Goindonesia.co – Penahanan dana penjualan buah petani KOPSA-M sejak bulan Agustus sampai September 2021 sebesar 3,4 miliar rupiah oleh pihak PTPN V berdampak terhadap pekerja dan petani KOPSA-M. Petani menyampaikan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari pun susah didapatkan. Pada konteks ini, aspek pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi dalam menjalankan bisnisnya sudah terpenuhi. Sejalan dengan prinsip The UN Guiding Principles on Business and Human Rights (Panduan PBB tentang Prinsip-prinsip Bisnis dan HAM) menekankan tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM (Respect). Petani dan pekerja KOPSA-M tidak dapat memenuhi hak akan kehidupan keluarga dan standar hidup yang layak. Sebelumnya, Pengurus KOPSA-M sudah menyampaikan Laporan Dugaan Krmiminalisasi petani oleh PTPN V kepada KOMNAS HAM, tanggal 20 September 2021.
Ketika dirunut dari awal mula pembangunan dengan kebun KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) dengan kesepakatan seluas 2.050 Ha. Namun, faktanya PTPN V sejak tahun 2003 hingga 2017 melakukan pengelolaan secara single management. Pada periode tersebut, petani dan pekerja KOPSA-M hanya memperoleh upah sebesar 50.000 – 100.000 rupiah perbulan. Tentu pendapatan yang diperoleh petani jauh dari standar hidup yang layak.
Perubahan mulai terasa semenjak kepengurusan KOPSA-M melalui Rapat Anggota menetapkan Anthony Hamzah selaku Ketua KOPSA-M Periode 2016 – 2021. Kebun seluas 2.050 ha, dilakukan penilaian fisik, yang berdasarkan laporan penilian fisik Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar hanya seluas 329 Ha yang masih relatif baik dan di rekomendasikan agar dilakukan replanting. Oleh pengurus KOPSA-M yang diketuai Anthony Hamzah dilakukan upaya dengan menggunakan peluang dana PSR (Perkebunan Sawit Rakyat) melalui BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) pada tahun 2017, namun dihalang-halangi oleh PTPN V. Atas upaya dan inisiatif bersama pengurus dan petani KOPSA-M yang di Ketuai oleh Anthony Hamzah, mereka berhasil memulihkan kebun yang saat ini luasnya sudah mencapai 823 Ha. Pendapatan petani yang semula 50 ribu rupiah perbulan meningkat menjadi 600 – 700 ribu rupiah perbulan. Oleh karena itu, tidak berlebihan disampaikan bahwa peran Anthony Hamzah dapat dikatakan sebagai Human Right Defender (Pembela HAM) yang membela Hak petani atas pemenuhan sumber penghidupan dan lahan mereka.
Namun upaya keras Anthony Hamzah, dalam mengungkap praktek bobrok tata kelola perkebunan oleh PTPN V yang diduga mengalihkan lahan petani melalui pengikatan jual beli secara melawan hukum serta pembebanan hutang pada petani KOPSA-M atas kebun KKPA yang gagal di bangun oleh PTPN V, memunculkan serangan balik (back fire) untuk melemahkan perjuangan petani. Anthony Hamzah didera tuduhan pengancaman dan perusakan terhadap PT. Langgam Harmuni sebuah perusahaan tak berizin, yang kasusnya sarat dengan rekayasa.
Serangan terhadap Anthony Hamzah tidak berhenti pada kriminalisasi. Mengenai dana penjualan buah yang ditahan dan disertai dengan tuduhan-tuduhan tidak berdasar, mencoreng sekali citra BUMN yang mesti transparan dan aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Dalam Surat PTPN V bernomor 05/DPM/X/98/X/2021 yang di tandatangani oleh oleh Excecutive Vice President Plasma/KKPA, Arief Subhan tanggal 29 Oktober 2021 tentang Talangan Dana Gaji Petani dan Pekerja KOPSA-M, menanggapi Surat Kepala Desa Pangkalan Baru, Yusry Erwin, bertanggal 25 Oktober 2021 dengan nomor Surat 140/PKL. B-PEM/IAS, disebutkan bahwa Saudara Anthony Hamzah tidak mau menandatangani specimen escrow account (rekening bersama).
Padahal pada 18Agustus 2021 Kepengurusan KOPSA-M menyampaikan Surat dengan nomor 35/KOPSA-M/VIII/2021 kepada pihak PTPN V agar segera mencairkan dana penjualan buah yang tertahan. Tapi dalih PTPN V menyebutkan bahwa adanya dualisme koperasi hasil RALB pada 04 Juli 2021 membuat pencairan dana tidak bisa dilakukan. Status dan legalitas pengurus koperasi RALB sudah jelas disampaikan bahwa RALB ini ilegal dan tidak sah.
Oleh karena itu, dana talangan yang diserahkan PTPN V kepada Kepala Desa Pangkalan Baru, Yusry Erwin, dengan mem-framing bahwa Anthony Hamzah bersalah dan tidak bertanggung jawab ke petani, tidak dapat dibenarkan. Persekongkolan buruk untuk memecah belah masyarakat yang dilakukan oknum PTPN V dan Kepala Desa adalah bentuk perampasan dan perlawanan terhadap Anthony Hamzah yang sedang berjuang sebagai Human Right Defender.
Narahubung :
Disna Riantina (Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute): +62 81290595431
Nabhan Aiqani (Peneliti Bisnis dan HAM SETARA Institute): +62 81367 721163