Acara Temu Bisnis Pemanfaatan Riset dan Inovasi Bidang Kesehatan di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo (Foto : @brin.go.id)
Jakarta – goindonesia.co – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Direktorat Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Industri menggelar Temu Bisnis Pemanfaatan Riset dan Inovasi Bidang Kesehatan pada Kamis (30/5) di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo. Tema ini diusung merujuk pada kondisi Indonesia saat ini yang masih menggantungkan pemenuhan kebutuhan di bidang kesehatan yang masih didominasi oleh impor.
Bahkan menurut di tahun 2023 tingkat ketergantungan impor di bidang kesehatan mencapai 90 persen. Kendati Indonesia tercatat sebagai negara dengan keragaman biodiversitas terbesar kedua di dunia, nyatanya, Indonesia belum siap dengan potensi besar dari kekayaan hayati yang dimiliki. Hal ini dikarenakan adanya problem dari hulu ke hilir.
Alat kesehatan sejatinya menjadi kebutuhan setiap manusia. Adanya kebutuhan tersebut akan mengarahkan riset lebih fokus. Karena berdasarkan kebutuhan pasar. Pengetahuan teknologi proses menjadi salah satu upaya yang harus terus dioptimalisasi. Hal tersebut diungkap Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko saat di daulat sebagai keynote speaker dalam kegiatan Temu Bisnis tersebut.
“Optimalisasi teknologi proses membutuhkan proses yang cukup panjang, namun harus terus di dorong. Peran periset BRIN membuat formulasi skala laboratorium, sedangkan untuk manufaktur tentu membutuhkan peran mitra,”jelas Handoko.
Kegiatan ini diikuti sekitar 450 peserta yang terdiri dari kalangan industri bidang kesehatan, periset BRIN. Juga dihadiri oleh Asosiasi Industri Kesehatan seperti GP Farmasi, GP Jamu, Gakeslab, Aspaki, Hipelki, Perkosmi, Asosiasi Healtech, Amvesindo, HIPMI dan MIKTI serta dari pihak regulator Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),
Berbagai isu menjadi topik pembahasan yang meliputi lima bidang fokus kajian yakni : farmasi dan radiofarmaka; obat tradsional, fitofarmaka dan kosmetika; alat kesehatan berbasis kecerdasan artifisial, elektromedik dan mekatronik; alat kesehatan berbasis material dan non elektrik; vaksin, biofarmasi dan terapeutik.
Kegiatan ini menjadi salah satu ajang bertemunya para periset BRIN dalam menampilkan berbagai hasil riset, inovasi dan invensinya agar dapat diimplementasikan kalangan industri. Tujuannya agar hasil-hasil riset dan inovasi dapat dikomersialisasikan oleh industri. Pada kesempatan ini, tentunya bukan tidak mungkin untuk mengelaborasi peluang-peluang kerjasama, terutama dalam memanfaatkan hasil riset BRIN oleh mitra Industri.
Untuk mengakselerasi tujuan kegiatan, berbagai skema fasilitasi juga turut dipaparkan. Tujuannya mendorong industri untuk melaksanakan riset dan inovasi di bidang Kesehatan diantaranya seperti : pemanfaatan infrastruktur riset dan inovasi, super tax deduction dan e-katalog inovasi, audit dan alih teknologi, strategi dan fasilitasi pendanaan riset dan inovasi serta strategi registrasi lembaga riset (Sebaris).
Di akhir paparannya, Handoko mengungkapkan harapannya adanya feedback dari industri terkait riset dan inovasi bagi kebutuhan industri. Karena kebutuhan pasar lebih dipahami pihak industri. “BRIN sebagai enabler, tak hanya melakukan upaya penelitian, pengembangan, pengkajian, namun juga melaksanakan fungsi pemanfaatan riset dan inovasi pada industri”. papar nya. (***)
*Badan Riset dan Inovasi Nasional, BRIN