Berita

Booster Bisa Jadi Syarat Mudik Lebaran

Published

on

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin booster Covid-19 kepada peserta saat program Ayo Kudus Vaksinasi di Kudus, Jawa Tengah, Senin (14/3/2022). | ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Tidak menutup kemungkinan Ramadhan nanti status pandemi sudah berubah menjadi endemi.

Bandung, goindonesia.co – Mudik Lebaran tahun ini menjadi momentum yang dinanti sebagian besar masyarakat setelah dua tahun dilarang akibat pandemi Covid-19. Meski kasus Covid-19 saat ini terus menunjukkan tren penurunan, pemerintah mewacanakan vaksin dosis ketiga atau booster sebagai syarat bagi pemudik untuk pulang ke kampung halaman.

“Bahkan nanti booster itu kita ingin jadikan sebagai syarat kalau nanti orang mau mudik,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin di sela kunjungan kerjanya ke Pesantren Al Ittifaq, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/3).

Wapres mengatakan, wacana booster sebagai syarat mudik itu sebagai upaya memastikan masyarakat terlindungi. Vaksinasi dosis booster diyakini mampu melindungi individu dari gejala berat jika terinfeksi Covid-19. Jika wacana itu direalisasikan, kata dia, masyarakat yang ingin mudik dan sudah divaksin booster tidak perlu melakukan tes RT PCR maupun swab antigen.

Kendati demikian, wacana tersebut masih perlu menyesuaikan kondisi kasus Covid-19 di Indonesia. “Ini kalau tidak terjadi lonjakan-lonjakan. Kalau suasana terus landai seperti yang sekarang,” ujar Wapres Ma’ruf.

Di saat yang bersamaan, pemerintah terus mendorong peningkatan capaian vaksinasi menjelang Ramadhan. Wapres mengingatkan, pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan harus tetap mengacu protokol kesehatan yang ketat. Ia berharap tren penurunan kasus ini terus terkendali, sehingga masyarakat menjalani ibadah Ramadhan maupun Lebaran Idul Fitri dengan kasus yang terus melandai.

Sekretaris Ditjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyatakan, hingga kini wacana syarat booster bagi pemudik masih diperdalam. Semua kebijakan terkait momentum Ramadhan dan mudik masih terus disesuaikan dengan perkembangan tren laju penularan.

“Masih akan dikaji. Kalau terus tren turun maka tidak perlu pembatasan aktivitas, tapi ini masih terus kita monitor menyesuaikan dengan keadaan,” ujar Nadia.

Menurutnya, ada dua hal yang memungkinkan tren penurunan angka kasus Covid-19 dapat berlangsung lama. Kedua hal itu adalah penerapan protokol kesehatan dan percepatan vaksinasi.

Masyarakat diimbau untuk segera vaksinasi, baik vaksinasi primer dua dosis maupun booster, untuk mencegah lonjakan kasus yang saat ini terjadi di beberapa negara, seperti Jerman, Prancis, Inggris, dan Kanada.

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin Covid-19 kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Kelas IIA, Kota Gorontalo, Gorontalo, Sabtu (19/3/2022). Lapas Kelas IIA Gorontalo menargetkan 300 peserta vaksinasi dosis pertama, kedua, dan booster sebagai upaya pencegahan dan peningkatan daya tahan WBP dari Covid-19. – (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/rwa.)

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Kamaluddin Latief mengingatkan, kewaspadaan dan kehati-hatian tetap perlu dipertahankan saat ini. Sebab, jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19 belum cukup landai.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, mitigasi penularan Covid-19 di masa mudik Lebaran perlu diterapkan dari sekarang guna mengantisipasi potensi lonjakan kasus. Karena bila dilakukan dengan waktu yang mepet akan tidak efektif.

“Dalam masa Ramadhan dan mudik harus dipastikan orang yang beraktivitas sudah vaksin setidaknya dua dosis. Vaksin jadi kebiasaan baru tak bisa dipisahkan,” ujar dia.

Menurut Dicky, pelaksanaan ibadah di bulan puasa nanti juga harus tetap ada pengetatan. Shaf shalat yang sudah ditiadakan jaga jarak, harus tetap memerhatikan beberapa syarat. Salah satunya, harus dipastikan sirkulasi udara di masjid atau tempat ibadah sudah baik. Selain itu, pelaksanaan ibadah tetap harus mengenakan masker.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan, tak menutup kemungkinan saat Ramadhan nanti status pandemi sudah berubah menjadi endemi. Namun, ia menekankan status endemi masih sangat memungkinkan terjadi penularan, bahkan kematian.

“Kita memang harus waspada. Sekarang memang sudah tidak ada jaga jarak, tidak ada pemeriksaan PCR atau antigen, tapi pemerintah menegaskan kita masih transisi. Kapan endemi Covid-19 di Indonesia terjadi? Tidak akan lama lagi. Mungkin pas bulan puasa atau sekitar tiga bulan. Semoga. Bismillah,” ujar Zubairi.

Zubairi mengatakan, untuk mencapai endemi, harus diimbangi dengan protokol kesehatan yang ketat. Masyarakat diminta tidak abai untuk mencuci tangan, memakai masker, serta menjaga jarak. Tak hanya itu, cakupan vaksinasi dosis penuh dan booster pun harus terus dikejar guna meningkatkan imunitas.

“Endemi itu bukan berarti situasinya tak ada Covid-19 sama sekali. Bukan berarti juga kita nggak berpikir tentang Covid-19 lagi. Penyakit ini tetap ada. Statis. Tak terlalu meningkat, tak terlalu turun, dan tak ada lonjakan besar yang tak terduga seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar Zubairi.

Tenaga kesehatan menunggu calon penumpang yang akan melakukan pemeriksaan antigen di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Rabu (9/3/2022). Kementerian Perhubungan mengeluarkan aturan terbaru untuk perjalanan kereta api jarak jauh salah satunya bagi calon penumpang yang sudah divaksin lengkap atau booster tidak perlu lagi menyertakan hasil tes PCR maupun antigen, kecuali jika calon penumpang baru melaksanakan vakisnasi tahap pertama. – (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.)

Tak Ada Lagi PPKM Level 4

Pemerintah memastikan saat ini tidak ada lagi daerah yang berstatus Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Jawa-Bali. Berbagai indikasi penularan Covid-19 terus membaik, salah satunya ditandai dengan pelandaian kasus yang berbanding lurus dengan membaiknya level PPKM di daerah.

Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA mengatakan, pekan sebelumnya  masih terdapat tujuh daerah berada pada Level 4, yakni Kota Cilegon, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Tegal, Kota Salatiga, Kota Magelang, dan Kota Madiun. Namun, ketujuh daerah itu kini turun level PPKM dan kasus aktifnya juga melandai.

Selain itu, jumlah daerah pada PPKM Level 3 juga mengalami penurunan dari sebelumnya 66 daerah menjadi 48 daerah. Sementara, daerah pada Level 2 mengalami kenaikan dari 55 daerah menjadi 77 daerah. Begitu juga dengan daerah yang berada pada PPKM Level 1, saat ini sudah terdapat enam daerah, dari yang sebelumnya tidak ada sama sekali.

Peta Risiko Covid-19 di Indonesia per Selasa (22/3/2022). – (covid19.go.id)

“Peningkatan jumlah daerah pada Level 2 dan Level 1 serta penurunan Level 3 ini tentunya harus selalu kita sikapi dengan bijak, tanpa mengurangi arti kewaspadaan kita dengan terus berupaya memperkuat capaian vaksinasi, termasuk pemberian suntikan ketiga atau booster,” kata Safrizal, Selasa (22/3).

Kota Surabaya kini kembali berstatus PPKM Level 1. Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surabaya Ridwan Mubarun mengatakan, Surabaya menjadi satu-satunya kota besar di Indonesia yang berstatus PPKM Level 1.

Dengan status PPKM Level 1, semuanya bisa kembali ke 100 persen. Mulai dari kapasitas pengunjung di restoran hingga kapasitas jamaah yang hendak beribadah di masjid atau mushala. Termasuk shaf-shaf shalat bisa kembali dirapatkan. “Walaupun kita Level 1, ayo tetap dijaga prokesnya, yang paling sederhana itu adalah kita tetap menggunakan masker,” kata dia.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, daerah yang masuk PPKM Level 1 adalah Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kabupaten Tuban, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Lamongan. “Saat ini yang statusnya Level 1 ada lima daerah, kemudian 26 daerah Level 2, dan tujuh daerah Level 3,” kata Khofifah.

Sementara itu, wilayah aglomerasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) masuk ke Level 2. Untuk daerah yang melaksanakan PPKM Level 2, tempat ibadah seperti masjid, mushala, gereja, pura, vihara, dan klenteng serta tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah dapat mengadakan kegiatan peribadatan atau keagamaan berjamaah dengan maksimal 75 persen. Sedangkan tempat ibadah di daerah Level 3 hanya berkapasitas 50 persen.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat terkait pelaksanaan ibadah tarawih di DKI Jakarta. Ibadah dan acara keagamaan lainnya telah diatur dalam tiap-tiap status PPKM. “Kita tunggu surat edaran dari Kementerian Agama,” kata dia.

Riza mengatakan, DKI Jakarta saat ini memang seharusnya berada di Level 1 PPKM. Hal itu mengingat cakupan vaksinasi yang sangat tinggi di DKI, selain dari kasus harian yang terus menurun.

Namun, dia mengatakan, kebijakan masih ada di pemerintah pusat. “Saya setuju (seharusnya sudah PPKM Level 1), kita tunggu saja mudah-mudahan bisa segera Level 1,” ujar dia.

Meski demikian, Riza menyatakan, satgas dan pemerintah pusat tidak melihat Jakarta sebagai satu kewilayahan saja. “Sekitar Jakarta itu juga dihitung karena tidak bisa dipisahkan dengan Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi,” kata Riza. (***)

Trending

Exit mobile version