Berita

FGD Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilu MK-APHAMK Resmi Ditutup

Published

on

Ketua MK Anwar Usman menutup Bimtek Hukum Acara PHPU Tahun 2024 dan Focus Group Discussion Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Bagi APHAMK, Minggu (30/7/2023). Foto Humas/Bayu

Bogor, goindonesia.co – Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024 dan Focus Group Discussion Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Bagi Asosiasi Pengajar Hukum Acara MK (APHAMK) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) resmi ditutup oleh Ketua MK Anwar usman pada Minggu (30/7/2023) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik MK). Acara penutupan ini dihadiri pula oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, Sekjen MK Heru Setiawan, serta Ketua APHAMK Widodo Ekatjahjana.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua MK Anwar Usman menjelaskan Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban, berdasarkan Pasal 24C UUD 1945. Berbicara mengenai kewenangan MK dalam pengujian undang-undang (UU), seorang warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu UU, dapat mengujinya ke MK.

Lebih lanjut kata Anwar, sebuah UU merupakan hasil kerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden dibantu dengan para menterinya. Akan tetapi, produk DPR dan Presiden tersebut dapat dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi oleh permohonan seorang warga negara. 

Anwar mengatakan, kewenangan MK berikutnya yang diberikan oleh UUD 1945 adalah memutus pembubaran partai politik. Anwar juga mengungkapkan, dahulu pernah ada partai politik yang diminta Presiden untuk membubarkan diri. Dengan adanya amendemen UUD 1945, maka pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan di MK dengan permohonan yang diajukan oleh Presiden.

MK juga memiliki kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya disebut dalam UUD 1945. Misalnya, jika Presiden mengeluarkan aturan tentang kasasi, padahal kewenangan tersebut merupakan kewenangan MA.

Kewenangan keempat yang dimiliki oleh MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Selain itu, sambung Anwar, dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, MK memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.

Anwar menjelaskan mekanisme pemakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sebelum diajukan ke MK, DPR harus bersidang dengan dihadiri dua per tiga anggota DPR untuk memberikan persetujuan. Setelah DPR menyatakan Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, maka DPR mengajukan kepada MK untuk dinilai apakah pendapat itu terbukti. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan MK terbukti melakukan pelanggaran, putusan hukum itu akan diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anwar kembali menegaskan, MK hanya dapat mengadili jika ada perkara yang masuk. Anwar juga menjelaskan, terdapat kewenangan lain atau tambahan. Dalam kewenangan tersebut, MK diminta menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu.

Selain itu, Anwar juga menegaskan, MK sebagai pengawal norma dasar bernegara, memiliki peran untuk menjaga agar keseluruhan proses bernegara sejalan dengan konstitusi, termasuk di dalamnya untuk mewujudkan negara yang sejahtera. Pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara, tentunya harus dilandasi dengan ketentuan hukum yang mengaturnya.

Anwar juga mengapresiasi kepada APHAMK yang merupakan organisasi berbasis akademisi dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia, amicus curiae (friend of court) atau sahabat pengadilan bagi MK yang selama ini telah mensupport MK dalam mengawal dan menegakkan supremasi konstitusi. “Apresiasi kepada APHAMK secara spesifik telah menyebarkan pemahaman tentang hukum acara MK dan putusan-putusan MK dengan menjadikan mata kuliah atau mata ajar di fakultas hukum di berbagai perguruan tinggi di Indonesia,” jelasnya (***)

*HUMAS MKRI, @www.mkri.id

Trending

Exit mobile version