Berita

Industri Pengolahan Masih Ekspansif Di Tengah Penurunan Iklim Usaha Global

Published

on

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif (Foto : @www.kemenperin.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Konflik yang masih terus berlangsung di Timur Tengah, yaitu antara Iran-Israel, Israel-Palestina, maupun yang tengah terjadi di Laut Merah, serta ketidakstabilan kondisi ekonomi global mendorong kegiatan usaha pada bulan April ini mengalami penurunan. Kondisi ini berdampak pada peningkatan biaya logistik dan penurunan pesanan dari luar negeri khususnya bagi sektor industri yang berorientasi ekspor maupun industri yang berbahan baku impor. Hal ini tercermin pada hasil Indeks Kepercayaan Industri bulan April 2024 yang mengalami perlambatan ekspansi.

Indeks Kepercayaan Industri bulan April 2024 menunjukkan bahwa kondisi umum kegiatan usaha sektor industri sedikit menurun dibanding bulan Maret 2024. Persentase jawaban responden yang menjawab kondisi usahanya meningkat dan stabil, turun dari 76,4% menjadi 73,9%. 

“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan April 2024 masih ekspansi 52,3, turun sebesar 0,75 poin dibandingkan Maret 2024 sebesar 53,05, meskipun ekspansinya melambat, hal ini merupakan sinyal baik untuk industri di tengah kondisi iklim usaha global saat ini,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Senin (29/4).

Penurunan nilai IKI dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan persediaan produk. Nilai IKI variabel pesanan baru menurun 2,32 poin menjadi 51,93 dan merupakan yang terendah sejak tahun 2024. Sedangkan nilai IKI variabel persediaan produk menurun 1,61 poin menjadi 54,02. Berbeda dengan kedua variabel lainnya, nilai IKI variabel produksi mengalami peningkatan 2,43 poin menjadi 51,76. Hal ini dikarenakan persediaan yang telah terserap optimal pada bulan Maret lalu perlahan mulai kembali diproduksi. Namun, peningkatan biaya produksi seperti biaya bahan baku, energi, dan peningkatan biaya logistik tentu berpengaruh pada harga jual dan keputusan berproduksi.

Lebih detail Febri menjelaskan penurunan nilai IKI terjadi pada 16 subsektor dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas. Selain faktor ketidakpastian ekonomi global, beberapa faktor yang mendorong penurunan nilai IKI adalah faktor musiman libur hari raya Idulfitri dan cuti bersama yang menyebabkan aktivitas industri menurun karena hari kerja berkurang. Kondisi dalam negeri seperti kenaikan harga bahan pangan yang mendorong masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya juga berdampak pada penurunan nilai IKI pada periode ini.

Meskipun demikian, 19 subsektor masih mengalami ekspansi dengan kontribusi terhadap PDB tahun 2023 sebesar 87,7%. Ekspansi tertinggi dialami oleh industri makanan walaupun mengalami penurunan nilai IKI, diikuti oleh industri minuman yang juga mengalami penurunan nilai IKI, dan Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki (nilai IKI meningkat). Bahkan, terdapat 2 (dua) subsektor yang mengalami perubahan level menjadi ekspansi, yaitu Industri Tekstil dan Industri Kayu, Barang Kayu, dan Gabus. 

Nilai IKI Industri tekstil pada April ini meningkat cukup signifikan dan menghantarkan industri ini mengalami ekspansi pertama kali sejak IKI dirilis pada bulan November 2022. Peningkatan nilai IKI industri tekstil ditunjang oleh peningkatan nilai IKI variabel produksi yang cukup tinggi dan variabel persediaan yang menunjukkan produknya terserap optimal ke pasar. Hal ini diduga sebagai dampak pemberlakuan Permendag No. 3 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sehingga menekan masuknya produk impor. Walaupun demikian, kondisi pasar masih lesu terlihat dari nilai variabel pesanan baru yang masih terkontraksi, terutama pasar domestik. Sedangkan, kenaikan level ekspansi Kayu, Barang Kayu, dan Gabus didorong oleh peningkatan produksi dan penyerapan persediaan produk untuk memenuhi pesanan sebelumnya dari luar negeri.

Sementara itu, terdapat 4 (empat) subsektor yang mengalami kontraksi setelah sebelumnya mengalami ekspansi yaitu Industri Alat Angkutan Lainnya, Industri Komputer, Barang Elektronik & Optik, Industri Logam Dasar, dan Industri Furnitur. Penurunan nilai IKI subsektor Industri Alat Angkutan Lainnya disebabkan oleh penurunan pesanan domestik, ditunjukkan oleh menurunnya penjualan sepeda motor pada periode libur Lebaran sehingga aktivitas produksi dan pengiriman terhenti, serta pola konsumsi masyarakat.

Demikian pula dengan subsektor Industri Komputer, Barang Elektronik & Optik yang mengalami penurunan nilai IKI pesanan baru karena penurunan pesanan domestik. Selain itu, pada industri ini, ketergantungan impor komponen elektronik sangat tinggi sehingga terkena dampak pemberlakuan regulasi tata niaga impor. Penurunan IKI subsektor Industri Logam Dasar utamanya disebabkan penurunan pesanan domestik dan harga jual dalam negeri akibat peningkatan depresiasi rupiah. Namun, sebaliknya untuk industri logam dasar yang berorientasi ekspor justru mengalami peningkatan salah satunya akibat isu penimbunan bahan baku untuk HS 72 (Besi dan Baja) oleh Tiongkok. Ini berbeda dengan subsektor industri furnitur yang penurunannya didorong oleh menurunnya pesanan baru dari luar negeri akibat ekonomi negara mitra serta faktor musiman libur Hari Raya.

Perlambatan nilai IKI dan penurunan kegiatan usaha industri tidak membuat pelaku usaha industri di Indonesia pesimis, justru optimisme pelaku usaha enam bulan ke depan terus naik dari 72,3% menjadi 72,7%, yang merupakan nilai tertinggi sejak IKI dirilis. Adapun subsektor yang paling optimis dalam enam bulan ke depan adalah subsektor industri kertas dan barang kertas, diikuti industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, serta industri makanan. Tingkat optimisme yang tinggi ini dikarenakan kepercayaan pelaku usaha terhadap kebijakan pemerintah pusat, dan perbaikan kondisi ekonomi global kedepan.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka, Reni Yanita menambahkan, ekspansi pada industri pengolahan lainnya dua bulan berturut-turut ini dikarenakan adanya perbaikan kinerja ekspor. Subsektor ini juga masih memiliki potensi besar untuk peningkatan devisa, yaitu industri perhiasan, mainan, dan bulu mata palsu. Adapun langkah yang dilakukan Kemenperin untuk menjaga kinerja industri ini antara lain dengan menjaga pasar ekspor, mengoptimalkan pembelanjaan atau konsumsi dalam negeri dengan peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), serta mengoptimalkan kerjasama internasional agar produk lokal dapat masuk ke pasar internasional khususnya dari sisi bea masuknya. Sedangkan terkait perubahan teknologi pada industri besar, Kementerian Perindustrian telah mengidentifikasi tiga KBLI (24, 26, dan 30) untuk dapat dikerjasamakan antara industri kecil dan besar dalam hal pembinaan dan alih teknologi, sehingga dapat meningkatkan kinerja industri tersebut.

Kementerian Perindustrian mendorong program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) untuk meningkatkan penyerapan produk industri dalam negeri dan kelanjutan serta perluasan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk menjaga daya saing produk dalam negeri terhadap produk impor maupun di pasar ekspor. Kemudian, penggalakan penggunaan Local Currency Transaction (LCT) dapat menekan dampak perlemahan (depresiasi) nilai tukar rupiah yang berimbas kepada komoditas yang memiliki ketergantungan impor bahan baku dan barang modal. Selain itu, pemberlakuan lartas Permendag Nomor 3 Tahun 2024 khususnya terhadap sektor elektronik dan sektor tekstil dapat mengoptimalkan produsen dalam negeri untuk terus berproduksi. (***)

*Tim Pengelola Website Kemenperin

Trending

Exit mobile version