusuhan dari pihak Prancis.
Aljazair bebas menafsirkan sikap ini sebagai aliansi Prancis-Emirat yang berencana mendukung Maroko.
Grup Prancis seperti Thales dan Safran karenanya dapat diberi sanksi oleh Aljazair, yang biasanya menggunakan jasa mereka, jika mereka terlibat dalam program Mirage Maroko 2000-9. (***)