Seorang pria bermasker berpose untuk berfoto dengan latar belakang patung Merlion, Minggu, 26 September 2021, di Singapura. (AP PHOTO/ANNABELLE LIANG)
Jakarta, goindonesia.co – Sudah bukan rahasia lagi kalau Indonesia begitu bergantung pada impor BBM dari Singapura, negeri mungil yang nyaris tidak memiliki sumber daya alam sama sekali.
Setiap tahun, impor BBM dari Singapura ini sangat menguras devisa negara. Bahkan, impor BBM ini pula yang menjadikan Indonesia rutin mengalami defisit perdagangan dengan negara tetangga ini.
Yang lebih miris, sebagian BBM yang diimpor dari Singapura, juga sejatinya berasal dari hasil eksploitasi sumur-sumur minyak yang ada di Indonesia.
Banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau para perusahaan pengeboran minyak di Indonesia menjual minyaknya ke Singapura. Hal ini terjadi karena kilang di Indonesia tak mampu menampung seluruh produksi minyak mentah di Tanah Air.
Sebagaimana diketahui, meski luas Singapura tidak lebih luas dibandingkan DKI Jakarta, Singapura harus diakui memang jauh lebih maju dalam kepemilikan kilang minyak.
Meski sama sekali tak memiliki ladang minyak, selama puluhan tahun Singapura menjadi salah satu produsen BBM terbesar dunia karena memiliki beberapa kilang minyak besar. Stok cadangan BBM yang dimiliki juga terbilang sangat besar.
Letak Singapura yang strategis dan kemudahan berinvestasi dan perizinan juga jadi alasan perusahaan minyak multinasional menempatkan kilang minyak miliknya di negara tersebut. Mengutip data yang dirilis lembaga informasi energi milik pemerintah Amerika Serikat (AS), Energy Information Administration (IEA), kapasitas kilang minyak di Singapura mencapai 1,4 juta barel per hari.
Setidaknya, ada 3 kilang minyak besar yang beroperasi di Singapura, ketiganya yakni Shell Pulau Bukom Refinery dengan kapasitas 500.000 barel/hari, ExxonMobil Jurong Island Refinery dengan kapasitas 605.000 barel/hari, dan SRC Jurong Island Refinery berkapasitas 290.000 barel/hari.
Dengan kapasitas sebesar itu, Singapura mampu mengolah minyak bumi yang diimpor dari Asia Tenggara dan Timur Tengah untuk kemudian diolah menjadi BBM siap ekspor.
Populasi penduduk Singapura juga tercatat hanya 5,7 juta jiwa, sehingga konsumsi BBM domestiknya relatif sangat kecil.
Bandingkan dengan Indonesia yang populasi penduduknya sekitar 260 juta dengan konsumsi BBM 1,4 juta barel per hari, kapasitas pengolahan minyak di kilang Pertamina hanya sekitar 1,1 juta barel per hari.
Ini pula yang menyebabkan impor minyak sangat membebani neraca perdagangan Indonesia. Nyaris setiap tahun, Singapura jadi negara yang paling banyak mengekspor BBM ke Indonesia mengalahkan Arab Saudi yang berstatus produsen minyak terbesar global.
Singapura juga tercatat sebagai negara pengekspor minyak terbesar ketiga di dunia. Sebagian besar ekpsor minyak tersebut dikirim ke Indonesia, Malaysia, dan China.
Singapura impor minyak mentah dari Indonesia
Bahan baku BBM alias minyak mentah kilang di Singapura, juga datang dari Indonesia dalam jumlah yang cukup signifikan.
Singapura adalah importir minyak mentah asal Indonesia. Sebagai contoh, pada Januari-September 2019, nilai ekspor minyak mentah Indonesia ke Singapura adalah 546,71 juta dollar AS. Nilai ini mencapai 43,49 persen dari total ekspor minyak mentah Indonesia.
Bahkan, sepanjang 2000 hingga 2021, Indonesia belum pernah sekalipun mencatatkan surplus alias selalu tekor saat berdagang dengan Singapura. Sebagai contoh, dikutip dari laman Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor Indonesia berturut-turut ke Singapura yakni 2019 sebesar 12,916 miliar dollar AS, 2020 sebesar 10,661 miliar dollar AS, dan tahun 2021 sebesar 11,634 miliar dollar AS.
Sebaliknya, impor Indonesia dari Singapura pada tahun 2019 adalah sebesar 17,589 miliar dollar AS, tahun 2020 sebesa2 12,341 miliar dollar AS, dan tahun 2021 adalah sebesar 15,415 miliar dollar AS.
Dengan demikian, defisit Indonesia dalam 3 tahun terakhir berdagang dengan Singapura sebesar 4,673 miliar dollar AS (2019), 1,679 miliar dollar AS (2020), dan 3,817 miliar dollar AS (2021). (***)