Illustrasi plasma (Dokumentasi : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)
Jakarta, goindonesia.co : Pemerintah terus gencarkan implementasi transformasi kesehatan, termasuk di dalamnya mendorong ketahanan sektor kefarmasian dalam negeri melalui fraksionasi plasma yang dibutuhkan untuk memproduksi produk obat yang selama ini masih sepenuhnya bergantung pada impor.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan L. Rizka Andalucia menyaksikan pada Rabu (27/9) penandatanganan Term Sheet antara Indonesia Investment Authority (INA), sebagai badan milik negara yang mengelola dana investasi, dengan SK Plasma yang merupakan fraksionator dari Korea Selatan untuk menjalankan proyek fraksionasi plasma di Indonesia. Untuk menjalankan proyek tersebut, SK Plasma telah membentuk perusahaan lokal PT SKBio Core Indonesia.
Rizka mengatakan saat ini kebutuhan fraksionasi plasma untuk produksi lokal Produk Obat Derivat (PODP) masih bergantung 100% dari impor (plasma berasal dari pendonor darah luar negeri). Bahkan nilai impor PODP di tahun 2020 saja mencapai sedikitnya 1,1 triliun rupiah.
“Untuk mendukung penyelenggaraan fraksionasi plasma di Indonesia, pemerintah tengah menyusun kebijakan untuk memastikan tersedianya suplai plasma yang aman dan berkualitas sebagai bahan baku PODP serta memprioritaskan penggunaan PODP yang diproduksi dengan plasma yang bersumber dari dalam negeri,” tutur Rizka.
Saat ini Indonesia telah memiliki 18 Unit Pengelola Darah (UPD) PMI dan rumah sakit yang tersertifikasi CPOB untuk menghasilkan plasma yang memenuhi persyaratan untuk produksi PODP. Jumlah UPD dan plasma yang dihasilkan akan terus ditingkatkan untuk mendukung project fraksionasi plasma.
PODP yang dimaksud antara lain Albumin, Intravenous immunoglobulin (IVIg), Faktor VIII, dan Faktor IX.
Untuk mewujudkan kemandirian PODP produksi dalam negeri, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Permenkes No. 4 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Darah untuk membuka partisipasi industri farmasi swasta dalam mendukung pemerintah untuk produksi lokal PODP.
“Dalam hal ini industri farmasi yang telah ditunjuk sebagai fasilitas fraksionasi plasma harus menjalankan fraksionasi plasma secara kontrak paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. Selain juga mendapatkan sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Fasilitas Produksi PODP paling lambat 2 (dua) tahun setelah melaksanakan Fraksionasi Plasma secara kontrak,” lanjut Rizka.
Pada tahap awal, plasma yang memenuhi persyaratan keamanan dan kualitas dikirimkan ke fraksionator plasma luar negeri yang telah memiliki teknologi fraksionasi plasma untuk produksi PODP. Kemudian PODP tersebut dikirimkan kembali ke Indonesia untuk memenuhi pelayanan kesehatan.
Tahap selanjutnya, dilakukan transfer teknologi dari fraksionator plasma luar negeri sebagai pemilik teknologi kepada industri farmasi di Indonesia agar dapat produksi PODP di fasilitas fraksionasi plasma di dalam negeri.
Ketahanan farmasi merupakan pilar ketiga dari transformasi sistem kesehatan yang saat ini sedang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan. (***)
*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, @sehatnegeriku.kemkes.go.id