Kota Shanghai, China mulai memberikan vaksin Covid-19 yang dapat dihirup. Tampaknya vaksin ini merupakan yang pertama di dunia. Foto: EPA
Kota Shanghai, China mulai memberikan vaksin Covid-19 yang dapat dihirup.
Beijing, goindonesia.co – Kota Shanghai, China mulai memberikan vaksin Covid-19 yang dapat dihirup. Tampaknya vaksin ini merupakan yang pertama di dunia.
Berdasarkan pengumuman pemerintah kota di media sosial, Rabu (26/10/2022) disebutkan vaksin yang dihisap lewat mulut ini ditawarkan secara gratis sebagai dosis booster bagi orang yang sudah pernah divaksin. Vaksin non-suntik diharapkan dapat menarik warga yang tidak suka dengan jarum suntik dan dapat memperluas vaksinasi di negara-negara miskin karena lebih mudah diberikan.
China tidak memberlakukan wajib vaksin tapi ingin memperbanyak jumlah warga yang menerima vaksin booster agar dapat melonggarkan peraturan pendemi mereka yang ketat. Peraturan tersebut menahan pertumbuhan ekonomi dan mengganggu sinkronisasi dengan seluruh dunia.
Video yang diunggah media pemerintah China menunjukkan proses pemberian vaksin di di pusat kesehatan masyarakat. Dalam video tersebut terlihat warga memasukan pipa pendek dari cangkir putih ke dalam mulut mereka.
Video itu disertai teks yang menyatakan setelah melakukan napas pendek, warga yang melakukan vaksinasi menahan napas selama lima detik. Seluruh prosedur vaksinasi hanya memakan waktu 20 detik.
“Seperti minum secangkir teh susus, ketika saya menghirupnya, rasanya sedikit manis,” kata salah satu warga di video tersebut.
Seorang ahli mengatakan vaksin yang dihirup dari mulut juga dapat mengusir virus sebelum mencapai sistem pernapasan. Tapi itu tergantung dari banyak tetesan virus yang masuk.
Pakar imunologi India, Dr Vineeta Bal mengatakan tetesan yang banyak memicu pertahanan di bagian mulut dan tenggorokan. Sementara tetesan yang lebih sedikit akan berjalan jauh menuju tubuh.
Bulan September lalu regulator China menyetujui vaksin hirup ini untuk digunakan sebagai vaksin booster. Vaksin dikembangkan perusahaan biofarmasi China, Cansino Biologics Inc sebagai versi aerosol vaksin suntik satu kali mereka yang menggunakan virus flu tak berbahaya.
Cansino mengatakan vaksin hirup mereka telah menyelesaikan tes klinis di China, Hungaria, Pakistan, Malaysia, Argentina dan Meksiko.
Regulator India telah menyetujui vaksin hidung, salah satu vaksin tanpa jarum suntik lainnya. Tapi proses vaksinasi menggunakan vaksin itu belum dilakukan. Vaksin yang dikembangkan di Amerika Serikat (AS) dan lisensinya dimiliki perusahaan vaksin India, Bharat Biotech itu disemprotkan di hidung.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan lusinan vaksin hidung sudah diuji coba di berbagai belahan dunia.
Sementara itu CNN melaporkan penelitian terbaru menemukan banyak orang yang mengalami efek samping vaksin Covid-19 dari Pfizer/BioNTech dan Moderna memiliki anti-bodi yang lebih baik dibandingkan yang tidak memiliki efek samping. Biasanya efek samping itu seperti demam, menggigil atau sakit otot.
Jurnal JAMA Network Open mengatakan gejala-gejala setelah vaksinasi itu berkaitan dengan respon anti-bodi yang lebih besar dibandingkan orang-orang yang hanya mengalami rasa sakit atau gatal dibagian tempat yang di suntik atau tidak merasakan gejala apa pun.
“Kesimpulannya, temuan ini mendukung kerangka ulang gejala pasca-vaksinasi sebagai keefektifan vaksin dan menegakkan panduan vaksin booster bagi orang dewasa lanjut usia,” kata peneliti dari Columbia University, University of Vermont dan Boston University.
Namun meski beberapa orang hanya mengalami gejala ringan, efek samping lokal atau tidak merasakan gejala sama sekali. Vaksin masih mendorong imun dengan sangat baik. Hampir semua peserta penelitian menunjukkan respon anti-bodi yang positif setelah menerima dua dosis vaksin Pfizer/BioNTech atau Moderna.
“Saya tidak ingin pasien memberitahu saya, ‘Ya ampun, saya tidak bereaksi, lengan saya tidak pegal, saya tidak demam, vaksin tidak bekerja’, saya tidak ingin ada kesimpulan seperti itu di luar sana,” kata profesor di Divisi Penyakit Menular Vanderbilt University Medical Center dan direktur medis National Foundation for Infectious Diseases, Dr. William Schaffner yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru.
“Ini lebih untuk memastikan pada masyarakat yang memiliki reaksi bahwa sistem imun mereka merespon, sebenarnya itu sesuatu yang baik, bagi vaksin, meski bagi beberapa orang menimbulkan sedikit ketidaknyamanan,” katanya.
Peneliti menganalisis data 928 orang dewasa yang melaporkan mengalami gejala setelah menerima vaksin Covid-19 dari Pfizer/BioNTech atau Moderna serta mengirimkan setetes darah kering untuk tes anti-bodi. Sebagian besar peserta penelitian merupakan orang kulit putih dengan rata-rata berusia 65 tahun. (***)