Brigjen Asep Guntur dikabarkan mengundurkan diri dari Direktur Penyidikan KPK usai polemik OTT pejabat Basarnas. CNNIndonesia/ Ryan Hadi Suhendra
Jakarta, goindonesia.co – Brigjen Asep Guntur Rahayu dikabarkan mengundurkan diri dari jabatan Direktur Penyidikan sekaligus Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK usai polemik Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Basarnas RI.
Berdasarkan sumber media, pengunduran diri Asep disampaikan melalui aplikasi pesan singkat. Surat resmi disebut menyusul pada Senin (31/7) tulat.
“Sehubungan dengan polemik terkait OTT di Basarnas dan hasil pertemuan dengan jajaran Pom TNI beserta PJU Mabes TNI di mana kesimpulannya dalam pelaksanaan OTT dan penetapan tersangka penyidik melakukan kekhilafan dan sudah dipublikasikan di media,” demikian bunyi pesan dari Asep diperlihatkan sumber internal KPK kepada awak berita, Jumat (28/7) petang.
“Sebagai pertanggungjawaban saya selaku Direktur Penyidikan dan Plt. Deputi Penindakan, dengan ini saya mengajukan pengunduran diri karena tidak mampu mengemban amanah sebagai Direktur Penyidikan dan Plt. Deputi Penindakan. Surat resmi akan saya sampaikan hari Senin,” sambungnya.
Sumber internal KPK lainnya turut mengonfirmasi isi pesan tersebut kepada media terkait.
Dalam pesan tertulis itu, Asep menegaskan apa yang telah dilakukan dirinya serta rekan penyelidik, penyidik dan penuntut umum semata-mata dalam rangka memberantas korupsi.
Pihak media sudah mencoba mengonfirmasi kabar tersebut kepada Asep melalui pesan tertulis dan sambungan telepon, namun belum mendapat jawaban. Pun begitu dengan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri yang belum memberikan respons.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI.
Johanis menyatakan terdapat kekhilafan dari tim penyelidik saat melakukan OTT.
Mengacu kepada Undang-undang, Johanis menjelaskan lembaga peradilan terdiri dari empat yakni militer, umum, agama dan Tata Usaha Negara (TUN).
Ia mengatakan peradilan militer khusus untuk anggota militer, sedangkan peradilan umum untuk sipil.
“Ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer,” ujar Johanis setelah pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (28/7) petang.
“Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan,” tandasnya.
KPK sebelumnya menetapkan dan mengumumkan total lima tersangka terkait kasus dugaan korupsi suap menyuap pada pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan Tahun Anggaran 2023 di Basarnas RI.
Mereka ialah Kabasarnas RI periode 2021-2023 Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Henri bersama dan melalui Afri Budi diduga menerima suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek.
Penentuan tersangka tersebut diperoleh KPK setelah melakukan gelar perkara atau ekspose menindaklanjuti Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Basarnas di Cilangkap, Jakarta Timur dan Jatisampurna, Bekasi, Selasa (25/7) (***)
*@www.cnnindonesia.com