Menteri BUMN Erick Thohir bertemu dengan Perwakilan Petani Kopsa M, di Masjid Raya An Nur, Pekanbaru, 26/11/2021.
Jakarta, goindonesia.co – Terhitung sejak September 2021 sampai saat ini, lebih dari 1000 orang petani dan pekerja Kopsa-M tidak lagi memperoleh pendapatan bulanan dari hasil penjualan buah pada PTPN V. Dana penjualan tandan buah segar (TBS) Kelapa Sawit yang di pasok ke PTPN V PKS. Sei. Pagar dari kebun milik petani sendiri, dengan taksiran jumlah mencapai 4 miliar rupiah ditahan tanpa alasan hukum yang sah. Sebanyak 5 kali surat dilayangkan pengurus Kopsa M Riau tetap diabaikan.
“Hingga memasuki Ramadhan, Menteri BUMN Erick Thohir gagal mendisiplinkan PTPN V, Pekanbaru, Riau memenuhi kewajibannya pada para petani,” kata Hendardi Ketua Setara Institute, dalam keterangannya kepada redaksi Goindonesia semalam (6/4/22).
Padahal pada 26 November 2021, Erick Thohir berjanji di hadapan perwakilan petani Kopsa M, di Masjid Raya An- Nur Pekanbaru, akan menindak semua pihak yang terlibat menyengsarakan petani Kopsa M, baik yang menahan uang, memecah belah pengurus Kopsa M, memanipulasi kredit pembangunan kebun, hingga oknum PTPN V yang menjual kebun petani lebih kurang 400 hektar. Dari semua janji itu tidak ada satu pun yang dipenuhi hingga kini oleh Erick Thohir.
Alih-alih gerak cepat mengambil prakarsa menyelesaikan persoalan petani Kopsa M, Menteri BUMN ini justru membiarkan para petinggi PTPN V mempermainkan petani, mengadudomba petani, mengkriminalisasi petani, termasuk berkolaborasi dengan perusahaan ilegal PT Langgam Harmuni yang terindikasi menjadi penadah penjualan kebun petani, mengorkestrasi instrumen hukum memenjarakan Ketua Kopsa M, Dr. H. Anthony Hamzah, yang dosen UNRI dan pembela HAM para petani Kampar.
Tindakan penahanan dana petani secara sepihak oleh PTPN V dan pembiaran persoalan kemitraan yang tidak sehat oleh Menteri BUMN telah berdampak pada kesulitan petani dan pekerja dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan merupakan bentuk ketidakpatuhan perusahan menjalankan prinsip ESG (Environmental, Social, Governance). Disaat kesadaran (awareness) dan rezim internasional sudah mengarah pada penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan, perhatian terhadap lingkungan dan sosial, serta standar-standar kepatuhan (compliance) pada Bisnis dan HAM (responsible business), PTPN V sebagai perusahaan BUMN justru masih menerapkan praktik-praktik bisnis konvensional dan tidak menempatkan manusia (komunitas) sebagai subyek penting dari aktivitas dan operasionalisasi bisnis.
Sertifikasi sawit berkelanjutan dari RSPO, maupun keberlanjutan dan pembangunan rendah karbon (ISCC) yang telah diperoleh oleh PTPN V, pada akhirnya hanya menjadi alat legimitasi untuk transaksi CPO di pasar internasional.
SETARA Institute mendesak Menteri BUMN mengambil sikap dan segera menyelesaikan persoalan petani Kopsa M dan menindak jajaran direksi yang terus memelihara kultur dagang VOC, seperti saat Belanda berkuasa di Indonesia. (***)