Foto: Pemandangan bangunan yang runtuh setelah gempa pada 6 Februari 2023 di Sanliurfa, Turkiye. (Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency)
Jakarta, goindonesia.co – Gempa dengan magnitudo 7,8 yang melanda Turki dan Suriah pada hari Senin (6/3/2023) kemungkinan akan menjadi salah satu bencana yang paling mematikan dalam dekade ini dengan korban jiwa diperkirakan mencapai puluhan ribu orang.
Hal tersebut diungkapkan seismolog mengacu pada dengan retakan lebih dari 100 km antara lempeng Anatolia dan Arab.
Lalu, mengapa efek gempa tersebut begitu dahsyat dan apa yang akan terjadi setelahnya? Berikut penjelasannya sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa (7/2/2023).
Pusat gempa berada sekitar 26 km sebelah timur kota Nurdagi di Turki pada kedalaman sekitar 18 km di Patahan Anatolia Timur. Gempa menyebar ke arah timur laut, membawa kehancuran ke Turki tengah dan Suriah.
Selama abad ke-20, Patahan Anatolia Timur menghasilkan sedikit aktivitas seismik besar. “Jika kita hanya melihat gempa (besar) yang direkam oleh seismometer, itu akan terlihat kurang lebih kosong,” kata Roger Musson, rekan peneliti kehormatan di British Geological Survey.
Hanya tiga gempa bumi yang terdaftar di atas 6,0 Skala Richter (SR) sejak 1970 di daerah tersebut, menurut Survei Geologi AS (USGS). Namun, pada 1822, gempa berkekuatan 7,0 melanda wilayah tersebut, menewaskan sekitar 20.000 orang.
Di turki, rata-rata ada kurang dari 20 gempa bermagnitudo lebih dari 7,0 setiap tahun. Hal itu membuat peristiwa baru-baru ini tergolong kejadian luar biasa.
Joanna Faure Walker, kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana University College London, menjelaskan dibandingkan dengan gempa M 6,2 yang melanda Italia tengah pada 2016 dan menewaskan sekitar 300 orang, gempa Turki-Suriah melepaskan energi 250 kali lebih banyak.
Adapun, hanya dua gempa paling mematikan dari 2013 hingga 2022 yang besarnya sama dengan gempa Turki pada Senin.
Patahan Anatolia Timur juga diketahui merupakan sesar geser.
Pada saat itu, lempengan batuan padat saling mendorong melintasi garis patahan vertikal, membangun tekanan hingga akhirnya tergelincir dalam gerakan horizontal, melepaskan sejumlah besar tekanan yang dapat memicu gempa bumi.
Patahan San Andreas di California mungkin merupakan patahan geser paling terkenal di dunia, dengan para ilmuwan memperingatkan bahwa bencana gempa sudah lama tertunda.
Pecahan awal gempa Turki-Suriah dimulai pada kedalaman yang relatif dangkal.
“Gempa di permukaan tanah akan lebih parah daripada gempa bumi yang lebih dalam dengan besaran yang sama di sumbernya,” kata David Rothery, ahli geosains di Universitas Terbuka di Inggris.
Sebelas menit setelah gempa awal, wilayah itu dilanda gempa susulan berkekuatan 6,7. Gempa berkekuatan 7,5 terjadi beberapa jam kemudian, diikuti oleh gempa 6,0 di sore hari.
“Apa yang kami lihat sekarang adalah aktivitasnya menyebar ke patahan tetangga,” kata Musson. “Kami memperkirakan kegempaan akan berlanjut untuk sementara waktu.”
Selain itu, cuaca musim dingin yang dingin, tambahnya, membuat orang yang terperangkap di bawah reruntuhan memiliki peluang lebih kecil untuk bertahan hidup. (***)
(Sumber : www.cnbcindonesia.com)